Judul : Pencerahan Hati Aspek Manajemen menurut Agama Hindu
Penulis : Putu Sugih Arta
Penerbit : Yayasan Dewi Saraswati Mataram
Cetakan : I, Desember 2003
Tebal : V + 36 halaman
Peresensi : Sindu Putra
http://www.balipost.co.id/
DARI televisi, juga media-media cetak maupun publikasi serta berbagai forum dan kesempatan, Aa Gymnastiar menyampaikan siarnya tentang manajemen qolbu untuk menjawab berbagai persoalan, baik persoalan personal maupun permasalahan publik sampai pada carut marut republik ini. Manajemen qolbu ini bisa masuk secara manis ke segala lapisan, melintasi sekat primordial yang ada. Tampilan dan kemasan serta pengungkapan problemnya menjadi milik bersama. Ia menjadi universal.
Kini, ada tawaran baru yang datang dari Mataram, Nusa Tenggara Barat. Seorang berlatar birokrat, juga staf pengajar pada Sekolah Tinggi Agama Hindu Gde Pudja Mataram, menyodorkan manajemen hati sebagai jawaban bagi berbagai persoalan. Putu Sugih Arta, figur muda ini, mengambil pijakan dasar agama Hindu untuk bisa bersikap terhadap perkembangan zaman dan waktu.
Sekarang ini dunia tengah mengalami globalisasi dan modernisasi yang ditandai dengan kemajuan teknologi, transportasi, telekomunikasi, tourism, tax, dan teoritis. Ada enam T menurut Sugih Arta. Jika tidak siap untuk bersaing dalam tekanan zaman dan dunia yang keras ini, akan terjerembab pada lahirnya satu T lagi, terorisme. Kekerasan dalam berbagai bentuknya. Benturan yang tidak saja antar-individu, antar-budaya tetapi juga antar-individu di dalam sebuah peradaban yang sama.
Paparan dalam buku yang sederhana dan terbilang tipis ini, mengingatkan kembali akan adagium lama yang pernah diucapkan Albert Einstein, seorang ilmuwan termasyur dan pemenang Nobel, bahwa ilmu tanpa agama akan menjadi buta, agama tanpa ilmu akan menjadi lumpuh.
Kemajuan ilmu pengetahuan (teoritis) menyebabkan berkembang dan tumbuhnya teknologi. Perkembangan teknologi yang paling pesat berpusat pada bidang transportasi dan telekomunikasi. Dunia dipandang kini tengah berada dalam pusaran gelombang ketiga yang titik sentrumnya pada perkembangan telekomunikasi dan informasi. Dalam udara di atas kita, informasi berseliweran. Satelit angkasa luar hingga mobile phone di tangan.
Dalam kebutuhan dan stres tinggi, pada itu pula tourism dan traveling menjadi terapi dan penyegaran fisik, mental dan emosi. Perkembangan pariwisata menggulirkan efek akan didapatkannya tax (pajak). Ini menjadi modal untuk membiayai pembangunan.
Umat Hindu di manapun ia berada tidak bisa mengelak dan menghindari diri dari tarikan, kocokan, dan gocekan globalisasi. Dalam bukunya ini, Sugih Arta menguraikan dengan mendasar bagaimana manajemen berbasis agama, utamanya Hindu. Hal ini penting, agar akurasinya dapat diandalkan untuk menjawab arus modernisasi dan globalisasi. Umat tidak menjadi “korban” semata dari perkembangan yang datang lebih banyak dari luar dirinya, dari luar peradaban, termasuk perbandingan agama yang lain.
Dibutuhkan penyesuaian diri yang berkarakter dan berpondasi agama Hindu yang kokoh, di dalam pusaran arus kemajuan itu. Sugih Arta memandang pentingnya adaptasi itu melalui pembenahan manajemen paradigma baru. Orientasinya pada akulturasi dan modifikasi antara kajian enam T yang berkembang di dan dari dunia timur.
Pandangan terbaru melihat pentingnya keseimbangan itu, dibuktikan dengan perhatian yang meningkat terhadap pentingnya kecerdasan spiritual atau SQ (spiritual quotient), melengkapi apa yang menjadi perhatian utama sebelumnya, intelegensia (IQ) dan emosi (EQ).
Sugih Arta lewat buku ini hendak menegaskan betapa kayanya Hindu dengan jawaban-jawaban tentang manajemen sumber daya manusia. Ada tiga pilar yakni sradha dan bhakti, cinta kasih (prema) serta jalan yoga. Harmonisasi ketiga pilar akan mewujudkan manusia yang tahan akan goncangan akibat permasalahan dunia yang kompleks. Inilah aplikasi manajemen sumber daya manusia menurut Hindu, dengan fundamennya meditasi. Buku ini menguraikan secara prinsipil bagaimana aspek-aspek manajemen menurut Hindu, manajemen berlandaskan sradha dan bhakti, manajemen berlandaskan cinta-kasih (prema) dan manajemen berlandaskan yoga. “Proses manajemen hati, awalnya rasa ikhlas berkorban. Ikhlas berkorban dengan praktik menghindari kekerasan akan memunculkan keputusan bijaksana tepat guna,” tutur Sugih Arta (Hal.5).
Mengutip Bhagawan Sri Satya Narayana, kehidupan manusia yang sempurna adalah yang memahami hakikat hubungan badan, pikiran dan atma. Badan berkaitan tindakan, pikiran berkaitan dengan kesadaran, dan atma. Badan berkaitan tindakan, pikiran berkaitan dengan kesadaran, dan atma berhubungan dengan eksistensi.
Sugih Arta menulis bukunya ini berdasarkan pembacaannya pada pemikiran intelektual-intelektual Hindu. Pada manajemen berlandaskan sradha dan bhakti, ia menengok pada Swami Wiwekananda. Pada manajemen berlandaskan cinta kasih, ia menoleh pada Budha. Lantas pada manajemen berlandaskan yoga, ia membacanya lewat “Yoga Sutra”-nya Maha Rsi Patanjali. Ditambah pemikiran Kapila Muni dan Maha Rsi Canaknya.
Dari buku yang berpenampilan sederhana ini, orang akan mendapat satu titik tolak yang menjadi bukti kayanya Hindu dengan berbagai aspeknya. Penggalian dari seorang muda macam Sugih Arta untuk membahasakan Hindu sebagai “way of life” agar dapat dibaca umat dengan pemahaman yang tidak rumit. Umat mendapat landasan pijak untuk menjawab tantangan zaman.
Buku ini dapat menjadi bacaan yang menutupi minim dan sedikitnya buku manajemen dari sudut pandang Hindu. Satu langkah awal yang harus didorong terus buat seorang Sugih Arta, agar buku yang ditulisnya ini menjadi lebih lengkap lagi. Dengan hanya bertebal 36 halaman, buku ini dapat dipandang menjadi panduan singkat dan ringkas.