SAJAK BUAT JEMEK SUPARDI
Kota bisu. Semua berjalan tak jelas
Dan isyarat makin menebalkan rahasia
Jalanan kuyup oleh laju sandiwara
Tak ada yang perlu ditangisi sebab semua
Harus dicintai. Sebab semua harus dilawan
Dengan bahasa yang ada. Apa pun
Langit diam. Sementara tanah mengabarkan
Rencana tentang hari depan selanjutnya
Mungkin dengan kebisuan dan isyarat lainnya
Dewadaru, 2002
INFUS
Dalam sebotol infus, ibu, bahasa manusia adalah
Memaknai tubuh satu-persatu
Diurai sambil mengingat doa-doa masa kecil
Kupikir yang menetes itu bukan air mata
Dari matamu, bukan keringat malaikat, atau
Darah keturunan-keturunan. Barangkali kalau aku
Boleh mengandaikan, semacam tetas gerimis
Di genteng yang dulu pernah
Kutampung dalam baskom lalu kubawa masuk
Ke kamar dam sebuah perahu kertas yang
Lama kusiapkan keletakkan di atasnya
Ibu, lalu kita berperahu
Di sela tetes-tetes gerimis, “Lihatlah itu.
Dataran jauh itu, kita bakal ke sana menjauhi
Pulau sakit ini!”
Ah, di antara mekar teratai, bunyi rintik-rintik itu,
Akan kita lewati hilir dan muara yang sempit
Mungkin menyakitkan
Tapi dokter bukan tuhan. Ia baru
Berjalan ke ruang ini sambil menjinjing
Perahu, dua batang dayung bersama perawat-perawat
Cantik mirip peri yang semalam kuimpikan
RSUD Wonosari, 2003
SORE
Bau sore hari. Angin malas-malasan mengirim
Sentuhan. Puteri malu beberapa menit lalu
Menutup pintu jendela. Kunang-kunang
Menyalakan lampu dan menyiapkan kayu-kayu
Pediangan bagi siapa pun pemburu selimut
Dan kesunyian
Kau jangan menatapku seperti itu, katamu
Dan kamu, sesore ini selalu saja membuntuti
Matahari. Angslup bersama awan-awan merah
Yang berarak, dan selalu tak bisa berteman akrab
Dengan kelelawar dan gagak
Hei, sebaiknya kamu tinggal di sini
Sebentar saja. Diam melagukan bunga rumput
Yang mulai menggigil, atau membaca sajak
Tentang malam dan kegelapan
Yakinlah, aku tak bakal cemburu sebab kau
Sama cantiknya bila kubandingkan dengan
Seru muadzin yang selalu mengusirmu
Bau tubuhmu. Cukup kuat seperti keringat
Birahi. Itu mengajarkan senja
Untuk tidak lupa pada berjuta sajak
Yang menulisnya
Dewadaru, 2003