Judul : ZALZALAH:Biarkan Cinta pada Akhirnya
Penulis : Masdhar Z
Penerbit : Semesta (Kelompok Pro-U Media), Yogyakarta
Tahun Terbit : 2009
Tebal : 325 Hlm
Peresensi : Denny Mizhar*
Perkembangan sastra relegius yang mengangkat tema agama ataupun hanya latar agama mengejala ketika novel ayat-ayat cinta beredar. Dibarengi dengan banyak munculnya penulis-penulis lahir dari pesantren, mereka banyak mengungkap pengalaman atas realitas yang di diaminya untuk diungkapkan dalam bentuk fiksi. Entah kisah sebuah semangat akan masa depan, atau hanya sekedar kisah cinta.
Begitu halnya novel yang ditulis oleh Masdar penulis yang beraktivitas di kota Malang, mengangkat latar pesantren dengan segala kehidupannya. Zalzalah sebuah novel yang mengajak pembaca menelisik kehidupan pesantren dari makan, tidur, pola pendidikan, serta ibadah-ibadah yang ada.
Bermula dari kisah Milati seorang gadis muda telah lama hidup dipesantren yang sekaligus panti asuhan. Melati adalah yatim piatu sejak kecil hidup dalam pesantren tersebut hingga dia mengabdikan diri pada yayasan yang telah membesarkannya. Sama halnya dengan Syaqib sahabat Milati dipesantren tersebut. Milati dan Syaqib sangat dekat, mereka berdua sama-sama mengerti kebiasaannya. Tetapi kehidupan pesantren yang mengedepankan ajaran Agama Islam, siapapun yang bukan mukhrim tidak boleh melebihi batas dalam bergaul (h.19). Melati dan Syaqib mendapat teguran hingga mereka membuat jarak diantaranya akhirnya.
Kisah dalam Novel Zalzalah ini menarik ketika kedatangan anak pengasuh pesantern dari studinya di Yaman. Pemuda yang tampan menggegerkan penghuni pesantren terutama santri perempuan yang beranjak dewasa serta para ustad yang masih belum punya pasangan. Beruntunglah Milati karena kedekatannya dengan pemilik pesantren hingga dia diajak menjemput anaknya dari bandara. Semua bertanya pada Milati bagaimana anak laki-laki Kyai pemilik pesantren tersebut.
Syaqib yang menaruh hati sejak awal pada Milati merasa tersingkirkan dalam hidup Milati. Walaupun Milati masih manganggap sahabat. Misas nama anak Kyai pemilik pesantren tersebut juga lama kelamaan menaruh hati pada Milati. Dengan gaya kehidupan pesantren Masdar mengemas kisah penaklukan Misas pada Milati. Melewati surat Misas mengunkapkan rasa hatinya pada Milati.
Seakan kita dibawah pada kisah cinta tempo dulu, surat adalah media menarik untuk saling bertukar perasaan. Syaqib sahabat Milati yang menaruh hati padanya semakin gusar atas perasaanya. Apalagi ketika Misas menitipkan surat untuk Milati padanya. Tak mampu melakukan dia pun menitipkannya kembali pada tukang masak di pesantren tersebut (h.93). Hal yang biasa kita temui dalam pesantren jika saling titip menitip surat dan sembunyi-sembunyi agar tak ketahuaan Kyainya. Walaupun Misas adalah anak Kyai dia tidak berani mengungkap terang-terangan persaannya tersebut.
Dengan sedikit dibubuhi narasi-narasi puitis Novel ini mengajak bermain-main keromantisan perasaan cinta dua anak manusia. Masdar mengajak pembacanya untuk menunggu dan terus menunggu bagaimana kelanjutan kisah Milati dan Misas.
Hingga pada suatu hari Misas terpukul atas perjodohan yang dilakukan oleh abahnya yakni meminang putrid Kyai Syafi? dari Kediri. Begitupun Milati merasa terpukul atas rencana yang dilakukan oleh Kyainya yang sejak kecil mengasuh dirinya hingga tumbuh besar dan mengerti sedikit banyak tentang agama. Ketabahan tampak dari Milati walupun rasa cinta yang menderuh tertahan akibat sebuah balas budi yang dilakukan oleh Kyainya (h.139).
Kadang kita merasa bahwa balas budi tidak bisa dirupakan dengan apapun, sama dengan kita menolong orang yang telah menolong kita. Apapun yang kita punya akan kita berikan semua. Sakit hati terabaikan, rasa sungkan mengambang. Hal tersebut yang dialami oleh Milati.
Dalam Novel ini tokoh Milati harus rela berbohong demi balas budi dan menyenangkan orang yang menolongnya, ia mengorbankan cintanya. Sampailah pernikahan Misas dengan Hurin seorang gadis buta tetapi tidak kalah dengan Gadis normal untuk pemahaman agama dan hafalan al-quran. Tidak heran jika pesantren memiliki tardisi untuk jodoh menjodohkan. Di sinilah awal Gunjangan hati yang disebut Zalzalah oleh Masdar bermula.
Penulis tetap membawa pada rasa penasaran atas rasa cinta dua anak manusia yang mengelora antara Misas dan Milati. Di guncang-guncang terus dengan puisi-puisi yang juga banyak berserak dalam novel tersebut, serta surat-surat cinta yang romantis. Menguras air mata, menstimulus detak jantung, menguapkan kesediaan.Hingga akhirnya berujung pada maut yang tidak terkendaki melengkapi kata zalzala sebagai kisah penutup atas terjadinya gempa di Jogja dengan kematian Milati yang membawa cinta Misas. Cinta sejati, mungkin itu yang diharapkan oleh Milati hingga dia banyak mengorbankan diri, serta balas budi yang menjadikan ia menderita.
Novel Zalzalah: biarkan cinta pada akhirnya, banyak memberi refrensi dialek-dialek bahasa arab serta bahasa daerah dengan catatan kaki sebagi penuntun pembaca untuk mengerti arti dari dialek-dialek tersebut. Pesantren di daerah Nganjuk, Kediri serta Jombang terpotret dalam latar novel karya Masdar misalnya Pondok pesantren Nurul huda Pare, Lirboyo Kediri, Pondok Tebu Ireng Jombang, Pesantren Ilmu Al-Quran Malang. Tidak ketinggalan puisi-puisi juga menyapa pembaca getir, senang, sedih dimunculkan menjadi pemanis jalan cerita (h.291). Sebagai teman santai sambil mengingat kisah cinta masa lalu bagi alumni pesantren, serta sedikit pengetahuan tentang pesantren bagi yang tidak pernah menyinggahinya, Novel Zalzalah menarik untuk dibaca. Selamat Membaca.
*) Koordinator Divisi Pengkajian Sastra-Budaya Center For Relegiuos and Social Studies (ReSIST) Malang, Pegiat Komunitas Sastra-Budaya Lembah Ibarat Malang, Pegiat MOZAIK Comunity Malang.