Langit tak dijunjung
Setinggi-tinggi bangau terbang sampainya ke kubangan juga.
Pastilah sebuah ucapan melahirkan tulisan. Pastilah unggas akan mengerami telurnya.
Belajarlah untuk terbang karna tak bisa terbang
Tidakkah rambatan pucuk pepohon semakin lebat dan jauh jangkauannya tanpa pemeliharaan?
Ataukah bunga-bunga adalah tanda kesuburan?
Lupakan pucuk dan bunga. Kepaklah sayap lalu sisirlah angin. Betapa tujuan perlu tahapan, dan pencapaian yang dimulai dari awal.
Tidaklah hayalan berputar-putar diatas sarang sampai pikiran jatuh ke “bodoh”an.
Mungkinlah angin timur membawa keharuman. Tapi bukankah padang di barat adalah tempat asal bunga-bunga tumbuh dan menarik perhatian?
Kau Berbisik; Kau Berisik
kau telah membuat otakku sekarat!!
ia kini tertegun disana
susah mengingat
apa yang telah kau perbuat!
temali yang kurajut telah kau buat kusut!!
Tidakkah arakmu cukup untukmu?
sampai akalmu bersulang
membujuk dan merayu
kini aku mabuk
mabuk bersama para pengikutmu
kini kau tertawa
tertawa manis menawan kelincahan pikiran kami
duh jemari yang kini terasa membatu
dan pena mencatat bisuku:
telah ia tunjukan pedang indahnya
telah ia membuat rahangmu geram dan ngilu
telah ia ayunkan syair-syair surga setangkas jiwa
telah ia…
cukup!
kau telah memadamkan kegairahanku!
aku muak dengan lakumu!
dan juga intip-intip pikiranmu ke masa pendahulu
aku tak perlu itu!
ajarlah jari-jarimu tuk bicara
ajarlah pena tuk membaca
rangkailah bunga-bunga dalam buket bunga
atau biarkan harumnya menetap di taman
tentangmu
masih kusimpan beberapa kuntum guman
Di mana bulan
Diunggah melalui Facebook Seluler
gendang kecapi lama sudah tiada bertalu
rebab disana membisu jua
sunyi
hening ditusuk
nyaring tong-tong dipalu
sepi ronda tiada irama
malam diburu dengus nafsu
jejaka mencumbu gadis hilang malu
separuh usia belasan nista
berpadu mesra di medan laga pestafora
nada-nada gila cubitan ketagihan
tubuh kenyal gempal pinggul
pecah resah dalam dekapan
merajuk janji ke nirwana
semalam suntuk disudut gelap
berkali-kali membakar hati
tiada jurai percikan airmata
tiada musuh dalam selimut
terbaring lesu wajah hilang ayu
tanpa baju akan kembali
temui mimpi lupakan pagi
sebelum ajal menunggu dimalam nanti
Angklung Si Bocah
angklung si bocah bernyanyi di gubuk sunyi
samar-samar tiada lagu menentu
janji kabur didekap malam
pupuslah niat mencari langkah
tak lama
angklung si bocah hilang gundah
seketika si teteh datang tiba menjelma
bisu tiada kata perawan kota kembang
pilu dan rindu melebur satu
datang dari jauh mohon terima airmata
sesal begitu dekat kala kembali
si bocah tak tahu rupa hati:
cinta eceran telah dibeli
lagu sendu masa lalu
ibu tiada pun bapak tak berlaga
cita ingin bahagia:
gubuk tinggal cerita diganti satu istana
tiada kata si bocah bertanya
silir angin dingin dimata si teteh
dibelanya salam yang melenguh
dibelai rambutnya tak lagi bermahkota desa
angkung si bocah melagu lagi
si teteh sepi di pembaringan
si bocah mendendang malam,
si teteh mendendam sesal.