Budhi Setyawan
http://budhisetyawan.wordpress.com/
Tanggal 24 ? 26 November 2008 saya ada acara dinas di Medan. Sebelum berangkat, saya telah memberitahukan kepada 2 penyair Medan yang sebelumnya pernah bertemu di TIM Jakarta yaitu Hasan Al Bana dan Suyadi San. Saya tiba di Medan hari Senin sore sehingga tidak ada agenda dinas dan langsung ke hotel. Saya dan rombongan menginap di Hotel Inna Dharma Deli. Hotel lama dan kamar sederhana.
Malam itu saya bersama tim dinas hanya makan rujak di Medan Plaza dan sea food di belakang Hotel Best Western. Di sela sela makan sea food, ada telepon masuk dari teman di komunitas Pasar Malam yaitu Nina. Karena di tempat makan suasana sangat gaduh, saya tidak mengangkat telepon itu. Lewat pesan singkat, dia bilang bahwa juga sedang ada di Medan berkaitan dengan pekerjaan kantornya. Akhirnya saya menemuinya sebentar di tempatnya menginap di Hotel Tiara. Kami hanya mengobrol singkat di lobi karena waktu telah malam, sekitar pukul 21 lebih. Saya juga tak tahu mengapa kalau di daerah atau kota kecil (pokoknya bukan Jakarta), waktu seperti cepat malam.
Hari Selasa setelah urusan kantor selesai dan beli oleh-oleh berupa bika ambon dan bolu, pukul 16.30-an saya ke Taman Budaya Sumatera Utara untuk bertemu penyair-penyair Medan. Dan akhirnya saya bertemu dengan banyak penyair Medan antara lain: Suyadi San, Hasan Al Bana, M Raudah Jambak. Djamal, S Ratman Suras, Afrion, Antilan Purba, Ardani. Beberapa saya lupa namanya, juga beberapa aktivis FLP Sumut dan pemain teater di TBSU. Rupanya Suyadi San telah menyiapkan semacam acara diskusi dengan adanya kedatangan saya di Medan. Itu terasa sangat mengakrabkan. Dan saya merasa terharu. Meskipun saya agak sedikit kikuk, karena saya mesti menyampaikan semacam riwayat perjalanan selama ini, mengapa memilih sastra dan proses kreatifnya. Mengapa saya kikuk? Karena saya merasa kurang bisa menyampaikan dengan bahasa sastra. Saya merasa hanya mengikuti kata hati yang mencintai dunia seni, seperti seni lukis, musik dan termasuk sastra. saya juga bilang bahwa buku puisi yang saya terbitkan berisi puisi puisi yang sederhana atau malah bisa dibilang draft/bakal puisi. Itu semua saya terbitkan secara spontan, tanpa editor dan pada masa saya belum berkenalan dengan banyak penulis/penyair serta kurang mengetahui seluk beluk dunia penerbitan. Komunitas diskusi sastra juga saya tak punya.
Saya ingat dan katakan waktu itu, bahwa saat acara peluncuran buku puisi saya Sukma Silam di PDS HB Jassin bulan Desember 2007, banyak penyair atau penulis yang mengkritik buku saya banyak kekurangannya. Dan ada seorang penyair yang mengatakan bahwa puisi-puisi dalam kumpulan itu tidak memuat apa-apa, tidak menyampaikan apa-apa. Pada saat itu saya juga dalam hati bertanya-tanya: apakah benar semua puisi saya tidak menyampaikan apa-apa? Namun semua masukan menjadi bahan instropeksi bagi saya. Dan setelah itu saya banyak membaca puisi penyair-penyair tua dan juga penyair muda. Dalam hati saya bilang, saya harus belajar! Dengan adanya dinas luar kota, saya manfaatkan untuk silaturahmi dengan penyair di kota yang saya kunjungi. Dan biasanya saya diberikan buku puisi yang memuat puisi-puisi mereka. Dan biasanya saya akan baca ketika di bandara, stasun atau di perjalanan. Saya baru tahu ternyata banyak penyair-penyair daerah yang menulis puisi dengan begitu dahsyat. Salam kreatif. Majulah Sastra Indonesia.