Uki Bayu Sedjati
http://jurnalnasional.com/
?Aku lagi sibuk, nggak bisa..?
??Tolong, deh. Kamu tega..nggak kasian aku.??
Rodi lagi-lagi menggelengkan kepala. Rasanya kepingin membanting HP. Untung emosinya masih terkendali. HP yang entah ke berapa. Baru dibelikan. Desainnya oke, fiturnya lengkap. HP yang lama ada yang ketinggalan di taxi, di motel, di spa, juga ada yang berkeping dibanting, kemarin, saat Amara cemburu berat. Andai kejadiannya tak di lobi hotel, mungkin bisa diacuhkan. Cecaran kata-kata seperti mitraliur. Sejak dari dalam taxi, masuk hotel bintang 4, melintas di lobby, kalimatnya berhamburan ? kalau tak dicegah dengan ciuman, bisa seluruh kebun binatang diucapkan – mmmh?. Rodi cuma menghela nafas.
Temperamental. Apakah benar wanita setelah usianya kepala empat acapkali meledak-ledak . Bukan cuma yang masih lajang, tapi juga yang menyandang predikat janda. Karena mereka merasa lonely…lonelyness? Atau lantaran hatinya super-sensitif, tak bisa dengar bisak-bisik di sekitar, atau juga dipengaruhi metabolisme bulanan ? yang konon, makin sering bathinnya terguncang, makin membuat bulan pergi-datang seenaknya. Psikosomatik. Darah, dengan berbagai macam jenis dan aromanya semakin merangsang sifat hewaniah yang mengindap di setiap makhluk, sekecil apa pun. Nyamuk, tumbila alias kutu busuk, saja suka minum darah, apalagi manusia. Lantas siapa pun makhluk yang dibutuhkan langsung dipeluk erat, didekap habis, dijilati sebelum ditelan?lumat. Itu yang sering dilakukan Amara, seperti ketika melahap cokelat kesukaannya.
?Please..schaat..?
?Iya, nanti aku ke sana. Ini dosennya galak..aku..?
?Siapa sih namanya. Apa perlu aku.. ?
?Mmmh, ini urusanku.. ?
?Urusanmu ya urusanku. Kita kan satu.. ?
?Iya,iya..?
Berulangkali upaya Rodi untuk mengambil jarak tak pernah berhasil. Amara punya banyak mata-mata yang bisa dimintai info kapan saja. Dia julig, otaknya penuh muslihat. Caranya menjerat mangsa lebih variatif ketimbang hewan, tentu saja.
Saat pertemuan pertama memang tak terduga. Kehadiran Rodi di auditorium itu cuma karena mengantar keponakannya, Lila, yang mau ikut casting iklan cokelat. Tank-top Lila yang merah menyala dipadu jeans belel sedikit di atas lutut, senyum dan lirikannya yang lincah, menyita perhatian siapa pun yang hadir di situ. Mirip selebritas. Rodi yang melangkah di samping Lila terpaksa ikut salah tingkah. Rupanya beberapa teman sekolah Lila juga ikut audisi, komentar berhamburan.
?Siapa, Lil, gebetan baru, ya, oke, tuh masa depan keturunan bagus, elu kan pendek dia tinggi. Kumisnya tipis, lho. Sayang rambut cepak kayah Abri, emang abis Mapram, ya??
Yang terpilih 4 cewek remaja, termasuk Lila. Wawancara terakhir sekaligus pengarahan jadwal suting membuat Rodi ikut menunggu. Untung Lila bawa chiklit, novelette remaja tren masa kini. Sekali kebut habis dibaca.
Saat usai, Lila dan calon lainnya ke luar dari ruangan bersama beberapa orang panitia. ?Yang dua itu pengarah,?bisik Lila menunjuk ke arah perempuan paruh baya,?Eh, tahu nggak. Aku kepilih karena hobby makan cokelat. Lantas, kepada salah satunya, ?Mbak Amara, kenalin, Mbak, ini Rodi,??
?Saya Amara,? ucap perempuan yang menggunakan blazer. Sorot matanya tajam, genggaman tangan saat bersalaman erat, tegas.
Ketika suting Amara dan Rodi sempat bercakap. Juga saling tukar nomer HP. Sejak itulah setiap hari suara Amara menyapa telinga Rodi. Suaranya merdu. Kalimat yang diucapkannya menambah wawasan dan acapkali mampu menebak jalan pikiran secara tepat. Buat Rodi bukan sekadar kebetulan karena memang perempuan setara ini yang ia butuhkan, penuh atensi.
Kesulitan keuangan untuk bayar kuliah, juga kebutuhan di rumah diatasi oleh Amara. Ucapan terima kasih, rasanya, tak cukup. Rodi selalu siap mengawal ke mana Amara pergi, siang ataupun malam. Itu yang tak mungkin dilakukan oleh seorang pengemudi ? apalagi yang sudah berkeluarga. Rodi sampai tak sempat minta maaf pada Pak Samin yang perannya ia gantikan. Kegiatan Amara ada yang terencana, ada yang padat sekali, sampai tengah malam, tapi ada juga yang longgar. Maka itu sesekali Rodi terpaksa tidur di rumah Amara. Setiap ada kesempatan mereka bercengkerama. Amara mengajari banyak hal yang belum pernah Rodi rasakan dan alami. Rodi senang menerima, juga sebagai balas budi.
Salah satu yang selalu jadi pertanyaan di benak Rodi, adalah bagaimana bisa Amara berlaku penuh kelembutan, bagai seorang Ibu, bagai kakak, bagai kekasih, tapi saat berhadapan dengan anakbuahnya berubah 180 derajat. Mirip singa yang siap menerkam. Jangankan salah melaksanakan tugas, keseleo lidah karena gemetar, lemas belum makan, bisa didamprat habis-habisan. Pembantu rumahtangga tak ada yang tahan. Yang kuat kerja sebulan itu sudah jempolan, karena biasanya seminggu saja sudah tak betah. Padahal, konon, Amara aktivis gerakan perempuan, yang sering rapat, seminar, pelatihan untuk memberdayakan perempuan. Bukankah pembantu-rumahtangga di rumahnya juga perempuan? Apa yang seperti ini bagian dari permainan orang politik. Di depan orang banyak, di atas podium, terus senyum dan pancaran wajah tampak lembut, padahal hatinya kusut. Seorang seniman teater pernah bilang bahwa mestinya memerankan siapa pun, berakting, hanya di atas panggung, bukan dalam kehidupan sehari-hari
?Kamu nggak suka aku seperti itu? Pahami aku dong..? ujar Amara. ?Kerjaku banyak, kamu tahu kan. Bukan cuma karena aku mau, tapi karena orang memberikan kepercayaan. Bagaimana mungkin aku tolak?!?
?Untuk meyakinkan pihak-pihak yang memberikan kepercayaan maka kita mesti ganti topeng terus?? tanya Rodi.
?Topeng? Be polite, man. Sopan santun diplomatis harus dilakukan. Itu cuma proses. Yang penting hasil akhir..?
?Mmh, sopan terhadap musuh itu siasat, ya?
?Nah itu kau tahu?Eh, kita makan cokelat dulu, oke..?
?Sikap atasan ke bawahan tidak perlu sopan-sopanan??!
?Come on, schaat, makan cokelat ?mmmh..nikmat??
Cokelat susu, per batang, isinya kalori 381, protein 9,0, lemak 35,0, hidrat arang 53,6, kalsium 200, fosfor 200, besi 2,0, vit A-B1-C,30,08, air 1,0, entah dari mana angka-angka itu melintas-lintas di benak Rodi. Tak ada unsur yang buruk, sepertinya bikin sehat, tambah kuat. Tapi, apa mengandung pemikat membuat tubuh dan jiwa melayang-layang, gampang ditaklukan, teler, seperti minyak pelet si nyongnyong ….wrrrarrgghh..
Berkali-kali Rodi mencoba berontak, gigi gerahamnya berkerot-kerot saat ia memompa sernangat bulatkan tekad. Berkali-kali?.tanpa hasil. Nikmat itu menjerat, cokelat susu: kulit warna cokelat puting susu minta dipeluk erat. Mirip kerja racun narkoba, bersenyawa dengan darah, mengalir di urat syaraf, sulit diberantas ? jika tak ada bantuan dari mental yang kuat.
Rodi menyerah. Ia membiarkan diri ikut larut. Toh tidak rugi, malah menguntungkan. Dengan bekal cokelat pula Rodi memperoleh kenikmatan lain dari perempuan lain. Tak bisa disebutkan satu per satu, yang jelas mesti pintar mengatur waktu dan mempraktikkan siasat yang biasa digunakan Amara, ??be polite. ??
Hidup jadi menyenangkan. Dua HP, masing-masing dengan double-card, mirip tokoh cowboy dengan sepasang pistol di kiri-kanan pinggang, Rodi menaklukkan perempuan. Dalam satu hari ia bisa gonta-ganti kendaraan yang rata-rata bermerek dan keluaran terbaru. Kartu nama Amara bisa jadi referensi yang ampuh. Sampai ia bertemu dengan Ratri, yang dari namanya terkesan memiliki darah biru.
RR. Itu simbol yang belakangan dipakai Rodi, hampir di setiap kesempatan. Kepada Amara dikatakan itu singkatan dari Rodi Rich, meniru Richie Rich, tokoh yang fenomenal karena memiliki kekayaan berlimpah saat usianya belum lagi remaja. Di sisi lain, Ratri jadi makin sayang, ?Kita kayak pinang dibelah dua, yaa,? ujar perempuan yang usianya 2 tahun di atas Rodi, ?Berkat coklat,? sahut Rodi, dalam hati.
Di depan keluarga Ratri – dengan rendah hati – terkesan tak ingin dibesar-besarkan, Rodi mengaku keturunan Sultan dari Kalimantan. Tingkah-polahnya diatur sedemikian rupa. Kemampuannya menghafal kata-kata mutiara ia praktikkan dengan memberi nasihat kepada Ratri secara lembut. Keluarga Ratri dengan mudah terkesan, bahkan, ?Sayang, kata Tante-tanteku kamu laki-laki yang gallant, gentleman,? bisik Ratri, mesra.
Rodi tak menyia-nyiakan peluang ketika Ratri meminta hubungan mereka dilanjutkan ke pelaminan. Sambil makan cokelat bareng, Rodi meyakinkan Ratri bahwa semua biaya perhelatan akan ditanggungnya, bila perlu upacara 3 hari 3 malam, karena ini perkawinan dua tradisi bangsawan. Tentu saja Ratri tak mau kalah, ?Sayang ingat ya. Aku anak perempuan pertama. Orangtuaku itu paling berpengaruh di keluarga besar, dan sudah dipastikan dalam rapat bahwa adat kami yang menjadi bingkai utama, dan..segala biaya sudah siap. Kamu enggak tersinggung kan say. please..? Dengan sorot mata teduh, senyum penuh arti, Rodi mengangguk lembut, ?Okey, up to you dear..?
Undangan sudah dicetak dan disebar, bentuknya indah, warnanya cokelat muda, aromanya wangi, dengan inisial RR yang diukir warna emas. Rodi sudah membayangkan hidupnya ?bersenang-senang sampai tua.? Ia sangat yakin bahwa dengan be polite dan menyuguhkan cokelat, siapa pun bisa diatur dan merasa nikmat. ?Gara-gara Amara kuliahku D.O. Tapi perempuan sekarang udah nggak bisa ditipu gelar. Yang penting penampilan,? bathin Rodi bangga.
Dua minggu lagi Rodi akan menjalani upacara. Undangan buat Amara rencananya mau dikirimkan saat mendekat hari H. Tapi belakangan Rodi hatinya berdebar-debar. Tak sabar? Susah tidur lantaran matanya selalu berbinar-binar. Ia yakin semua persiapan lancar. SMS ucapan selamat sudah berdatangan, begitu gencar. Tak ada kendala, sama sekali tak ada.
Pagi itu, saat ia minum susu-telor-madu, HP berdering, dari Ratri. Suaranya lugas, tajam menusuk, ?Hey, monyet, gua kagak jadi nikah ama Elo. Batal. Elo itu kambing, kadal, bunglon, tikus…Makan tuh undangan!!?.
Bahasa ucap Ratri persis sama dengan Amara. Apa mereka sudah saling berkenalan?
Dunia sempit! Cokelat tanpa susu: pahit