Wanita Dalam Khazanah Kesusastraan Sunda

Djasepudin *
pikiran-rakyat.com

Dalam khazanah sastra Sunda terbilang banyak para pengarang wanita. Namun, wanita pengarang bisa dibilang langka. Dominasi pria pengarang dalam sastra Sunda merupakan sebuah kenyataan tak terbantahklan.

Menurut Duduh Durahman, sejak kemunculan buku Wawacan Rusiah nu Kas?p karya Ny. R.H. Hadidjah diterbitkan Toko Buku M.I. Prawiranata tahun 1922 (cetak ulang Fa. Penerbit Galura 1964) hingga zaman setelah perang, kesusastraan Sunda mengalami kekosongan wanita pengarang.

Kekosongan wanita pengarang dalam sastra Sunda terus berlangsung hingga akhir tahun ?50-an. Baru di tahun ?60-an sastra Sunda mulai diwarnai kehadiran para wanita. Dalam buku Kandjut Kundang susunan Ajip Rosidi dan Rusman Sutiasumarga, para penyumbang tulisannya hampir semua kaum pria. Wanita pengarang hanya diwakili tiga orang, yaitu Tien Wirahadikusumah, Atie W.R., dan Tini Kartini.

Dari tiga wanita pengarang tersebut Tini Kartini terbilang produktif. Carpon (cerpen) karya Tini Kartini telah dibukukan dalam Jurig! (1963), Pas?a (1965), dan Nyi Karsih (1984). Ketiga buku tersebut lalu dikumpulkan dalam Jurig Pas?a jeung Nyi Karsih (2003).

Bila buku Sawidak Carita Pondok (1983, 1986, dan 1992) dijadikan rujukan, sastra Sunda memang miskin dari wanita pengarang. Dalam buku yang cetakan pertamanya diterbitkan oleh PT Mangl? Panglipur dan dicetak ulang oleh CV Rahmat Cijulang itu, dari 60 carpon yang dimuat hanya terdapat enam wanita pengarang.

Keenam pengarang itu adalah Tini Kartini yang diwakili oleh carpon Pam?ran; Aam Amilia carpon Di Cindulang Aya Kembang dan Basisir Siga nu Seuri; Naneng Daningsih carpon Raram?an; Sum Darsono carpon Kutu; Ningrum Julaeha carpon Ieu Jalan ku Taringgul; serta Mumun Munayah yang menulis carpon Kol?c?r.

Dalam antologi carpon Kanagan (2003) yang memuat 41 judul carpon dari 41 pengarang, wanita hanya diwakili oleh 13 pengarang. Yaitu Imas Rohilah yang menulis carpon Cindung Kayas, Tetty Suharti carpon Harga Kasatiaan, Pipiet Senja carpon Dahuan, Poppy Pontiany carpon Lalangs? Peuting, Tetti Hodijah carpon Nu Beunghar, Rhien Candraresmi carpon Nu Datang Kahibaran Layung, Holisoh M.E carpon Bocokok, Madusari carpon M?ga P?rak Di Majingklak, Chye Retty Isnendes carpon Dong?ng?ng Dong?ng Ambu, Fitri Sulastri carpon Asmaranirca, Tien Kustini Maskar carpon B?ni Balakbak, serta Risnawati yang menulis carpon Sabot Ngiuhan.

Berbeda dengan carpon, dalam sajak wanita pengarang masih sedikit bisa bersuara. Dalam buku Sajak Sunda (2007), misalnya. Dalam buku itu midang para wanita pengarang seperti Tien Wiradikusumah, Tini Kartini, Etti R.S., Nita Widya Efsa, Elis Ernawati, Rina Daryani, Chye Retty Isnendes, serta Euis Balebat.

Khusus Etti R. S. penyajak yang lahir di Ciamis, 31 Agustus 1958 ini, telah menelurkan empat kumpulan sajak: Jamparing (1984), Gond?wa (1987), Maung Bayangan (1994), dan Lagu Hujan Silantang (2003). Buku Maung Bayangan beroleh Hadiah Sastra Rancag? 1995.

Kenyataan miskinnya wanita pengarang dalam sastra Sunda makin kentara jika membaca sastra drama Sunda. Hampir tidak ada wanita yang mengarang naskah drama Sunda.

Sedikitnya wanita Sunda yang mengarang karya sastra sesungguhnya menjadi sebuah tantangan bagi masyarakat Sunda, khususnya warga Jurusan Bahasa dan sastra Sunda di Universitas Padjadjaran (Unpad) dan Universitas Pendidikan Indonesia (UPI) Bandung, dua paguron luhur yang masih membuka program studi sastra Sunda, sekaligus dengan peran ideal mempertahankan eksistensi sastra dan bahasa indung, Sunda. Demikian pula dengan berbagai komunitas kesundaan, semisal Komunitas Patrem, Komunitas Sastra Dewi Sartika, serta Paguyuban Panglawungan Sastra Sunda, guna mencari jawabannya.

*) Alumnus Program Studi Sastra Sunda Unpad.