Dante Gabriel Rossetti (1828-1882)

Nurel Javissyarqi
http://pustakapujangga.com/?p=431

Dante Gabriel Rossetti (12 Mei 1828 ? 9 April 1882. Dalam buku M. Taslim Ali, tercantum 1830 – 1894). Meski tidak setenar penyair Dante Alighieri (1265 ? 1321), namun kisah hidupnya patut disuguhkan kini. Adalah anak Gabriel Rossetti, seorang patriot Itali yang menyingkir ke Inggris pada tahun 1824. Berpendidikan King’s College, pemimpin Pre-Raphaelite Brotherhood, yang didirikan bersama Holman Hunt dan Millais. Mula-mula terkenal sebagai penerbit, setelah sajaknya yang terbaik terbit: The Blessed Damozel, kemudian sebagai penyair dan pelukis Inggris. Umumnya sajak-sajaknya bernuansa mistik hayali. The Eearly Italia Poets, ialah terjemahan sajak-sajak para penyair Itali sampai buahpena Dante (1861). Kisah menggetarkan bagi penafsir; “Poem,” sehimpunan sajak yang mula dikubur bersama petimati istrinya. Tetapi kemudian digali kembali, diterbitkan tahun 1870 dan Ballads and Sonnets (1881). Sejak istri tercintainya meninggal dunia, Dante menarik diri menjadi seorang semi petapa.

TIGA BAYANG-BAYANG
Dante Gabriel Rossetti

Kau kupandang, nampak matamu
Dalam bayang rambutmu,

Bagai pelayat melihat kali
Dalam bayang pohon kayu;

Lalu kataku: kalbuku mengeluh,
Wahai, andai boleh menunggu

Di sana, minum puas dan mimpi
Dalam nikmat sepi itu.

Kau kupandang, nampak hatimu
Dalam lindap matamu,

Bagai pencari nampak kencana
Dalam bayang di kali;

Lalu kataku: Wahai! Apatah ilmu
Perebut kurnia kekal itu,

Yang demi gagal, jiwa tantangannya?

Kau kupandang nampak cintamu
Dalam bayang hatimu,

Bagai tukang silam nampak mutia
Dalam limbur lautan;

Aku lalu berkamit, bukan lesu
Terengah, tapi terharu:

Ach, gadisku, kau tahu mencinta,
Dan cintamu bagiku gerangan?

{dari buku “Puisi Dunia,” jilid II, susunan M. Taslim Ali, Balai Pustaka, 1952}
***

Aku lamunkan Dante membongkar kuburan istrinya, demi mengambil sajaknya. Seolah sudah kehilangan jiwa kepenyairan, setelah terbit The Blessed Damozel.

Adakah pertarungan bathin? Antara kekosongan hayat tanpa gairah istri. Lalu melihat kehidupan terus berjalan di hadapannya.

Atau terbangun dari mimpi. Kalau kumpulan sajaknya boleh diambil atas restu sang tulang mayat. Ataukah kesintingan mengeduk yang sejatinya ingin dipendam.

Namun pertarungan di bidak catur kesusastraan menuntutnya tetap hadir, dibawah kepercayaannya mulai musnah, akan gairah penciptaan terbaik dari sebelumnya.

Dunia kepenyairan tak lebih panggung persilatan. Siapa tidak sanggup mengatur strategi, kelak kecewa menjadi petapa linglung seperti dirasa Dante di masa-masa tua.

Mentalnya dihantui dosa, sehingga tak mampu membangkitkan keyakinan. Atau tiada berbakat jadi penyair tulen, yang digariskan sebagai sosok mempuni.

Pengaturan nafas amat penting, demi terus berjalan sampai dituju. Betapa berbakat kuat daya seseorang, tapi jika nanti habis di tengah laluan, separuh kesiaan.

Racun sesal kebuntuan nalar sesak mendalam, derita mengeruknya habis lontang-lantung tiada ketegasan.

Padahal jiwa-jiwa kepenyairan terpantul dari mental tangguh. Kalau bathin layu, lemahlah nafasan karya.

Sebab aturan pernafasan beraura ke dalam kata-kata terserap dari khasana sejarah keilmuan yang terbaca. Selalu bergumul menyimak jagad alit serta besar, di kedalaman diri mengejawantah.

Panjangnya nafas kepenyairan disamping kesungguhan menghujam ke liang lahat. Juga keinginan kuat merekam. Laksana kelana jalan-jalan dilalui, menjadikan referensi kemudian hari.

Bayu menghantarkan pengetahuan melalui pori-pori indrawi, yang ditempa jantung sukma. Materi-materi penampakan menjelma penanda hati.

Kelak mewujud dan ini selalu dilakukan. Sebab terlepas saja, berangkat sedari awal perjalanan.

Ada seraut tuntutan meski dalam payah, maka aturan nafas menentukan. Terpantullah ketabahan mengolah, menyimpan nilai jiwa demi memudahkan berkarya.

Karena kata-kata akan lenyap mudah dilupakan, jikalau tak sigap menyimpan. Namun jika khasana bathin telah dihatamkan, betapa silap perubahan dapat dipastikan muncul di kemudian.

Serupa ketiba-tibaan tetapi bukan. Inilah muasal endapan sungguh dicencang dalam kalbu fikiran, segairah meledak, was-was bergelora kelahiran.

Maka kesempatan mencipta dapat dibangun, tidak harus menanti kabar langit datang.

Membaca puisi Dante Gabriel Rossetti di atas, tampaklah jeli, pada kejadian pembongkaran kuburan.

Keniscaya dilalui demi bertapa. Atau terpuruk tenggelam dalam keinsyafan, akan kelemahan mengatur gairah kepengarangan.

Ada kegamangan di balik kesungguhan tatapan, laiknya nalar meliar dari keteguhan kasih, goda menari-nari se-ruh puisi tidak mudah ditangkap.

Sedang jemari tangan cemas menggayuh kebenaran. Atau keraguan aneh memancarkan keyakinan berfikir, seperti memandang kebun jagung melalui jendela.

Lukisan terindah kenyataan, namun realitasnya tidak mudah diungkap semua orang.

Dante terjebak kelambu, seluruh pancaindranya mengunyah pesona sajak, namun jasadnya kaku atas faham dosa mengusik kuburan.

Hanya diam batu jika orang tanya perasaannya. Atau belum sampai mereka bertanya, ada tabir melingkupi hingga berat ditanya.

Kepercayaan dibebankan kenangan iman belum tuntas, mendiami bayang-bayang ruhaniah puisi belum terjadi. Manakala lebur, dalam keinsyafan memaknai berlebih.

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *