Sajak-Sajak Fitri Yani

http://www.lampungpost.com/
Di Pasar Swalayan

mengapa manusia mencari akhir dari sunyi
untuk melukai diri sendiri?
ada kilasan peristiwa yang diam
di sela hujan dan redup lampu
peristiwa di mana aku timbul-tenggelam
bertualang dalam selasar pasar swalayan
tempat orang-orang berjalan memikul waktu
sambil tergesa menandai bagian-bagian tubuh
yang mulai jarang tersentuh
di sela-sela hujan dan redup lampu
aku seperti menjadi patung di dalam etalase
kusaksikan para bocah yang biasa berjumpa
dengan mahluk boneka bermata lucu
juga beberapa remaja yang memesan minuman bersoda
setelah membeli mimpi dengan dada penuh gelora
lalu mulailah aku mengira-ngira
apakah nafas keramaian adalah takjub kepada diri
atau hasrat yang sekadar ingin dikenali
karena di lain peristiwa, keramaian hanyalah pertanda
bahwa hidup pernah benar-benar dirayakan
sesekali, abaikanlah jawaban dari setiap pertanyaan
agar ada sedikit makna yang tetap terjaga

Bandar Lampung, April 2009

Perenung yang Berjalan Kaki

saat kamu dan dia bersatu
maka setiap benda di sekitarmu akan berada
dalam lukisan seorang perempuan yang tekun bertapa
mungkin ada yang senantiasa bersaksi dan menunggu
bersaksi atas luka di telapak kakimu
menunggu hilangnya segala jenis debu
yang singgah di tubuhmu
atau mungkin saja ada yang merasa cemburu
lalu menarik lagi tanganmu agar berhenti
mempertanyakan kembali hening kemarau
yang memenuhi dadamu
ketika tak ada lagi yang tiba di perhentian itu
pada saat itu pula
perempuan pertapa akan mundur perlahan
membiarkan semua benda keluar dari lukisannya
dan ia merasa, itu merupakan getar kebahagiaan
sekaligus ketakutan
maka kekallah kamu dan dia yang berdekapan
di dalam lukisan itu

Tanjungkarang, 03 Juni 2009

Di Tengah Rawa

sepasang angsa putih berenang
di tengah rawa
ada mata yang saling bertatapan
seperti memanjatkan sehelai doa
“mengapa segala hal
terasa begitu cepat usai”
teratai telah berbunga

Tanjungkarang, April 2009

Menjelang Pesta Usai

aku termenung mendengar pesan
suami-istri yang berhenti di depan gapura
“kau akan segera berlayar dengan seribu perahu!”
kubayangkan bocah yang mereka anggap berdosa
memeluk boneka sambil memanjatkan doa-doa
beberapa butir air mata terbang menegur ruang
antara selamat datang dan selamat jalan
“adakah yang telah sia-sia dari perjalanan kita?”
“aku tak ingin lagi melahirkan manusia”
dan mereka bersulang
untuk sesuatu yang mungkin telah lama hilang

Bandar Lampung, 01 April 2009

*) Lahir 28 Februari 1986. Mahasiswa FKIP Universitas Lampung, aktif berkesenian di Unit Kegiatan Mahasiswa Bidang Seni (UKMBS) Unila Divisi Teater dan Sastra. Menulis puisi dan naskah Drama juga mementaskan beberapa pementasan teater. Beberapa puisinya terpublikasi di beberapa media cetak dan termuat dalam antologi bersama.

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *