sastrakarta.multiply.com
ODE BUAT SULTAN
Untuk Sri Sultan Hamengku Buwono IX
Ada seorang anak lelaki kecil yang menangis
ketika sore hari harus kembali ke pondokan
jauh dari teduhnya pohon Keben
jauh dari sembah sujud para abdi dalem
Matahari terbenam di sudut jagad paling barat
rona emasnya menimpa wajah sendu tanpa senyum
penuh sejuta harap, memutar waktu berlari cepat
hingga tujuh hari laju melewat
hingga gerbang megah ada lagi di depan mata
bersimpuh sujud di hadapan ayahanda
Betapa beratnya rindu menggumpal di kalbu
seorang anak lelaki kecil yang memandang dunia:
masih begitu lugu
seorang anak yang tidak pernah sadar bahwa: suatu saat
mata dan telinga tertuju padanya
mengharap ia mengiyakan segala
mengharap tangan membubuh tanda
demi kelangsungan dinasti
demi kelangsungan perjalanan sejarah suatu negeri.
Seorang anak kecil memandang ke barat ketika mentari
sudah tidak lagi terlihat
terngiang lagi kata ramanda bahwa bukan karena ketiadaan kasih
ia dibesarkan di luar kemegahan tahta
namun untuk mempersiapkan diri menghadapi masa yang lebih
besar, di mana ia tegak dan tegar
berkata bahwa: pendidikan Barat tidak mengubah pandangan
hidupnya sebagai seorang Jawa
Seorang anak lelaki kecil berdiri tegak
tidak ada lagi sisa sembab di sudut mata
yang ada adalah pengertian dan kepasrahan
bahwa kepentingan pribadi harus dikurbankan
untuk sesuatu yang sakral dan agung
menggenapi himbauan nenek moyang terbaring istirah panjang
untuk tegaknya suatu bangsa merdeka
kelak bila waktunya tiba.
Jakarta, Januari 1989
BERAWAL DARI CAHAYA
Lepaskan pandang ke arah surga
di mana kedamaian itu ada
dan kita dapat tidur tanpa berjaga-jaga
tanpa takut bila ada seruan serigala
siap merobek dengan taringnya
yakinlah ada pintu yang selalu terbuka
dengan wangi yang tak termata indra
dengan kesejukan yang melenakan udara
dengan pujian yang berkumandang memenuhi aroma jiwa
tanpa takut ada pedang terangkat, belatik menghunjam
dari lidah-lidah manusia menghancurkan
yang menghujat, menista dan mengadu domba
berangkatlah dengan indah
satukan pandang dan lupakanlah segala yang ada
meskipun mereka mengasihimu
dan berharap kehidupan akan berlanjut bersamamu
karena Pemilik Segala Ada
memanggilmu pulang ke rumahNya
awan putih bergumpal seperti kereta
berderap di ruang hampa, mengantarmu pulang pada Sang Empunya
dan kembali ke asal kita: ditiup dari tanah
di mata hembusan udara.
Yogyakarta, Juli 2007