Puisi-Puisi Bernando J. Sujibto

Sehari Sebelum Ke-24
Eternal Reportage
Kepada Do2n

ibarat sebuah undakan
tangga hingar melingkar
satu hari sebelum menuju rumahku
engkau akan menemukan jalan buntu
hutan dan batu yang tak pernah kuberinama
kini menggenapkan peta
merampungkan rute
bagi perjalananku yang lain
jangan pernah resah
kepada yang akan engkau lewati
sebuah hutan, rawa, bunga dan savana
akan menyulammu, juga jalan-jalan
yang semakin senyap!
adakah engkau menunggu
bertanya tentang pejalan
yang kini jauh tersesat itu?
jika ia telah menemukan
bertadah kepada embun
di luar engkau yang tahu
bukanlah ia tersesat
ia hanya menyimpan harap
esok cemas dan tiarap
aku pernah berkata pada puisi
24-ku telah disakralkan
bagaimana engkau mengenaliku
wajah hitam di tengah malam batu?
inilah nyala itu
seperti yang engkau lihat
seperti yang tak kau lihat!

(bje, 2009)

Pemahat Gerimis

dalam lipatan gerimis
ada yang selalu memanggilku
ke tengah hujan yang lebih lebat
ia seperti mata seorang bocah
terkaca nama-nama baru
setiap pahatan gerimis
yang mengekal di pipinya
ia tak akan mengusik
selain memastikan
jika setiap gerimis
ada yang pasti terberai
o, basah ke telapak tanganku
di balik rintik
ia berdiri sendiri begidik
ada yang tak kunjung datang
–yang telah memahatnya!

(bje, 2009)

Katedral Batu 1

sebuah kitab di tanganku
menuliskan salju baris putih
kepingannya akan pecah
di kotamu
sebagai hujan
yang mengetuk
dan pintu-pintu akan terbuka….

(2008-2009)

Ihwal Serpihan Musim

hujan
ia mendiamkan ombak di lorong mataku
menuju tujuh lapis kepada satu langit
kelak ia akan menjejak di pipimu
menjadi peta anak-anakku
kemarau
ke tepi bukit, ke sawah bawah sana
petani menaksir buah simalakama
kabut
engkau lebih awal menghapus ingatan
adalah bayang-bayang di balik hujan
jejak
yang dihapus akan acap datang
lantaran angin menyeka beranda

(2008)

Malam Ketakutanku

jika malam telah melahirkan mimpi
aku akan datang sebagai tamu dalam ingatanmu
hingga engkau menerimaku sebagai lintasan waktu
dan orang-orang akan mendekapku ke sebuah puncak
tak ada hantu yang menyalak dalam kepalaku. Selain
kecemasan yang telah melahirkan jalan-jalan setapak
menjadi jejak dan peta untuk keberangkatan seterusnya
aku kerap tersesat di sini, di pundak puisiku sendiri
ada yang mencabut akarku saat buah dan kembangnya
sumarah. Ada yang selalu membakarku saat malam
memadatkan matahari menjadi logam-logam peta
tak ada anjing ataupun hantu dalam malam-malamku
entah yang tiba-tiba datang dan berteriak menggasakku
hingga kubunuh tubuh, ingatan dan mimpi. Juga engkau
telah lama kukuburkan dalam kabel listrik, hp, dan tv
namun engkau tetap menjelma sosok seirama. Merasuk
dan tenggelam dalam lipatan-lipatan atom yang sempurna
dalam ruang inkubasi, saat tubuhku telah batu, engkau datang
menceritakan ingatan dan mimpiku yang silam. Mengusap
ubunku dan mengedipkan hujan dari lentik matamu. Apakah
engkau sebagai hantu mesra malam ini? Aku ingin
pulang secepatnya. Menemukan sendiri ari-ari dan makam ibu
saat pertama aku dilahirkan dari pusara yang sama.
hapuslah ingatanmu mengingatku! Jangan ada yang datang
dan membunuhku setiap aku tenggelam memburumu

(2007-2008)

*) dari buku Antologi Puisi “Mazhab Kutub” terbitan PUstaka puJAngga 2010.

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *