Puisi-Puisi Fadhila Ramadhona

lelaki penjual dongeng

sebagai apakah engkau akan mengunjungiku lagi?
seorang penari gelisah atau lelaki penjual dongeng
mungkin tak keduanya
tersebab lama kau tak singgah dengan wangian air tanah
pulang jadi dongeng, hari menjelma dongeng, kata seperti dongeng,
sunyi seumpama dongeng, dongeng menjadi lebih renta

“beginilah menghitung lambai sampai tanpa sambut”
kuingat katamu mengakhiri dongeng di hari terakhir kunjunganmu
setelah kita bicarakan hari yang menukar badainya
orang-orang berjalan lekas melepas galau
dengan mesra tahun berdekap sayang
alamat sepi tentang ketiadaan

lalu seperti dirimu
semakin lama orang datang dan pergi
dengan cara yang ganjil

jatinangor, mei 2009

menjadi ingatanmu
: A.R. Kusumah

pada yang berbatas
seseorang di luar sana akan menemukan sunyimu
dan menyulapnya
:waktu
dalam mesra sesuluh redup
perahu layar diarungkan menuju tepian tanpa hasrat kenangan
sebagai duka yang melewati ingatan purba

17 maret 2009

lelaki senja
: H.S Wijaya

ah, memikirkanmu seumpama memasuki sejarah sungai bermuara
dalamnya membikin sepi yang melayarkan
orang rantau dan rumah kepulangan
kira-kira, apa yang dipikirkan pantai ketika sunyi
menjadi laut dan berkali-kali memeluknya?

rantau

o, kelok bakelok ujuang nyanyi,
ujuang nyanyi masuak ka kaba,
antah ka dapek antah indak
ai?

di pesisir
ketika sauh mulai dilepaskan
segaris jantung di mata ombak
telah menjadi penantianmu dari seribu hempas pelarian
hingga bersahut sunyi mendekap tahun kepergian
yang menggambarkan pintu
dan pulang yang dilukis arah

bulan beku mencatat lamun musim
kemudian lindap di bayang debu
acap kali berlayar dengan kegaiban angin
menyinggahi karang pada langit sebuah pulau
tepian doa dan pengabdian para kelana
atas kubur nasib

o, kapa pai kampuanglah tingga ai?
malin duduak jo ati susah
mande di pondok nan takana,
mungkin ka lamo kampuang tingga ai?

jauh sampai pengembaraan, waktu serupa asing
tidur panjang dalam padang rahasia.
di tanah yang tinggal, lelaron tersandung sepi
maka dilarungkannya diri ke bunga mekar
meminang singgah tanah bugis

berkali sengau angin berbunyi
menyusup dalam ratap, rupa rindu berbelah oleh gamang
di selembar hujan yang lelah
maka seumpama kembali hanya tuba bagi pantai ibu
dan sisian kampung lengang,
mungkin tinggal suara jangkar lepas dan doa yang batu

o ai?
nan kelok bakelok ujuang tali,
ujuang tali pangabek paga,
antah takabek antah indak;…

jatinangor, agustus 2008

*) Sihir Terakhir, Antologi Puisi Penyair Perempuan ASAS, Penerbit PUstaka puJAngga, 2009.

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *