Jombang-Malang
desak
saling berdesakan
menaiki bus menuju kepulangan
jalan berkelok serta berbukit
tubuh saling senggol dan pegangan
bersitatap aku dan kamu
dalam tanya merahasia tentang diri
tempat duduk paling belakang kosong
penumpang turun sampai tujuan
kita pun duduk saling mendekat
wajahmu melemah pucat
karena angin kencang
masuk lewati pintu bis belakang
juga kaca jendela yang terbuka
menganga
aku mengijinkan pundakku untukmu
meletakkan resah tentang waktu
lama merambat tak sampai-sampai tuju
malu kau punya wajah
memandang wajahku
aku sembunyikan letih
tatap kau yang ayu
bus pun sampai di terminal
kita saling melepaskan pandang
beranjak dari tempat duduk hangat
sambil melemah
kau salah arah ternyata
dari tujuanmu yang rahasia
aku pun tertawa
sambil melangkah pulang kerumah.
ah, sampai rumah kisah tak jadi indah
sebab belum ku tanya siapa namamu
diam-diam memasuki ingatan
perjalananku
antara jombang-malang
dalam bus yang bergoyang-goyang
Malang, 31 Mei 2010
Musim Panen
burung-burung kuntol berterbangan
dan rebah di galengan sawah.
memandang petani berwajah sumringah
sehabis panennya tiba.
bila musim telah berganti
berawal dari penantian panjang
akan harapan.
menetas
dari butiran-butiran kasih
menjadi pundi-pundi cinta
bersetubuh dengan kepulan
asap dapur rumah
jalan pun terus terbuka
bagi anak-anak
melewati zaman gulita
menempuh hari depan cerah.
saling bincang di meja warung kopi
ketika petang telah tiba.
kerinduan memuncak
melantun pada ucap syukur.
desah masih mengisah
tak ada resah yang menyelinap
dalam langkah
:musim panen tiba.
Lamongan, Mei 2010
Surat Rindu Untuk Kekasihku
pada siang menerawang
wajahmu membiru layu
kusaksikan gerimis berguguran
membasahi dukaku yang kaku
kenang dirimu
dengan gemuruh sesalku
aku meninggalkanmu
tanpa kecup terakhir
di keningmu.
luka kepergian tanpa ikatan
kini menyeringaiku akan kegilaan
sebab tiada tempat
aku berkisah
tentang darah,
luka,
air mata
anak-anak gembala.
lihatlah langit Gaza:
debu-debu mesiu
mengotori keputihan
dan kebiruannya.
gelap menyapa:
tangis gadis-gadis kecil ,
ratapan seorang ibu,
bapak dan anak perjakanya
sibuk mengumpulkan batu-batu
membalas luka
tiada ujungnya
kekasihku,
singkaplah tabir rahasia
yang menutupi dirimu
biar rindu ini
sampai padamu
rasakanlah nyeri tubuhku
meletupkan rindu
ingin berkisah
tentang kesunyian
bercinta dengan darah
seperti dulu
di bawah pohon trembesi
kau rebah aku bercerita
duka pun memeluk tubuh
dan kita semakin mesrah
dengan duka luka air mata
tak lelah-lelah
menjadi kisah
kita.
Malang, 2 Juni 2010