Dra. Ely Waliah
http://www.pikiran-rakyat.com/
Perubahan kurikulum tidak akan berdampak signifikan terhadap hasil belajar jika paradigma pembelajaran tidak berubah. Para guru perlu membekali diri dengan berbagai kompetensi profesional yang berkaitan dengan tugas profesinya.
Sejatinya, esensi sebuah kurikulum adalah bagaimana menciptakan sebuah proses pembelajaran di sekolah sehingga terjadi interaksi dua arah secara optimal antara guru dan siswa, melalui beberapa pendekatan yang efektif dan efisien guna tercapainya suatu tujuan (baca: tujuan pendidikan).
Seiring dengan pergantian kurikulum, sejak mulai diberlakukannya Kurikulum Berbasis Kompetensi (KBK), dan sekarang telah diganti dengan Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP), dalam pelaksanaan pembelajarannya guru telah dianjurkan untuk menerapkan pendekatan kontekstual.
Pedekatan contextual teaching and learning (CTL) adalah konsep belajar yang membantu guru mengaitkan antara materi yang di ajarkan dan situasi dunia nyata siswa dan mendorong siswa membuat hubungan antara pengetahuan yang dimilikinya dan penerapannya dalam kehidupan mereka sehari-hari.
CTL merupakan suatu pendekatan yang hakikatnya mengharapkan siswa memahami dan merasakan manfaat dari materi yang telah dipelajarinya dalam kehidupan sehari-hari. Untuk menciptakan pembelajaran dengan pendekatan CTL ini, guru diharapkan mampu mengembangkan potensi dirinya sebagai tenaga pendidik yang profesional, termasuk memiliki kemampuan menciptakan pembelajaran dalam kelas dengan menggunakan pendekatan-pendekatan yang mampu menjadikan siswa dapat menggali potensi dirinya secara optimal.
Pendekatan kontekstual ini, memiliki tujuh komponen utama. Pertama, konstruktivisme, artinya guru harus mampu membimbing siswa agar mampu membangun pengetahuan di dalam benaknya sehingga apa yang telah dipelajarinya sangat bermanfaat bagi kehidupan mereka.
Kedua, menemukan (inquiry). Proses menemukan merupakan kegiatan inti dari pembelajaran kontekstual. Pengetahuan dan keterampilan yang dimiliki siswa diharapkan diperoleh siswa bukan dari hasil proses mengingat materi yag disajikan guru, melainkan hasil dari menemukan sendiri fakta-fakta yang dipelajarinya. Kegiatan inquiry yang dirancang guru harus meliputi observasi, bertanya, mengajukan dugaan (hipotesis), pengumpulan data, dan penyimpulan.
Ketiga, bertanya. Pengetahuan dan keterampilan siswa yang berkesan pada dirinya adalah pengetahuan dan keterampilan yang diperoleh dengan dorongan perasaan ingin tahu sehingga siswa berusaha untuk bertanya kepada guru.
Keempat, menciptakan masyarakat belajar. Masyarakat belajar dapat terjadi jika terjadi komunikasi dua arah antara guru dan siswa, siswa dan siswa. Siswa saling bertukar pikiran dan pengalaman satu sama lain.
Kelima, pemodelan (modelling). Dalam proses pembelajaran di dalam kelas,baik guru maupun siswa dapat dijakan model pembelajaran, bahkan jika perlu seorang guru dapat mendatangkan siswa dari kelas lain yang dianggap mempunyai kemampuan lebih dibandingkan dengan siswa di kelasnya.
Keenam, refleksi. Refleksi adalah sebuah proses perenungan pada diri siswa. Perenungan terhadap pengetahuan dan keterampilan yang baru saja dipelajarinya .
Ketujuh, penilaian autentik (authentic assessment). Kegiatan penilaian ini dilakukan tidak hanya berdasarkan pada hasil semata, melainkan juga pada penilaian proses.
Jika seorang guru telah memahami dirinya sebagai pendidik profesional, secara sadar dalam dirinya akan merasa tertuntut untuk selalu kreatif dan inovatif dalam melaksanakan tugas keprofesionalannya. ***
*) Penulis, guru Bahasa dan Sastra Indonesia SMA Negeri 10 Bandung.