Triyanto Triwikromo
http://suaramerdeka.com/
Kuharap kau tidak akan cemburu melihat hidupku
Hidupku bebas selalu kawanku tiada yang memburu ooo..
Di Nusantara yang indah rumahku, kamu harus tahu
Tanah permata tak kenal kecewa di Katulistiwa
YOK Koeswoyo – salah satu personel Koes Plus yang tampak kian sepuh- menyanyikan lagu ?Nusantara? itu dalam nada yang menggetarkan, Selasa (6/7), di Balai Sidang Senayan, Jakarta. Ia tidak sendiri. Ditemani para pendukung drama musikal Diana, Rahasia Hatiku, Yok mengajak para penonton melantunkan tembang lawas yang mengusung tema ?cinta Tanah Air? itu dengan semangat yang meluap-luap.
Ia tidak bertepuk sebelah tangan. Para penonton pertunjukan dalam rangka ?45 Tahun Kompas? yang juga digellar 7 – 8 Juli ini berdiri menyambut ajakan simpatik itu.
Adegan terakhir yang indah dan menggetarkan ini sangat tak terduga. Sebab, meskipun drama ini bertolak dari lagu-lagu Koes Plus semacam ?Sweet Memories?, ?Belajar Bernyanyi?, ?Dara Manisku?, ?Bunga dan Remaja?, ?Hari Ini dan Nanti?, ?Rahasia Hatiku?, ?Lonceng Kecilku?, ?Kelelawar?, ?Cintamu Tlah Berlalu?, ?Selamat Tinggal?, ?Ke Jakarta?, ?Da Silva?, ?Diana?, ?Dunia Tambah Satu?, ?Pelangi?, ?Sejak Bertemu denganmu?, dan ?Nusantara 1?, serta ?Revolutions? (The Beatles), sama sekali tidak bercerita tentang Koes Plus.
Inti cerita pertunjukan ini sangat sederhana, yakni percintaan segitiga antara vokalis band Yoko (yang dimainkan dengan atraktif oleh Ariyo Wahab) dengan Diana (yang diintrepretasikan Nindy sebagai sosok kenes), dan Mariska (yang dimainkan secara indah oleh Sheila Marcia Joseph). Yoko yang lebih memilih Diana (gadis Tilore ?mungkin akronim Timor Lorosae–), ternyata harus berhadapan dengan Pemimpin Revolusi Da Silva, ayah Diana (yang dimainkan dengan pendekatan komikal oleh Andy /rif) yang sangat posesif.
Adegan Terindah
Pertentangan dan pertengkaran pun terjadi. Da Silva tak bisa menyerahkan Diana kepada Yoko. Hanya, yang menarik pertikaian kedua tokoh ini ?diwakili? oleh adu keindahan suara gitar antara Tohpati (melambangkan kelembutan yang menggigit) dan Eet Syahranie (melambangkan kekerasan yang meneduhkan). Pertempuran keahlian mencabik gitar ini boleh jadi merupakan adegan terindah dalam drama musikal yang disutradarai oleh Garin Nugroho ini.
Tentu kisah pertunjukan yang melibatkan Yockie Suryoprayogo sebagai sutradara musik dan Eko Supriyanto sebagai koreografer ini, tidak cuma berbicara tentang cinta. Da Silva adalah penganjur revolusi, sehingga ada bau politik dan ledekan-ledekan tentang kepemimpinan. Karena itu, muncullah lagu ?Revolutions? dan ?Nusantara 1? yang digunakan sebagai ?pesan moral? pertunjukan.
Karena itu, menonton Diana, Rahasia Hatiku, penonton diajak untuk menjadi pendukung gerakan perubahan yang kalau perlu menggunakan revolusi sebagai kredo. Selain itu, diajak untuk memberikan dukungan kepada popisme -yang dengan sangat pas diusung oleh Koes Plus- agar tidak dicibir. Pop adalah bagian sah kebudayaan. Pop adalah alat untuk ?merajut Nusantara?. Pop adalah alat untuk melakukan revolusi, paling tidak revolusi cinta.
Karena itu, memunculkan Once – sebagai bintang tamu yang menyanyikan ?Lonceng Kecil? dan ?Selamat Tinggal?-sungguh sangat pas, karena ia juga ikon pop masa kini. Dalam besutan suara Once, kedua lagu itu seperti terangkat dari dunia pop yang senantiasa dicibir. Harus diakui dengan melibatkan Hardiman sebagai perancang perlengkapan pentas, dunia Diana benar-benar menjadi dunia pop yang dimuliakan. Properti di panggung bukan sekadar pelengkap, tetapi merupakan pameran instalasi -termasuk koper, lonceng, dan gitar raksasa, bemo dan mobil-yang memanjakan mata.
Garin sebagai sutradara benar-benar ?mengoordinasi? para empu di berbagai bidang agar beramai-ramai memuliakan popisme dan mengubah Indonesia dengan hal-hal yang sepele dan sederhana. Revolusi Diana, dengan demikian, adalah Revolusi Indonesia.