Embun di Bunga Kol
Sumringah bak matahari yang tersenyum
Ia bertebaran di tanah bumi nan subur
Di pagi yang kabut penuh embun di atasnya
Penuh kesegaran saat mata memandang
Tangan seolah tlah menyentuh kesegarannya
saat di tiap batang tubuh melekat embun-embun pagi
yang hilang dengan ikhlas memberikan wangi kesegaran baru
yang akan ditatap oleh jutaan mata
Sayang, kuharus kembali
kupercayakan saja pada alam
biar ia yang menjaga bunga kol itu
sampai kupunya waktu lagi
untuk kembali menatap kesegarannya
Lembang, 9 Maret 2008
Pada Sendiri
Kesendirianku
Adalah derik para jangkrik di wajah malam
Saat langit berkabut
Atau jahitan benang hitam yang semrawut
Kesendirianku
Adalah kertas-kertas yang terbang
Hilang menjadi layang-layang
Hitam kelam bagai satu bayang-bayang
Kesendirianku
Adalah rekahan mawar
Yang tak pernah pantas meranum
Ketika malam ini, kau membayang dalam sajakku
Bandung, 2008
Catatan Malam
Maka berhentilah malam
Ketika angin membelah tiap lipatan langit
Membelah sudut sudut awan
Dan akhirnya jatuh sebagai duri
Duri yang menancap nancap mata bumi
Kau lalu tertawa,
Melihat helai rambutku yang memerah pudar
Terus menyunggingkan senyummu
Tapi tidak.
Aku tidak sedang duduk di danau itu
Malam sudah hampir 1/3 nya
Aku menyentuh bibirmu dalam lipatan langit
Kemudian mencumbuinya
Bandung, 2009
*) Sihir Terakhir, Antologi Puisi Penyair Perempuan ASAS, Penerbit PUstaka puJAngga, 2009.