Sajak-Sajak Suwanda

http://www.lampungpost.com/
Wanita di Bawah Jendela Tua

Mata itu menatap angin yang semilir
Ya, mata wanita itu seakan tak mau berpaling dari angin
Yang ia harap membawa pesan untuknya.
Ia kerap menanti pesan itu di bawah jendela tua.
Yang rapuh dimakan jam,
Juga seperti diri-nya.
Yang juga rapuh dimakan zaman.
Namun ia tak peduli
Tetap saja menanti di bawah jendela tua,
Berharap pada angin
Yang segera membawa pesan untuk-nya.

2009

Angin Pecah

Angin pecah di atas-atas rumah
Tepatnya di atas atap rumah kami
Yang sudah tua
Lagi tak ber-tulang
Tak ber-uang

2010

Air Pecah

Air pecah, berantakan
Air pecah, benar-benar marah
mengamuk, menendang, jungkir-balik.
Aku bertanya pada air pecah, ?Pada siap Kau marah??
Tapi ia tak menjawab, malah semkin marah
dari sinar mata-nya kudapati jawaban itu.

Negeri Pecah

Negeri Pecah, berkeping-keping
Tapi, tak kutemukan kepingan itu.
Entah di mana.
Padahal, kulihat pecah-nya negeri itu tak jauh.
Tapi tetap saja tak ku temukan,
Padahal, ingin ku satukan lagi.
Aku berteriak, ?Dimanakah Kau pecahan negeri??
Ia pun menjawab, ?Aku di sini, bersembunyi.?
Ku sahut lagi, ?Pada siapa Kau bersembunyi??
Ia tak menjawab,
Hanya suara gemeretak ia menahan marah.

2010

Menyatu Dengan Angin

Mulai kini,
Tak kan lagi kau temukan diriku
Di antara jejak-jejak kaki tua-ku
Atau di antara lenguhan nafasku
Juga di antara tubuh-tubuh ringkih itu.
Karena kini,
Aku t?lah menyatu dengan angin.

Menatap Lilin Padam

Aku hanya menatap lilin di depan-ku
Di malam pekat
Menanti kedatangan-mu
Duhai kekasih
Berharap pada kegelapan.
Mengembalikan-mu pada ku
Atau mengembalikan-ku pada-mu
Agar lilin ini kembali menyala
Menerangi wajah-wajah gelapku

—–
Suwanda, Ketua Forum Lingkar Pena (FLP) Metro. Beberapa karyanya dimuat di media lokal

Leave a Reply

Bahasa ยป