Diskusi Indonesia Art Award (AIA)
Susianna
http://www.suarakarya-online.com/
Meskipun seni rupa kontemporer berkembang pesat di beberapa negara di dunia, termasuk di Indonesia, namun belum ada teori yang pasti apa yang dimaksud dengan seni rupa kontemporer.
Diakui pengamat senirupa Jim Supangkat kepada Suara Karya, bahwa perkembangan seni rupa kontemporer di Indonesia sama saja dengan perkembangan seni rupa kontenporer di dunia. Namun, lanjutnya, di seluruh dunia masih bertanya-tanya, seni rupa kontemporer itu apa?
Demikian juga di Indonesia, tidak ada satu paragdima, tidak ada satu pemikiran yang sangat kuat melebihi yang lainnya untuk bisa mengidentifikasi senirupa kontenporer.
Untuk menjawab pertanyaan ini Yayasan Seni Rupa Indonesia (YSRI) menyelenggarakan kompetisi seni rupa Indonesian Art Award (IAA) 2010 bertajuk “Contemporaneity” sejak 28 Februari hingga 3 April mendatang.
Dalam memahami tema ini lebih jauh, YSRI menyelenggarakan diskusi untuk kalangan perupa mengangkat tema “Mengkaji Tanda-tanda Seni Rupa Kontemporer”, di Galeri Nasional, Rabu (3/3/2010).
Sebagai pembicara yang juga tim juri/kurator Jim Supangkat, Asmudjo Jono Irianto, Suwarno Wisetrotomo dan Rizki A Zaelani. Ikut juga memberi wacana Ketua Umum YSRI Miranda S. Goeltom.
Pengertian Contemporaneity sendiri adalah tanda-tanda seni rupa kontemporer yang terlihat pada karya. Pewacanaan yang paling umum yang sering kali diyakini mendasari contemporaneity adalah perubahan dari seni rupa modern ke seni rupa kontemporer.
Di luar arena diskusi, menjawab Suara Karya, Suwarno menjelaskan bahwa senirupa kontemporer ini berkembang nyaris tanpa batas, teorinya banyak.karena teorinya banyak, tidak ada satupun dijadikan pegangan.
Memang tidak mungkin ada makna tunggal dalam seni rupa kontemporer. Karena itu seni rupa kontemporer berangkat dari kompetisi yang diadakan YSRI. Dengan kata lain ingin mengetahui pemikiran seniman tentang apa yang diyakini sebagai senirupa kontenporer.
“Memang tidak ada teori tunggal, jadi apa yang diyakini oleh seniman, apa sih senirupa kontemporer dalam pandangan seniman?”, ujar dosen Sekolah Tinggi Senirupa Indonesia Yogyakarta itu.
Seni rupa kontemporer berbeda dengan pop art (seni pop), di mana konsepnya jelas yaitu seni rupa yang berangkat dari seni populer dan yang tumbuh dalam masyarakat saat itu.
Berbeda dengan seni rupa kontemporer, tak ada satu pun pengertiannya, tanda-tandanya banyak, tentang menggunakan materi yang lokal, unsur – unsur tradisi, bisa seni 2 dimensioanal, bisa seni 3 dimensional.
Ia menambahkan pengertiannya seni rupa kontemporer cukup banyak. Karena, seni rupa kontemporer ini sedang berkembang. Mengutip ucapan Jim Supangkat dalam diskusi sebelumnya, menurut Suwarno, pasar sedang merayakan seni rupa kontemporer.
Nominasi Kontemporer
Pihak kurator bukan mencari lagi seni rupa kontemporer, tetapi ingin mengetahui keyakinan seniman. Namun selama ini seni rupa kontemporer tetap ada. Perkembangannya hiruk pikuk. Dalam praktek seni rupa kontemporer di Indonesia semakin berkembang. Dalam seni rupa kontemporer, semua unsur bisa disebut ada di dalamnya. Itu yang ingin dilihat dalam pameran karya nominasi peserta pada tanggal 17 – 27 Juni 2010 di Galeri Nasional.
Diakui, sekarang ini yang berkembang seni rupa kontemporer. Meskipun seniman tetap berkarya dengan kecenderungan naturalistik, realistik dan kontemporer yang merupakan satu pemikiran.
Untuk perkembangan seni rupa kontemporer terjadi akhir tahun 70-an atau awal 80-an hingga sekarang. Gerak jalan, pemikiran seniman ke arah sana. Namun di Indonesia tak ada kecendrungan pop art. Aliran sama saja. Dunia seniman hari ini adalah seni kontemporer.
Meskipun demikian masih ada seniman melukis konvensional seperti gaya naturalis dan realis. Tetapi anak muda lebih senang ke gaya kontemporer. Sementara itu kontemporer bermacam-macam, bisa realistik, naruralistik ataupun abstrak.
Pada kesempatan terpisah Jim Supangkat menambahkan, pop art sudah ada ditahun-60-an sebelum muncul seni rupa kontemporer. “Saya kira ada kesamaan dengan tanda-tanda urban lifestyle boleh dikatakan light style pop art, tapi bukan pop art. Tanda-tandanya sangat banyak untuk disebutkan, sangat terbuka.
Sangat-sangat banyak, sangat luar biasa. Sehingga kurator atau kritikus seni masih terus membaca, karena terus bertambah, makanya tak ada paradigma yang keluar.
Saya kira semua wacana kontemporer diyakini menjadi pertimbangan para juri. Kalau ada yang muncul, saya kira para juri tidak ada yang kaget. Semua kemungkinan sudah terpetakan”, lanjut Jim.
Cuma lebih dari itu perlu dilihat bagaimana tanda- tanda senirupa kontenporer yang tidak hanya di dunia, juga bagaimana persepsi di Indonesia. Mungkin setelah pameran ini orang mempunyai gambaran lebih jelas, apa itu seni rupa kontemporer di Indonesia, sekarang belum ada gambaran yang jelas.
Sekarang kita mencari, itu cita-citanya. Makanya bukan tergantung sama juri, tetapi juga karya-karyanya. Sebab ada karya kontemporer yang bagus, tetapi tidak laku di pasar. Inilah saatnya dimunculkan.