Ditemukan, Candi Hindu Abad Ke-14
Made Geria
”ADA mutiara yang terlupakan di keheningan Danau Beratan,” ungkap I Gusti Rai, seorang tokoh masyarakat Candi Kuning, Baturiti, Tabanan, mengibaratkan tinggalan arkeologi yang ada di wilayahnya. Ia yang telah mengabdikan separuh hidupnya untuk pariwisata ini merasa prihatin atas kondisi daerahnya.
Hal ini dibenarkan Bendesa Adat Candi Kuning Made Susila Putra, Spd., yang gigih memperjuangkan agar tinggalan arkeologi yang ada di wilayahnya semua bisa teridentifikasi dan diketahui oleh masyarakat luas. Upaya yang dilakukan salah satunya adalah mengundang instansi Balai Arkeologi Denpasar untuk mengadakan survei di kawasan ini.
Dengan dipandu Jro Mangku Alit Bangah, ternyata apa yang diibaratkan mutiara memang benar adanya. Tim Arkeologi menemukan sejumlah tinggalan arkeologi yang berserakan di perkebunann masyarakat seperti lingga, arca budha, fragmen arca perwujuan dan sejumlah komponen bangunan candi.
Memperhatikan kenyataan ini, Kepala Balai Arkeologi Bali, NTB, NTT, Drs Wayan Suantika, pada akhir November 2009 selama 10 hari menerjunkan tim peneliti bekerjasama dengan masyarakat serta Camat Baturiti, AA Gede Dalem Trisna Ngurah S.Sos., mengadakan observasi awal di Pura Puncak Candi Mas, Desa Candi Kuning, Baturiti.
Di areal pelinggih utama di bawah pohon beringin ditemukan gundukan tanah dan sejumlah tinggalan arkeologi yang disucikan masyarakat antara lain lingga yoni berukuran besar, arca ganesa, arca pancoran, muka arca dan sejumlah komponen bangunan candi seperti menara sudut, kemuncak candi, simbar dan sejumlah komponen perbingkaian (pepalihan) bangunan candi.
Pemujaan ?iwa
Banyak warga di sana terkesima dengan temuan ini. Mereka tidak menyangka di wilayahnya kaya akan tinggalan arkeologi. Berdasarkan temuan permukaan ini, peneliti Balai Arkeologi menindaklanjuti dengan mengadakan ekskavasi di lokasi gundukan yang sebelumnya dicurigai struktur bangunan. Ternyata setelah digali, ditemukanlah struktur bangunan candi.
Bangunan ini diperkirakan berasal dari abad ke-14 karena memperhatikan sejumlah komponen yang ditemukan memiliki kemiripan dengan candi yang sezaman ditemukan di Bali. Kendati demikian, ada kekhasan khusus yang dimiliki candi ini seperti bagian kemuncak dan hiasan sudut yang unik.
Penanggalan ini diperkuat pula dengan temuan kronogram di rumah penduduk dekat pura. Kronogram merupakan penanggalan tahun yang ditulis menggunakan simbol atau gambar seperti yang ditemukan berupa batu pahat yang menggambarkan ikan, kaki, bunga dan matahari yang melambangkan angka tahun 1291 ?aka atau 1369 M (abad ke-14 M).
Candi ini merupakan candi Hindu yang memiliki latar belakang pemujaan terhadap Dewa ?iwa karena tinggalan arkeologi yang ditemukan dominan merupakan simbol pemujaan ?iwa. Seperti Ganesa dalam panteon Hindu disebutkan sebagai putra ?iwa, arca Nandini sebagai wahana Dewa ?iwa. Lingga yoni sebagai simbol pertemuan purusa dan pradana sekaligus perlambang kesuburan juga merupakan media pemujaan terhadap Dewa ?iwa.
Faktor Alam
Bangunan candi ini memang ditemukan sudah dalam kondisi tidak beraturan, rusak parah akibat faktor alam terutama akibat akar pohon beringin yang membelit dan mengangkat bangunan ini sehingga tampak sejumlah komponen struktur tersangkut pada pohon. Banyaknya akar pohon beringin yang menutupi struktur candi ini menyulitkan tim dalam mengadakan ekskavasi.
Struktur yang masih utuh tersusun diduga hanya pada bagian kaki dan dasar badan candi. Menurut keterangan dari mantan Bendesa Adat Wayan Sadra, reruntuhan bangunan ini jatuh ke arah selatan kemudian dinaikkan dan dibuatkan pagar keliling atau tembok penyengker. Posisi dasar tembok yang dibangun langsung disusun dari struktur yang lama.
Denah bangunan candi berbentuk segi empat dengan ukuran 5×5 m. Bidang tengah yang diduga bagian ruangan candi berukuran 2×2 m. Ditemukan sejumlah batu berukuran agak lebar dan tebal pada setiap sudut yang diduga fungsinya sebagai penguat konstruksi dasar dari dinding candi. Batu yang ditemukan di sudut tenggara menampakkan bekas pahatan menyudut yang diduga difungsikan sebagai tempat komponen sudut.
Posisi pintu masuk ditemukan pada sisi timur dengan ukuran relung pintu 90 cm, serta pilaster sisi pintu lebar masing-masing 50 cm. Berdasarkan kompilasi terhadap sejumlah komponen bangunan candi yang ditemukan, maka dicoba untuk merekonstruksi perbingkaian pada bagian kaki candi. Dari susunan perbingkaian kaki candi diketahui tinggi kaki candi diperkirakan 1 meter. Besaran tinggi kaki candi ini dapat dipakai sebagai acuan untuk mengetahui tinggi candi secara keseluruhan.
Menurut kitab Manasara yang membahas tentang beberapa patokan perancangan bangunan candi, jika diketahui kaki candi memiliki ketinggian 1 meter, maka tinggi bangunan (T) dibagi dalam 8 bagian, di mana tinggi bagian kakinya (Tk) adalah 1 bagiannya, atau 1/8 T. Jadi, tinggi bangunan candi diperkirakan 8 m.
Konstruksi badan candi belum diketahui jelas karena struktur yang masih bisa diamati hanya pada bagian dasar badan dan kaki candi. Walaupun demikian, kuat dugaan candi ini merupakan susunan batu karena di beberapa sudut ditemukan batu berukuran tebal dan lebih lebar dari batu yang lainnya, diduga merupakan material dasar dinding candi yang fungsinya sebagai konstruksi penahan beban dari dinding candi.
Ragam Hias
Bukti lainnya, ditemukan batu yang berukuran besar dalam jumlah banyak yang diduga merupakan material yang dimanfaatkan untuk konstruksi dinding. Ketebalan dinding diperkirakan 40/50 cm.
Pun kondisi struktur bagian atap candi, belum diketahui jelas bentuk dan konstruksinya. Namun, dari sejumlah komponen atap yang ditemukan, teridentifikasi bangunan ini menggunakan konstruksi atap susunan batu seperti Candi Wasan, Sakah, Gianyar.
Komponen tersebut antara lain berupa patung muka manusia. Patung ini diduga ditempatkan pada bagian atas relung pintu masuk bangunan candi seperti penempatan kala makara yang terlihat di sejumlah bangunan candi di Jawa seperti Candi Kidal, Candi Jawi, Candi Sawentar, dan Candi Sumberjati. Penempatan ragam hias ini dapat juga dibandingkan dengan miniatur candi di Pura Puncak Sangkur, Baturiti, yang menggunakan hiasan kala makara di atas relung pintu masuk.
Komponen ragam hias lainnya berupa ukiran pada pelipit mistar bagian bawah atap candi. Penempatan model komponen seperti ini dapat dilihat pada bangunan Candi Merak, serta dapat pula dibandingkan dengan relief yang ada di Candi Borobudur.
Komponen ukiran di Pura Puncak Candi Mas ini ditemukan dalam tiga macam ukuran — besar, menengah dan kecil. Diduga perbedaan ukuran ini disebabkan oleh posisi penempatannya yang disesuaikan dengan tingkatan susunan atap. Juga temuan komponen menara sudut memiliki tiga jenis ukuran yang diduga penempatannya disesuaikan dengan tingkatan atap candi.
Bentuk menara sudutnya sangat sederhana, ada yang menyerupai lingga dan bagian dasarnya menggunakan motif ukiran, ada juga yang motifnya polos dan bentuknya menyerupai buah labu. Komponen menara sudut ini bukan saja ditemukan di pura Puncak Candi Mas, juga di sekitar rumah penduduk. Jika dibandingkan, komponen sudut bangunan candi ini memiliki kemiripan dengan Gunung Kawi, atau Candi Gedong Songo, Jateng.
Sedangkan hiasan kemuncak yang menyerupai lingga dapat dibandingkan dengan hiasan kemuncak bangunan candi Sumber Awan Jawa timur, dan Candi Sewu Jawa Tengah.
Balai Arkeologi Denpasar