Sajak-Sajak Prana Sukmoadji

http://www.lampungpost.com/
Matamu yang Berkabut dalam Senja

dan bagaimana setelah
terhimpit gairah dan lelah
tak bisa terbaca
matamu yang berkabut dalam senja
amarah berkerudung harap
melagukan sejuta tembang kenangan
saat kita bersisian pada deru angin pisau tukang durian
matamu yang berkabut dalam senja
kita pergi bersama
ke sebuah gunung dimana ada legenda
seorang anak jatuh cinta pada ibunya
matamu yang berkabut dalam senja
di sana kabutmu mereda
tinggal sepasang mata
yang kini tak ada lagi cahaya, meski itu senja

(Bandar Lampung, 21 Juni 2009, 05:37 pm)

Tarianku

aku ingin menari bersamamu dalam untaian madu yang bergelayut syahdu di rambu-rambu. berjalan dari hulu ke hilir sampai lelah berakhir. berbincang tentang segala macam kehidupan alam; amarah, dosa, dan cinta.

aku ingin menari bersamamu dalam nada sumbang yang pelan menjadi lembayung kegelisahan.

(Bd.Lampung, 21 Juni 2009, 02:37 pm)

Isak

dalam arus, semua terlihat buram. tarian menjadi tidak bersinggungan. dan, alam berubah pendiam. melarutkan kita pada derasnya lingkaran waktu yang terkurung senja dari balik purnama. aku ingin diam. menari dari isak yang menyenangkan, bersamamu.

(Bd. Lampung, 21 Juni 2009, 12:05 pm)

Arus

maka biarkanlah lelah membawa kita berdua dalam arus yang sama. menjadi tua di tengah kegelisahan siang yang terjepit di ketiak rembulan. menyerupa kerak lumut di bebatuan sebuah sungai pegunungan yang airnya dikomersilkan. maka biarkanlah arus membawa kita berdua dalam kematian yang dipayungi kelelahan.

(Bd.Lampung, 21 Juni 2009, 11:00 am)

Tak Bisa Mungkin

mungkin puisiku tak bisa lagi menari. ketika harapan terus membumbung melebihi batas kewajaran. ah, atau mungkin puisiku malah sudah mati? tatkala kewajaran tak bisa lagi ditembus harapan?

(29 November 2009)

*) Lahir di Jakarta, 3 Januari 1982. Alumnus Ilmu Komunikasi FISIP Universitas Lampung ini aktif menulis di berbagai media dan blog. Saat ini berdomisili di Bandar Lampung.

Leave a Reply

Bahasa ยป