Matdon
http://www.sinarharapan.co.id/
Saudara-saudara, sebangsa dan setanah air, sebenarnya pergerakan ini timbul dari pusat kejadian kejadian sendiri, imperialisme itulah penghasut besar, imperialisme itulah penjahat besar yang menyuruh berontak, karena itu bawalah imperialisme itu ke dalam polisi dan hakim!!
***
Kalimat di atas merupakan bagian dari pledoi Soekarno (Presiden Indonesia pertama), di hadapan Majelis Hakim di Pengadilan Kolonial Belanda pada tahun 1930. Waktu itu, Soekarno dituduh telah melakukan pemberontakan terhadap pemerintahan yang sah. Dengan keberanian yang dahsyat, Soekarno membacakan pledoinya yang terkenal di seantero dunia dengan sebutan pledoi Soekarno ?Indonesia Menggugat?.
Senin malam lalu (20/01), bertempat di studio teater STSI Bandung, pledoi itu kembali dibacakan oleh enam aktor teater kawakan Bandung, masing-masing Ayi Kurnia, Tatang Pahat, Dayat, Azis, Ramses dan Fitri. Sebuah pertunjukan yang disulap sebagai sebuah monolog. Namun, sang sutradara Iman Soleh sengaja memporakporandakan monolog tersebut dengan menampilkan enam aktor sekaligus, masing-masing membacakan penggalan-penggalan pledoi Soekarno. Maka, jadilah sebuah gagasan unik, enam ?Soekarno? tampil di atas pentas, dengan setting panggung sederhana dan ilustrasi suara pembacaan berita di RRI zaman dulu, serta tak tik tak nya mesin tik yang dimainkan aktor Alit Wirachma.
Kurang lebih satu jam, para Soekarno ini hadir, bahkan Iman Soleh yang dikenal sebagai aktor cerdas kesayangan Arifin C Noer (alm) ini, makin menghancurkan pledoi tersebut, karena tiap-tiap aktor membacakan gugatan Soekarno dengan bahasa yang berbeda, Sunda, Padang, Batak, Jawa, Ambon dan Papua. Penghancuran naskah yang dibongkar itu, kemudian malah membentuk sebuah pertunjukan khas, khidmat dan mudah dimengerti oleh orang awam sekalipun.
Soekarno, adalah seorang pemberani, lepas dari persoalan kekurangannya sebagai manusia, pledoi ?Indonesia Menggugat? ini menjadi terkenal di seluruh dunia, karena cara pandang Soekarno sebagai bangsa terjajah yang ingin bangkit, benar-benar telah membakar semangat kaum muda saat itu. Sangat pantas, kalau pemerintahan Belanda menuding ia sebagai pemberontak. Mungkin sangat tidak jauh dengan kondisi pemerintahan zaman Orde Baru, di mana sebuah gerakan aksi mahasiswa selalu dicurigai sebagai sebuah pemberontakan.
?Pergerakan yang demikian itu, terlahir dari keadaan-keadaan rakyat dan dari perubahan-perubahan alami-nya. Pergerakan itu tumbuh terus dan tidak usah diragu-ragukan, bahwa ia akan mencapai cita-citanya, yakni memerdekakan penduduk Hindia dan penjajahan asing,! Demikian kelantangan Soekarno, yang konon sempat menggetarkan darah para hakim Belanda waktu itu.
Indonesia negeri jajahan dan penjajah?
Di mata Soekarno, Indonesia tetap menjadi negeri pengambil bekal hidup. Indonesia menjadi negeri pengambil bekal-bekal untuk pabrik-pabrik di Eropa. Indonesia dalam pandangannya, menjadi negeri pasar penjualan barang-barang hasil dari macam-macam industri asing, dan mejadi lapangan usaha bagi modal yang ratusan, ribuan juta rupiah modalnya.
Boleh jadi, situasi perekonomian yang dibacakan Soekarno tahun 1930 itu, masih relevan dengan situasi Indionesia saat ini. Indonesia masih tetap menjadi pabrik pengangguran bangsa sendiri, dan hanya bisa menjadi surga bagi para pendatang. Pledoi itu, mungkin tidak sengaja dibacakan Soekarno sebagai sebuah pandangan masa depan. Namun, jika relevansinya hari ini terasa, bukan karena kebetulan, melainkan memang Indonesia lebih parah dari tahun-tahun saat Soekarno menjadi ?pahlawan? .
?Tuan-tuan hakim yang terhormat, Indonesia adalah suatu tanah jajahan, Indonesia bagi kaum imperialisme adalah suatu syurga, suatu syurga yang di seluruh dunia tidak ada lawannya, tidak ada bandingan kenikmatannya.,?. Bayangkan lagi pernyataan itu dengan kondisi saat ini, di mana hampir semua bangsa Eropa melirik Indonesia untuk menanamkan investasinya. Saat ini, diakui atau tidak, Indonesia masih menjadi sebuah negara jajahan, di mana rakyat diperas olah pikirnya, lalu setiap gerakannya diabaikan tak dihiraukan.
Aksi unjuk rasa menentang kebijakan kenaikan BBM, TDL dan telpon, merupakan bukti sebuah penjajahan ide, penjajahan aspirasi dan pembungkaman suara hati nurani rakyat. Padahal para mahasiswa melakukan hal itu, bukan semat-mata kepentingan perut mahasiswa, melainkan kepentingan umum tentunya (lepas dari adanya tudingan, apakah aksi mereka ada yang membiayai atau tidak).
Yang jelas, rakyat Indonesia, seperti halnya Soekarno, menginginkan sebuah keadilan, sehingga keinginan tersebut telah menyeretnya ke meja hijau dan ia didakwa melanggar pasal 169 dengan tuduhan pelanggaran tentang pemberontakan, pasal 161 bis, pasal 171 KUHP.
?Putusan tuan tuan hakim atas usaha kami orang, adalah putusan atas usaha rakyat Indonesia sendiri, atas usaha ibu Indonesia sendiri. Putusan bebas, rakyat akan bersyukur. Putusan tidak bebas, rakyat Indonesia tafakur,?, lagi-lagi, Soekarno mengingatkan kita pada sebuah upaya rakyat Indonesia akhir-akhir ini, melalui berbagai pergerakan dan aksi-aksi, yang selalu berakhir dengan tafakur.
Sejak lama, rakyat Indonesia menginginkan segera lahirnya ratu adil, yang akan datang setiap saat, ketika rakyat membutuhkannnya, seperti peri yang selalu datang pada tokoh Lala pada sinetron Bidadari. Akankah ratu adil itu datang?, pertanyaan rakyat hari ini, sama seperti pledoi Soekarno di tahun 1930 ; ?kapan, kapankah Ratu Adil datang?, tentu sedih dan menangislah hatinya pula, dan tidak tertawa, jikalau ia saban kali melihat lekasnya dan setianya rakyat menyerahkan diri ke dalam tangan kiai atau dukun yang menyebutkan diri Heru Cakra atau Ratu Adil?
* Penulis, pemerhati seni dan budaya tinggal di Bandung