Menulis intinya berbagi, maka menulislah

Quantum Writing: Cara Cepat nan Bermanfaat untuk Merangsang Munculnya Potensi Menulis
Penulis: Hernowo
Penerbit: Mizan Learning Centre (2004)
Peresensi: Diana AV Sasa
http://dianasasa.blogspot.com/

Menjadi Penulis Seutuhnya

Siapa pun yang ingin jadi penulis ia bukan hanya harus menguasai teori teknik menulis yang baik. Lebih dari itu, ia mesti mampu mengusir segala pikiran negatif yang menghambat energinya untuk menulis.
Kebanyakan penulis pemula mengalami hambatan dan kemandegan ketika mengawali proses penulisan. Hambatan itu bisa berupa persepsi dan cara pandang terhadap tujuan dan kedirian.

Bisa juga berupa kebingungan mengurai isi pikiran yang berkelebatan. Hernowo melalui Quantum Writing-nya mencoba membantu mengurai hambatan-hambatan itu. Quantum Wrtiting ini merupakan saudara kembar dari Quantum Reading yang terbit sebelumnya. Mereka beda kulit namun sama secara substansi. Masing-masing memiliki ciri khusus, namun saling terikat satu dengan yang lain. Jiwa, semangat yang ada di dalamnya sama.

Dari sisi tubuh, tak ada yang istimewa dari Quantum Writing. Hanya tampak bahwa tulisan judulnya begitu keras, tegas, dan dinamis karena tampak menonjol dengan latar belakang hitam. Berlawanan dengan saudara kembarnya, Quantum Reading, yang lebih bernuansa cerah dan ringan dengan design yang pula sederhana. Mungkin keduanya sengaja dibedakan untuk menegaskan bahwa dua buku ini saling melengkapi. Hitam-putih. Berat-ringan.

Seperti saudara kembarnya, Quantum Writing juga membahas mengenai manfaat menulis dan cara pandang terhadap proses menulis. Ketika banyak penulis mengatakan bahwa menulis dapat menyehatkan tubuh, Hernowo pun mengakui. Fatima Mernisi bilang, ?Usahakan menulis setiap hari, niscaya kulit Anda akan menjadi segar kembali akibat kandungan manfaat yang luar biasa?.

Dr. Pennebaker bahkan telah melakukan penelitian dan mengatakan, ?Orang-orang yang menuliskan pikiran dan perasaan terdalam mereka tentang pengalaman traumatis menunjukkan peningkatan fungsi kekebalan tubuh dibandingkan dengan orang-orang yang menuliskan masalah-masalah remeh temeh. Menulis tentang pikiran dan perasaan terdalam tentang trauma yang mereka alami menghasilkan suasana hati yang lebih baik, pandangan yang lebih positif, dan kesehatan fisik yang lebih baik? .

Ya, menulis tentang trauma, menuliskan hal-hal yang sangat pribadi akan membantu melepaskan beban dan keresahan yang ada di hati. Menulis hal pribadi membantu menggali sisi paling intim dan emosional seseorang. Semakin dalam akan semakin membantu menjernihkan pikiran dan bahkan menyelesaikan masalah. Karena itu menulis catatan pribadi menjadi sangat penting dilakukan bagi siapa saja. Terutama bagi mereka yang sering berada pada situasi bertekanan tinggi.

Bagaimana jika tulisan terbaca orang lain? Ketakutan semacam ini sering menghantui dan menjadi penghambat yang bisa sampai mengagalkan niat menulis. Ada caranya agar semua tetap menjadi rahasia. Kata Dr. Pennebaker yang dikutip Hernowo, semua harus dilakukan secara anonim dan dirahasiakan.

Apa yang harus ditulis? Apa saja. Apa saja yang diinginkan. Bebaskan diri. Biarkan setiap kata mengalir apa adanya. Tumpahkan saja. Bahkan caci-maki, sumpah serapah atau ratapan sekalipun. Kebingungan pun layak ditulis. Pikiran kosong pun tulis saja. Titik-titik, tanda seru, tanda tanya berderet-deret juga sah untuk ditulis. Misal: Aku bingung?. pusing..!!!…..bingung? ,,,,,,, pusing?. sebel? !!!!!!!!!!!!!!! ……. ????????????/…///??.

Tidak usah terlalu memikirkan tata bahasa, ejaan, atau struktur kalimat. Tulis saja sealami mungkin. Ini akan sangat membantu meringankan beban yang menggelayut. Dan akibatnya pikiran akan lebih sehat. Badan pun ikut sehat. Maka yakinilah sedalam-dalamnya bahwa menulis menyehatkan dan buktikanlah.

Menukik Lebih Dalam

Jika konsep dasar pada keyakinan dan cara pandang bahwa menulis menyehatkan sudah terbangun, maka kemudian tinggal membangun kesadaran konsep bahwa ?menulis untuk diri sendiri?. Ini konsep dasar bagaimana menjadikan menulis sebagai alat untuk mengatasi persoalan dalam diri. Untuk menyelesaikan masalah-masalah kedirian, perlu dilatih untuk mengajukan pertanyaan sebanyak-banyaknya tentang tujuan dan visi diri.

Mengajukan pertanyaan bukan hal yang mudah. Ada hambatan-hambatan dalam diri yang menjadikan pertanyaan sulit diurai. Apa lagi pertanyaan itu mesti ditulis. Mengapa ditulis? Karena ini tentang belajar menulis bukan bicara. Maka hambatan-hambatan itu harus dihilangkan terlebih dahulu. Menulis kita jadikan alat untuk mengusir hambatan itu.

Hambatan pertama yang sering membuat orang susah bertanya adalah KETIDAKTAHUAN. Ketika kita tidak tahu apa-apa, untuk bisa melakukan hanya satu hal yang bisa dilakukan: meniru. Ini seperti konsep bayi yang baru lahir. Mula-mula hanya meniru lalu lambat laun dapat melakukan dengan sempurna. Dengan meniru kita akan mengalami proses dari tidak tahu menjadi tahu. Dengan meniru menulis, akan tergali potensi menulis dalam diri. Bahkan kita jadi tahu apakah kita punya bakat menulis atau tidak.

Banyak penulis pemula yang tak yakin bahwa ia bisa menulis. Padahal menulis ini bisa membantu melepaskan dari keterikatan pandangan yang mengekang. Penulis bebas mengurai pendapat sekalipun berbeda dengan sekitarnya. Menulis membantu berlatih mengurai argumen agar dapat menolak dan berpendapat dengan santun. Jadi tak perlu takut berbeda pandangan.

Rasa takut disalahkan, takut dikecam, takut dinilai juga jadi penghambat. Rasa TAKUT membuat diri tak berkembang. Maka hilangkan dengan memberi sugesti bahwa menulis ini untuk diri sendiri. Risikonya ditanggung sendiri. Tanggung jawabnya juga hanya pada diri sendiri. Jika lepas dari beban ini dan ketakutan itu sirna maka hambatan yang lain juga dapat diurai.

Rasa takut yang hilang akan memunculkan rasa percaya diri. Ini penting, karena penghargaan terhadap diri yang rendah juga merupakan hambatan yang harus dibuang jauh-jauh. Dengan menulis, akan tergali potensi yang sebelumnya tak disadari. Dengan menulis penghargaan terhadap diri itu akan tumbuh.

Menulis juga membantu diri untuk keluar dari kungkungan rasa gengsi dan sok tahu. Dengan menulis, kita belajar untuk lebih bijak mengurai masalah sehingga lebih hati-hati dalam memutuskan sesuatu.
Jika semua hambatan-hambatan dalam diri itu telah terhapus, dan menulis telah menjadi candu yang mengalir alami, selanjutnya tinggal melatih menulis untuk orang lain.

Menulis untuk Dibaca Orang Lain

Hernowo mengutip pendapat Smith bahwa menulis punya dua alasan. Yaitu untuk berkomunikasi dengan orang lain dan untuk untuk memperjelas dan merangsang pikiran dalam diri kita. Pada tahap ini kita akan berlatih berbagi pengalaman. Baik dari pengalaman diri sendiri maupun dari orang lain yang kita ceritakan kembali. Untuk memperkaya pengalaman itu kunci utamanya adalah membaca. Karena Quantum Writing adalah saudara kembar Quantum Reading, seperti halnya menulis adalah pasangan membaca, keduanya saling melengkapi.

Membaca menambah kekayaan kosa kata dalam menulis. Membaca, menurut Hernowo, membantu penulis menemukan gaya penulisan. Juga membantu menyelesaikan masalah dan menjadikan kita semakin cerdas.

Seperti selalu diungkapkan Hernowo dalam setiap buku-bukunya, menulis merupakan proses pengikatan makna dari aktivitas membaca. Sebaliknya, membaca membantu memberikan bahan-bahan untuk diolah dalam penulisan. Semakin beragam bacaan akan semakin beragam pula materi tulisan yang dimiliki. Proses adaptasi membaca ke gaya menulis ini berjalan tanpa disadari. Menyusup begitu saja dengan alami dan naluriah. Penulis yang terus berlatih lama-kelamaan akan terbiasa dengan proses ini.

Penulis yang mencintai proses pencarian kedirian dan bentuk tulisannya akan terbantu dengan buku ini. Setidaknya ia memberikan masukan-masukan agar penulis bisa melakukan refleksi ulang atau bahkan rekonstruksi atas motivasi, niat, tujuan, hingga persepsi-persepsinya tentang menulis. Ditambah beberapa tips teknik menulis, Hernowo seakan ingin menunjukkan bagaimana membaca memberikan pengaruh gaya penulisan. Membaca memberikan masukan materi pada tema tulisan. Setelah menutup buku, pembaca akan menyimpulkan sesuatu dan menuliskannya. Seperti pembaca yang menulis catatan ini.

Hernowo memang hanya mengutip dan menukil dari pendapat para ahli. Kemudian ia merangkainya dengan kata-katanya sendiri. Tak perlu memperdebatkan keorisinilan idenya. Hernowo telah menunjukkan teori-teori yang ditulisnya dengan langsung mewujudkan pada buku yang ditulisnya sendiri.

Saya kemudian meringkas lagi tulisannya. Jadi ini seperti efek berantai. Salah? Tidak. Justru inilah inti membaca itu sebenarnya. Membaca dapat dianggap berhasil apabila pembaca dapat memahami yang dibaca. Memahami di sini bukan sekadar menyerap isi namun juga termasuk menangkap kekurangan dan kelebihan di dalamnya. Ini yang namanya membaca membawa kesan. Kesan itu jika dituliskan akan memberi manfaat bagi diri dan bagi orang lain.

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *