Tragedi atau Komedi, Semua Lucu Belaka

A.S. Laksana *
jawapos.co.id

ANGELA Olive Carter, penulis Inggris abad ke-20, saya kira layak dipercaya ketika mengatakan bahwa tragedi pada seseorang adalah komedi bagi orang lain. Teman-teman masa kecil saya tertawa terpingkal-pingkal ketika saya gedandapan menghalau bola yang ditembakkan ke pojok gawang yang saya jaga dan kepala saya benjut membentur tiang.

Bertahun-tahun kemudian, keadaannya berbalik. Saya yang kesulitan menahan ketawa ketika melihat seorang ibu gendut naik becak dan becak itu terjungkal. Abang becak terangkat dan terlempar dari sadelnya. Dia terlalu kurus untuk menahan rezeki kelas berat yang hari itu didapatkan.

Saya berpura-pura tidak melihat kejadian yang berlangsung di pangkalan becak itu. Namun, saya tetap memperhatikannya diam-diam dari tempat yang agak terlindung. Tidak enak kalau si ibu melihat saya tertawa. Dia tetangga sebelah yang hampir setiap hari saya lihat. Tukang becak tampak agak kikuk oleh kejadian itu. Tapi, dia tidak tertawa. Si ibu bangkit lagi, naik lagi dengan lebih berhati-hati, dan dia melakukan semuanya seolah-olah tidak pernah terjadi apa-apa padanya.

Anda boleh menggarisbawahi frasa ini: ”seolah-olah tidak pernah terjadi apa-apa”. Ia akan kita bicarakan lagi nanti. Anda tahu, bersikap seolah-olah tidak terjadi apa-apa adalah salah satu jurus untuk mengatasi rasa malu. Saya kira, hal yang sama akan Anda lakukan sekiranya suatu saat, semoga tidak terjadi, ubun-ubun Anda terbentur pintu angkot karena Anda kurang hati-hati ketika naik angkutan umum tersebut.

Orang-orang lain di dalam angkot akan berpura-pura tidak melihat dan Anda akan berlaku seolah-olah tidak terjadi apa-apa. Untuk mempertahankan sikap ”seolah-olah tidak terjadi apa-apa”, Anda akan duduk begitu saja tanpa menggaruk atau mengelus atau memegang kepala Anda, meskipun Anda sangat ingin menggaruknya.

Bahasa Inggris mempunyai kosakata yang memadai untuk situasi yang bikin kikuk dan malu semacam itu, yakni farce. Farce, kata dramawan Inggris Edward Gordon Craig (1872-1966), adalah esensi pertunjukan. ”Jika diperhalus, kita akan mendapatkan komedi kelas tinggi,” katanya. ”Jika dibrutalkan, kita akan mendapatkan tragedi.”

Berangkat dari pernyataan Edward tersebut, saya ingin bilang bahwa jika Anda tertarik menulis dan Anda memiliki kecenderungan untuk menggarap komedi atau tragedi, bersyukurlah bahwa sumur inspirasi Anda tak akan pernah kering. Di tanah tempat Anda berpijak, Anda bisa memungut apa saja dan memperhalusnya untuk dijadikan komedi atau membrutalkannya untuk dijadikan tragedi.

Apalagi jika Anda terobsesi untuk menciptakan komedi atau tragedi di seputar dunia politik dan kekuasaan. Setiap Anda bangun tidur, bahan-bahan itu datang sendiri kepada Anda seperti banjir bandang yang bisa membuat Anda sendiri kewalahan.

Sebab, dunia politik kita memang serupa dengan mesin yang terus-menerus memproduksi farce, situasi edan ketika segalanya berlangsung meleset dan penuh kepura-puraan. Bacalah koran Anda setiap pagi (atau bacalah judul-judul beritanya saja jika Anda enggan membaca atau tontonlah televisi Anda seharian jika Anda sama sekali ogah membaca), dan Anda akan menjumpai berbagai farce. Hanya, jika Anda tidak mempunyai tujuan tertentu, misalnya menggali inspirasi, Anda harus pandai-pandai menjaga pikiran Anda agar tidak kocar-kacir di tengah kepungan situasi edan tersebut.

Mari kita lihat beberapa farce itu. Setelah selesai kerja Pansus Century, kita menyaksikan kasus demi kasus dimunculkan ke permukaan. Kini, kita mendapat berita tentang para politikus, terutama dari fraksi-fraksi pendukung opsi C (ada masalah dalam penalangan Bank Century), yang kasus-kasusnya diangkat dan digeber.

PDIP menyumbang 19 kadernya untuk diperiksa KPK karena menerima suap untuk memastikan terpilihnya Miranda Goeltom sebagai deputi gubernur senior BI. Itu sebenarnya kasus yang sudah lama dilaporkan Agus Condro, salah seorang penerima suap. Tapi, penanganannya tertunda. Dari kubu PKS, ada Misbakhun yang L/C-nya dipersoalkan.

Dari kubu Golkar, ada sejumlah kasus yang sudah dimunculkan dan saya kira masih ada kasus-kasus lain yang potensial dimunculkan. Dari kubu PPP, ada Endin Sofihara dengan kasus suap dan Bachtiar Chamsyah, mantan menteri sosial, yang terimpit kasus impor sapi serta pengadaan mesin jahit. Itu pun masih belum cukup. Kabar terakhir, Bachtiar terbelit sarung. Sebuah tragedi atau komedi? Terserah Anda. Sebab, Anda bisa menjadikannya apa saja.

Sejauh ini, belum muncul kasus berarti yang melibatkan politisi Partai Demokrat (saya kira mereka justru dalam posisi mengidentifikasi kasus-kasus politisi partai lain yang memungkinkan untuk diangkat ke permukaan). Kedua kolega mereka sesama pemilih opsi A (tidak ada masalah dalam penalangan Bank Century), PAN dan PKB, dalam posisi adem-adem saja.

Beberapa waktu lalu ada juga kasus yang melibatkan dua politikus Partai Demokrat. Tapi, itu kasus perselingkuhan yang diselesaikan dengan pernyataan petinggi partai bahwa keduanya sudah menikah siri. Kasus tersebut berhenti. Dua orang yang konon sudah menikah siri tentu saja boleh melakukan tindakan yang oleh publik tampak seperti perselingkuhan, bukan? Kalau masih ada kelanjutannya, paling-paling itu akan menjadi drama rumah tangga.

Saya sesungguhnya tidak peduli bahwa kasus-kasus tersebut digeber mungkin karena Partai Demokrat sakit hati atas hasil voting kasus Century. Bagi saya, dengan motif apa pun kasus tersebut dimunculkan, motif itu tidak lantas menggugurkan kejahatan yang telah dilakukan. Yang patut kita cemaskan justru jika terjadi sebaliknya. Yakni, sekiranya Partai Demokrat bisa secara elegan meyakinkan partai-partai lain untuk satu suara dengannya dan hubungan di antara seluruh partai berlangsung harmonis, kasus-kasus tersebut mungkin tidak akan dimunculkan.

Mengingat kemungkinan semacam itu, saya (mungkin juga Anda) lebih suka berharap akan ada banyak orang yang sakit hati dan kemudian melakukan ”tindakan heroik” untuk mengungkapkan kasus apa saja yang layak diketahui publik. Terus terang, saya berharap ada banyak orang seperti Susno Duadji yang sekarang sedang memerangi institusinya dan memberi kesaksian yang berharga bagi publik.

Anda tahu, di samping kejaksaan, kepolisian sejauh ini merupakan institusi yang sangat mengkhawatirkan karena kemampuannya menyelewengkan kekuasaan di dalam genggamannya. Saya kira, kepolisian adalah institusi yang nyaris sepanjang waktu memproduksi farce.

Beberapa yang sangat lucu terjadi belum lama ini. Misalnya, ia menangkap Minah (55 tahun) dan membawa perempuan tua pemetik tiga butir kakao tersebut ke pengadilan. Ia menangkap Manisih, janda dengan dua anak yang mengumpulkan randu sisa-sisa panen sebuah perusahaan, dan membawanya ke pengadilan untuk menghadapi tuntutan tujuh tahun penjara. Ia menangkap Chaerul Saleh, seorang pemulung, dan merekayasa orang itu menjadi pemilik narkoba. Ia, institusi kepolisian, juga sering salah tangkap.

Dan Susno, orang yang beberapa waktu lalu tampak sebagai pecundang di mata publik, kini malih rupa menjadi seorang ”Rambo” yang sendirian memerangi kebobrokan. Mungkin ada motif politis di balik kesaksian Susno -mungkin presiden memerlukan alasan untuk merombak personel-personel kunci di kepolisian dan kesaksian Susno diperlukan sebagai pintu masuk. Tapi, apa pun alasannya, saya kira publik perlu tahu bagaimana makelar kasus bekerja di tubuh kepolisian dan bagaimana kasus-kasus direkayasa.

Nah, setelah beberapa contoh di atas, di mana para tersangka mula-mula akan selalu bersikap seolah-olah tidak terjadi apa-apa (sama seperti ketika ubun-ubun Anda kebentur pintu angkot), keputusan selanjutnya ada pada Anda sendiri: apakah hendak menulis tragedi atau komedi. Keduanya bisa sama lucu dan sama tragisnya.
***

*) Cerpenis, beralamat di aslaksana@yahoo.com

Leave a Reply

Bahasa ยป