Puisi-Puisi Hamdy Salad

WAKTU DOA DI PAGI BUTA

Waktu doa di pagi itu, di antara lumut hijau yang beku
aku terbangun dan gagap, kata-kata jadi lenyap
tak ada lidah untuk bertanya pada segala
kenapa gempa dan ombak itu bergolak
menangkup rahasia el-maut di tengah kota

Lalu aku berenang di sela batu karang
mengembangkan sirip waktu dan kesaksian
seperti ikan mencari cahaya di tengah gelombang
ketika air garam mengencangkan otot-ototnya
menjalarkan rasa perih ke seluruh tubuhku
sampai aku tak berdaya di gigir pelabuhan
mendengar gema adzan dari pucuk pepohonan

Dan subuh telah berpisah dengan matahari
gelegar badai menggulung perkampungan
juga lembah dan daratan di sepanjang pantai
berjuta luka menjerit dalam kegaduhan
jiwa-jiwa mengukuh di antara benda yang rubuh
lalu berdiri dan berdoa untuk terakhir kali

O laut biru, sungai biru
dzikir air yang mengalir
bawalah syahadat kami
menuju langit Yang Tinggi

Begitu cepat, serupa kilat menembus gelap
kematian berguling dari lantai ke dinding
jasad-jasad berbaur dengan lumpur
mengaduk rasa pilu di bumi subur
cinta, derita dan airmata
membawakan mawar pada semua
sampai cahaya kembali bersinar
di atas kubah dan menara

Masih adakah tasbih laut-mu
untuk mengenang doa terakhir di pagi itu?

2005

WAKTU API MEMBAKAR RINDU

Engkau api dan hujan di musim semi

Waktu api membakar rindu
separuh tubuhku jadi belerang
arwah cinta bangkit kembali dari kuburan
mengirim bangkai para pengkhianat
dalam tengkorakku, dada merah jambu
jenjang leher angsa penuh bulu
menari bagai panas tanpa bayangan
meremuk daging dan tulang nafsu
antara tidur dan mimpiku

Engkau api dan hujan di musim semi

Waktu hujan menyiram rindu
separuh tubuhku menjadi ladang
tempat bersemi segala pujian
tak ada cinta yang berjamur di dada
kalimat tanpa jasad, pohon dan bunga
mencari jejak semesta di tengkukku
daun-daun menghijau dalam keemasan
menanggalkan duri dari tangkainya
antara hidup dan matiku

Engkau api dan hujan di musim semi
matamu kilat menembus dinding batu
keringatmu parfum sepanjang hari
separuh jiwaku menjadi abu
separuhnya lagi jadi tanaman

2006

LAYAR KOSONG

Aku mati jadi mineral
ruh pun berlayar
menuju ke tempat asal

Kecapi abad tak terdengar lagi
lenyap segala dalam riuh dunia
bangkai-bangkai babi
sejarah satu mata
jadi beban di bumi

Anak bangsa bermimpi
terbang tanpa sayap
munuju ke langit tinggi
melintasi gugusan asap
pulau-pulau dan hutan api
mencari jejak katulistiwa
dalam neraka lima benua

Layar kosong
kata-kata gosong
penyair pergi
menyusur kolong
di negeri sendiri

Rubuh kota dalam gempa
raga dan jiwa berpelukan
mencari silsilah keabadian

2006.

Leave a Reply

Bahasa ยป