Siti Muyassarotul Hafidzoh*
http://oase.kompas.com/
Judul buku: Agama, Pendidikan Islam, dan Tanggungjawab Sosial Pesantren
Penulis: Irwan Abdullah dkk.
Penerbit: Pustaka Pelajar Yogyakarta
Cetakan: 1, 2008
Tebal: 221 halaman
Jejak pesantren dalam wajah perjuangan ke-Indonesia-an selalu menampakkan spirit kegigihan, keuletan, dan keikhlasan. Seluruh wajah yang tergurat dalam jiwa ke-Indonesia-an dilampaui oleh karakter dan eksistensi perjuangan yang digoreskan pesantren dengan seluruh dedikasinya yang utuh. Pesantren menjadi jiwa dan raga seluruh peta kehidupan yang dijalankan bangsa, sehingga peran-peran strategisnya menjadi pilot project dalam upaya pembangunan dan pemberdayaan.
Lintasan perjuangan pesantren terus menjawab seluruh problematika kehidupan yang terus datang silih berganti. Tetapi pesantren terus menghadirkan ragam solusi strategis yang bisa memberikan wajah baru dalam pemberdayaan warga.
Wajah solutif dari dunia pesantren pesantren kepada warga masyarakat selalu membuka jalan pecerahan (enlighment). Pencerahan-pencerahan itu hadir dengan sekian atribut kegiatan yang beragam. Salah satu pencerahan tersebut diinspirasikan oleh buku bertajuk “Agama, Pendidikan Islam, dan Tanggungjawab Sosial Pesantren.” Buku yang ditulis berdasarkan riset dari berbagai pesantren ini menabuhkan gagasan kedepan akan tanggungjawab sosial pesantren dalam memberdayakan masyarakat. Gagasan besar tersebut, walaupun telah dijalankan dengan apik dalam lintasan sejarah, tetapi kini menghadapi ragam tantangan serius di tengah gerusan arus informasi global.
Ditambah lagi dengan gejolak arus gelanggang kapitalisme yang terus menjerat kaum marginal di lorong kegelapan. Tuntutan tanggungjawab sosial hadir sebagai wujud eksistensi pesantren
menjaga karakter dan fungsi aplikatifnya dalam menjaga dan membina masyarakat. Seluruh detik perjuangan pesantren selalu diorientasikan untuk kemaslahatan dan kesejahteraan bersama. Inilah kata kunci (key word) yang menjadi landasan perjuangan pesantren yang terus lestari, tak lekang oleh gerusan jaman yang bergemuruh. Menurut Irwan Abdullah dalam pengantar buku ini, tantangan yang dihadapi pesantren saat ini lebih kepada bagaimana kemampuannya menjawab tantangan global termasuk kemampuan pesantren melahirkan intelektual-intelektual Islam yang memiliki kualitas daya saing yang tinggi. Di samping itu, lanjut Irwan, tuntutan dunia dunia kerja akan memberikan beban bagi pesantren dalam menjawab persoalan ini (hal.5).
Dalam tataran penciptaan intelektual Islam yang bisa menjawab ragam persoalan global, pesantren telah melakukan terobosan besar. Pesantren mampu mensinergikan arus pemikiran salaf dengan pemikiran modern. Para santri dididik dengan serius dalam mengkaji kajian salaf (salaf studies), kemudian diajak menelusuri lorong dunia pemikiran modern yang penuh nuansa. Pemikiran salaf tetap menjadi basis dan landasan utama pesantren dalam merujukkan sekian problema kehidupan yang terus
datang berkecamuk. Pemikiran salaf selain ketat, kritis, analitis, dan disertai hafalan yang kuat, memberikan dasar nilai luhur dan akhlaq mulia yang merupakan ciri khas kepesantrenan.
Sementara pemikiran modern lebih banyak menyajikan ragam rasionalitas dalam memaknai teks kehidupan. Wajah pemikiran modern mengandalkan rasionalitas total yang menghasilkan ragam metodologi berfikir yang positifistik, sistematik, dan empirik. Dunia berfikir modern yang demikian bila dinergikan dengan nilai dan kecerdasan kepesantrenan akan menghasilkan sebuah gagasan baru yag luar biasa brilian.
Artinya, meminjam analisis Cak Nur, pesantren sebenarnya mempunyai gudang buku dan gudang perpustakaan yang berlimpah, tetapi pesantren waktu itu, belum menemukan katalog yang bisa menciptakan tatanan perpustakaan yang rapi dan sistematis. Buku yang besar dan berlimpah akhirnya
kurang bermanfaat dan kurang bisa dimanfaatkan publik.
Dari alur inilah kemudian, pertemuan khazanah salaf dengan khazanah modern akan menghasilkan sebuah sintesa pemikiran yang bernas dan energik. Inilah yang sekarang yang sedang dilakukan berbagai pesantren di Indonesia. Disamping menyelenggarakan pendidikan salaf sebagai basis pendidikannya, pesantren sudah mulai banyak mendirikan perguruan tinggi. Termasuk di Lirboyo, sebagaimana dijelaskan oleh Ali Anwar dalam buku ini. Ali Anwar melihat bahwa pesantren Lirboyo sangat kuat menjaga tradisi salaf kitab kuningnya. Karena bagi Lirboyo khazanah kitab merupakan modal paling dasar bagi santri di kemudian hari.
Kemampuan berkitab kuning menjadi standar dasar santri untuk menjelajah ragam keilmuan yang terbentang lebar. Tetapi di tengah tantangan global, Lirboyo juga mendirikan perguruan tinggi negeri
dalam rangka menjelajahkan santri mengarungi wacana intelektualitas modern.
Tanggungjawab penciptaan intelektual Islam masa depan yang sedang dikerjakan secara serius oleh pesantren akan terus menghasilkan pemikir-pemikir handal di masa depan. Tokoh-tooh semisal Kiai Sahal, Kiai Ali Yafie, Gus Dur, Gus Mus, dan sebagainya merupakan bukti tangungjawab pesantren yang sukses mencipta intelektual Islam masa depan yang berkualitas dan berdaya saing tinggi.
Disamping penciptaan intelektual Islam, pesantren juga bertanggungjawab dalam memberdayakan warga masyarakat. Artinya, selain sebagai pusat kajian agama (center of religion studies), pesantre juga diharapakan menjadi pusat pengembangan ekonomi umat. Karena gempuran kapitalisme global, disadari atau tidak, juga sangat berpengaruh akan eksistensi warga dan eksistensi pesantren. Untuk pesantren, pola pemberdayaan kedepan dar pesantren juga harus melibatkan masyarakat banyak. Pesantren harus menjadi mitra strategis masyarakat dalam upaya pemberdayaan ekonomi warga. Ini yang telah dilakukan Kiai Sahal dengan berbagai kelompok usaha umat yang dibentuknya sejak tahun 1970-an.
Dalam konteks buku ini, gagasan pemberdayaan ekonomi warga juga dilakukan oleh pesantren Ta’mirul Islam di Solo, Pesantren Zainiyah di Nagrog Sukabumi, dan Pesantren Raudlatul Ulum dan At-Taufiqiyah di Sumatra Selatan.
Pesantren-pesantren tersebut terus mencoba menjadi mitra strategis warga dalam mengupayakan hidup yang sejahtera, makmur, dan sentosa. Dan dari komitmen pemberdayaan ekonomi warga, dunia pesantren terus mendapatkan pintu pencerahan keagamaan bagi masyarakat. Karena program-program pemberdayaan ekonomi juga dilakukan dengan model berdakwah dan mengajarkan nilai-nilai keagamaan. Pintu-pintu dakwah dan pintu pencerahan yang terus digelorakan pesantren akan terus menghasilkan gagasan-gagasan baru-bernas yang terus memberikan spirit kemajuan kebudayaan dan peradaban bangsa.
Ya, tanggungjawab pesantren di masa depan semakin besar. Pesantren perlu terus ciptakan kreativitas baru untuk menyongsong masa depan.
*) Penikmat buku, Bergiat di LPM Arena UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta.