lampungpost.com
Di Perempatan Dago-Sulanjana
di perempatan jalan. wajahmu merah tahan tangis darah
kota adalah basah. pada aspal pada lampu-lampu iklan
mungkin kau sangsi. kenapa aku kau tunggu lebih lama
padahal waktu tak pernah mau menunggu. tak mau diam
seperti tak sabar. ingin terus bergerak dari satu tempat
aku belum juga datang. dan kau lebih resah dari jalanan
makin kuyup lebih beku. tak ada yang bisa diajak bicara
selain memendam tujuan sendiri dan terus diguyur hujan
2009
Selamat Pagi
dari jendela kamar yang kubuka lebar. selalu kuucap
selamat pagi dunia. walau suara hanya sampai halaman
sebelum kubasuh wajah. dan kujinakan segala kenangan
sebelum pulih kesadaran. dengan secangkir kopi panas
sebelum berbagai kabar. memburu mata juga telinga
sebelum matahari pusat. jatuhkan tiap tetes keringat
tubuh adalah teman bercerita paling peka juga rentan
2009
Tanpa Cahaya Listrik
suatu malam. listrik negara padam tiba-tiba
hampir saja aku panik. tak dapat menulis sajak
tapi aku ingat Neruda. dan kisah di Siera Maestra
ditulis pada malam-malam tanpa cahaya listrik
2009
Serupa Fatima
:Dien Widjayatiningrum
kau datang tiba-tiba. sekilas serupa Fatima
menampakan diri. di padang alang-alang
pada sebuah malam. di tanah tuan Pessoa
sebagai perempuan suci. pembawa damai
dan sajak-sajakmu. adalah kalung rosario
melingkar erat di leherku. lalu menjadi doa
bagi jiwa tandus. juga tubuh yang rapuh
pada setiap perubahan cuaca yang perkasa
2009
Kembang Sepanjang Jalan
kembang sepanjang jalan. menuju Parongpong
tak cukup menutup mata. dari warna duka kota
merah mengalir dalam darah. ini tubuh kosong
melayang dari Bandung. dibawa terbang lebah
menanjak kabut bukit. sebelum malam dingin
sempurna sebagai ruang. ruang bagi pengakuan
bahwa sendiri aku dilahirkan. ke permukaan bumi
dan belajar memahami hidup melalui bahasa rasa
2009
Catatan Harian Pekerja Borongan
tak ada hari libur. bahkan di hari minggu
akal kami adalah tenaga. tenaga akal kami
cukup kasih nasi. kerja sungguh-sungguh
sebab keringat punya harga. daripada darah
sepanjang hari. tubuh kami terus basah
tak ada waktu tidur. selain menutup mata
sekejap melupakan kerja. lalu siap-siap
kembali menjadi ujung jari pembangunan
2009
***
Yopi Setia Umbara, lahir di Bandung, 30 Maret 1984. Pegiat Arena Studi Apresiasi Sastra (ASAS). Beberapa karyanya dimuat dalam buku antologi puisi bersama dan berbagai media.