Monolog Bulan
hidup kadang lebih menyakitkan, daripada kematian.
namun, terkunci dalam penjara dendam, adalah hal terbodoh untuk dilakukan.
setiap tarikan nafas, adalah panggilan.
pada diri sendiri, yang entah belum, atau tidak ditemukan.
di sudut langit malam entah, bulan berkilau keperakan.
kilaunya redup temaram, sebab tertutup awan.
kau kah itu di sana wahai diri?
adakah kau ingin menemuiku di sini?
mencari diri hingga pelosok negeri.
mencari diri hingga seisi bumi.
rupanya diri hanya pantulan sinar, layaknya bulan.
rupanya diri hanya temaram, sebab tertutup awan.
3 Mei 2010
Saat Aku, Beribadah
dalam tubuh ini, kucari kau tuhan.
sebab kau, adalah legenda terhebat.
kusayat, dan kurobek tubuh ini.
kucari kau tuhan, hingga di palung terdalam.
kutelusuri jejakmu, tuhan.
dalam lubang vagina, lubang hidung, dan lubang telinga.
dalam jantung, dalam otak, dan dalam lambung.
padahal kau tuhan, sedang tersenyum di depanku.
tepat setiap saat, aku menatap cermin.
maka inilah aku, yang berdoa kepadamu.
sembari menggali, kuburku sendiri.
di antara nisan-nisan kosong, di taman dunia.
memohon kepadamu, dengan amat sangat.
kau akan mengambil dirimu sendiri, tuhan.
dari dalam diriku, yang tenggelam dalam cinta.
dan kau pun harus, memungut serpih-serpih jiwaku.
yang berserakan, layaknya debu kosmik.
maka beri aku, kematian terenak!
Rujak Mangga Muda
asam. pedas. manis. asin.
ada yang kurang.
mana pahit?
aku di sini!
dan di sana ia berada.
si pahit itu.
pahit si mewah.
semahal harga obat penyembuh.
selama waktu hati meluluh.
asam. pedas. manis. asin. pahit.
pahit telah sadar!
kini ia tak lagi sombong.
rujak mangga muda.
kepadamu kunyatakan cintaku!