Edy Sartimin
Pewawancara: Fransiskus Nesten Marbun ST
hariansumutpos.com
Koptu Eddy Sartimin, Saksi Gerakan 1 Oktober 1965
Sejarah mencatat gerakan 1 Oktober 1965 diwarnai dengan aksi pembunuhan, penculikan dan tindakan kekerasan lainnya. Tercatat ada tujuh jenderal yang gugur dalam peristiwa itu, demikian juga dengan 3 juta warga Indonesia yang ikut tewas.
Satu dari sekian saksi sejarah yang masih hidup adalah Kopral Satu (Koptu) Eddy Sartimin. Waktu itu, Eddy sebagai anggota TNI Angkatan Darat (AD) yang aktif dan bergabung di kesatuan Yon Reges Sumatera Kompi Bantuan, tahun 1965.
Pria berusia 74 tahun ini semasa aktif bertugas sebagai pengawal Panglima Komando Daerah Sumatera Letjen Ngokoginta di rumahnya Jalan Sudirman Medan. Saat terjadi gerakan 1 Oktober 1965, ada tujuh jenderal tewas karena dibunuh oleh pasukan yang dipimpin Letkol Untung. Untung sendiri merupakan orang dekat dengan Presiden RI Soekarno. Sementara di parlemen waktu itu partai yang berkuasa adalah Partai Komunis Indonesia (PKI).
Sementara itu, di Medan pasca tewasnya tujuh jenderal itu, maka Jenderal Soeharto memerintahkan seluruh anggota TNI AD untuk menumpas gerakan Partai Komunis Indonesia (PKI) di seluruh tanah air, termasuk di Medan. Bahkan saat itu, Letjen Ngokoginta sempat dibawa oleh Linud 100 ke Markas Komando Antardaerah di Jalan Sudiriman. Namun sebelum pergi, Letjen Ngokoginta berpesan kepada seluruh anggota untuk siaga, karena kondisi sedang memanas.
Berikut, petikan wawancara wartawan koran ini Fransiskus Nesten Marbun ST dengan Eddy Sartimin di kantor Koalisi Transparansi Untuk Korban Bencana (KOTIB) Jalan Kenanga, Padang Bulan Medan Jumat (30/9).
Selamat pagi pak, Apa kabar?
Pagi, kabar saya baik-baik saja dan bahkan saat ini saya masih beraktivitas sebagai aktivis di bidang kemanusian. Saya bergabung di Ikatan Untuk Orang Hilang (IKOHI) yang setiap harinya mengurusi orang hilang di Sumatera Utara.
Ada beredar kabar bahwa Anda disebut-sebut sebagai anggota PKI, benar kah itu?
Tidak, mana mungkin saya anggota PKI, sementara saya seorang Anggota TNI AD dan saya sangat patuh kepada komandan saya pada saat bertugas. Bahkan dari keluarga, kami tidak ada yang merupakan anggota PKI. Pertama saya menimpa ilmu di Lagers Herstel School RK Kelas 7 di Medan. Karena 1 tahun 2 kali naik kelas di zaman penjajahan Belanda, kemudian saya belajar bahasa Belanda dan Bahasa Melayu. Setelah umur 20 tahun saya masuk militer Angkatan Darat dan mengikuti Pendidikan Militer, 16 Maret 1957.
Saya juga pernah bertugas di PLP TP Rag 100 hari di Medan tahun 1960, kemudian PLP Raider Kualifiet di Aek Tawar Padang-Sumatera barat, lalu PLP Yon Para Batu jajar Bandung Jawa Barat dalam misi Terjun Payung Ganyang Malaysia.
Kemudian tahun 1962 saya menikah dengan Misnem alias Nung Binti Saliah, dan dikaruniai satu orang anak bernama Susiana. Jadi kapan saya menjadi anggota PKI, itu fitnah namanya.
Lalu kenapa Anda ditangkap dan disiksa sebagai anggota PKI?
Aku tidak tau, asal usulnya sehingga saya dikatakan terlibat dengan PKI. Tetapi pada saat itu sebagai Anggota TNI aktif, saya memang berani dan tegas, jika ada yang salah saya katakan salah dan jika benar maka saya katakan benar, mungkin apa gara-gara itu saya ditangkap dan dikatakan PKI, hingga sekarang pun saya tidak pernah tahu. Tapi bagi saya pribadi, saya bukan PKI melainkan anggota TNI AD yang aktif dan loyal dengan komando.
Lalu apa korelasi antara berani dengan PKI?
Yah, saya juga tidak tahu persis apa itu PKI, namun sepanjang yang saya ketahui PKI itu adalah sebuah partai yang dibangun oleh buruh maupun kaum tani yang merasa dirinya tertindas.
Jadi PKI itu yah partai yang berbasiskan orang-orang miskin, yang berani menentang penindasan. Saat itu memang banyak tani yang menggarap tanah yang luas tetapi milik segelintir orang. Sementara saya sendiri anggota TNI, jadi ndak nyambung kalau saya dikatakan PKI.
Seperti apa penyiksaan yang Anda alami pada saat itu?
Wah, wah, wah?.sangat menyedihkan. Kami diberi makan nasi jagung yang dicampur dengan pasir dan pecahan kaca. Sementara itu tidur beralaskan semen, ruangan yang gelap gulita, dikurung tanpa busana dan dipukuli, wah pokoknya sangat menyedihkan, bahkan ada satu orang waktu itu perutnya ditimpa dengan kursi, kemudian diinjak-injak dari atas sehingga kotorannya keluar.
Berapa lama Anda disiksa?
Saya disiksa selama 11 tahun di penjara. Namun penyiksaan paling berat itu selama dua tahun sejak saya ditangkap.
Mengapa itu dilakukan?
Saya kurang tau, mungkin biar puas Jenderal Soeharto, saat itu biar bebas Amerika Serikat masuk ke Indonesia, karena kalau tidak seperti itu SBY-Boediono ini mungkin akan jadi miskin juga seperti saya.
Menurut Anda apa sebenarnya penyebab terjadinya gerakan 1 Oktober 1965 itu sehingga ada instruksi untuk menghabisi PKI?
Setahu saya penyebabnya tidak lain dan tidak bukan, karena banyaknya kepentingan asing di negeri ini seperti Amerika Serikat, Inggris dan sekutunya yang ingin menguasai kekayaan alam bangsa Indonesia. Namun sejauh itu dihalau oleh Presiden Soekarno. Pada waktu itu, Soekarno terang-terangan menentang Amerika Serikat, dan pernah bilang “Go To Hell With Your Aid”. Artinya pergi kau ke neraka bersama bantuan mu.
Kemudian Soekarno menentang Amerika Serikat lalu menggalang kekuatan di Asia dan Afrika. Malaysia saat itu yang menjadi kaki tangannya Amerika, ditentang juga oleh Soekarno, dengan mengatakan jika Presiden Malaysia Abdul Rahman tidak mau bertemu dengan Soekarno maka dia akan memerintahkan berselisih dengan Malaysia.
Menurut Anda kenapa pada waktu itu Presiden Soekarno berani menentang kaum Asing terutama Malaysia?
Karena, Soekarno mendengar suara rakyat. Dia tahu persoalan rakyat makanya ada istilah Soekarno lebih baik makan daun singkong sendiri daripada keju milik asing, mencanangkan perekonomian yang berdikari “berdiri di atas kaki sendiri”, tidak seperti sekarang ini berdiri atas bantuan Amerika, kita ini kan bonekanya Amerika. Kita di sini kesusahan, lihat saja mereka kaya-kaya, tetapi seperti itu pun kita senang juga kalau mendengar Amerika, padahal kita tidak tau sebenarnya Amerika itu sangat picik.
Mengapa PKI juga dihancurkan sementara yang menentang Amerika secara langsung kan Soekarno?
Soekarno itu kan pendukung utamanya PKI yang saat itu mendominasi di parlemen dan menteri. Jadi yang pertama dihancurkan itu yah PKI dan simpatisannya, baru kemudian simpatisan Soekarno setelah itu baru Soekarno nya.
Berapa banyak yang menjadi korban saat peristiwa itu?
Kurang lebih 3.000.000 orang, seperti pernah dikatakan Soarwo Edy, Panglima yang menghantam para PKI dan simpatisanya serta simpatisan Soekarno, dan mungkin lebih, tetapi entah dimana mereka sekarang saya kurang tahu.
Bagaimana, nasib para korban tragedi itu sekarang?
Wah, ada yang trauma, ada yang sakit ada yang susah dan banyak juga yang sudah meninggal dunia. Saya masih beruntung tidak meninggal saat itu, dan masih dapat melihat akibat dari peristiwa itu sekarang ini.
Hidup Sebatang Kara
Meskipun sebagai saksi sejarah, kini hidup Eddy Sartimin sebatang kara. Dia tinggal di Jalan Kejaksaan Medan, tepatnya di Kantor Marhaenisme.
Istrinya Misnem sudah meninggal empat tahun yang lalu, sementara anaknya tinggal di Tanjung Morawa Deli Serdang. “Saya hidup sebatang kara di Medan ini,” katanya saat ditemui di Kantor KOTIB di Jalan Bunga Kenanga Medan.
Setiap pagi, Eddy Sartimin mendayung sepedanya menuju kantor kantor KOTIB. Terkadang saat tidak ada kerjaan di kantor KOTIB, Eddy Sartimin kerab bercocok tanam di komplek kantor KOTIB, kebetulan kantor itu luas dan pas untuk bercocok tanam.
“Saya di sini ada nanam ubi kayu. Dan hasilnya saya makan sendiri dan dibagikan kepada kawan-kawan di kantor KOTIB,” ungkapnya.
Dia mengaku senang dan nyaman dengan kehidupannya saat ini. Seolah-olah kenangan masa lalu yang pernah di penjara 11 tahun gara-gara disebut sebagai anggota PKI sirna dengan sendirinya. “Penderitaan ku 11 tahun di penjara itu tidak sebanding dengan kondisi sekarang ini, artinya kehidupaan ini lebih buruk dibanding apa yang saya alami pada waktu itu,” ungkapnya.
Selain bercocok tanam, jika ada gerakan demonstrasi Eddy Sartimin tidak mau ketinggalan. Jiwa aktivisnya sering muncul, dan ikut demo dengan teman-temannya. Dia merasa dengan ikut demo maka hatinya akan puas dan jiwanya menjadi nyaman. Eddy Sartimin berharap, dengan kondisi saat ini pemerintah bisa memulihkan nama baik para korban gerakan 1 Oktober 1965 di mata masyarakat, sehingga hak-hak para korban dapat dipenuhi.
Biodata
Nama: Edy Sartimin
Kelahiran: Medan 22 Agustus 1936
Istri: Misnem
Anak: 1 Orang, Susiana
Pekerjaan: Aktivis Ikatan Orang Hilang (IKOHI)