Aguslia Hidayah
http://www.tempointeraktif.com/
Badut pendek berwajah tua dan menjinjing koper lusuh itu ngotot ingin jadi Hamlet. Popo, nama badut itu, merasa pantas jadi sang tokoh utama dan meminta dukungan penonton. “Hei, ayolah, betapa susahnya datang dari Bombay ke Jakarta. Dikit-dikit macet, dikit-dikit no parking,” keluhnya lantang. Apa mau dikata, penonton setuju, maka akhirnya ia pun terpilih.
Hamlet sebenarnya sebuah drama Shakespeare yang gelap. Kisah itu bertabur tragedi dan berujung pada kematian. Hamlet adalah seorang pangeran di Denmark. Ayahnya baru meninggal dan pamannya, Claudius, naik tahta. Ibunya, Gertrude, dinikahi Claudius. Hal ini membuat Hamlet merasa sangat sedih. Pada saat yang sama, beberapa teman Hamlet melihat hantu yang mengaku dirinya ayah Hamlet. Ia disuruh untuk membalas dendam karena Claudius telah membunuhnya.
Tapi, tak ada air mata yang tumpah dalam pertunjukan kali ini. Bagaimana bisa? Sebab, dalam pertunjukan Hamlet karya Rajat Kapoor yang pentas di Teater Salihara, Senin dan Selasa malam lalu, telah membelot menjadi komedi satir. Kapoor menafsirkan kisah sedih itu menjadi Hamlet The Clown Prince dengan konsep Clown Company, badut India dengan aksen Italia dan Prancis. Enam badut yang tengah bersekolah teater memerankan tokoh Getrude, Raja Claudius, Polonius, Ophelia, hantu ayah Hamlet, dan Laertes.
Meski dikemas berbeda, tak ada perubahan drastis dengan kisah aslinya. Hamlet, yang seharusnya gagah dan tampan, digambarkan dengan badut jelek. “Oh, tidak, mana mungkin aku punya anak akan seburuk ini. Bisakah diganti?”. Keluhan ayah Hamlet itu memancing tawa penonton. “Oke, Hamlet, why so serious”. Sebuah kicauan jargon Joker dalam film Batman, The Dark Knight, yang terlontar itu menambah lucu suasana. Sehabis beradegan, mereka membahasnya sendiri dengan jenaka.
Gertrude kali ini digambarkan sebagai wanita murahan. Tak hanya bercumbu dengan Claudius, ia pun menggoda penonton bule dengan melempar kain merah marun yang diartikan sebagai ajakan bercinta. Ia memanggil Hamlet dengan sebutan sayang “Hamy”. Tampaknya Kapoor sedikit meledek karya berat itu. “Ayolah, ini Shakespeare, bukannya chicklit,” gertak satu badut yang berperan sebagai sutradara kelas.
Misi Kapoor menjadikan mood penonton terjun bebas antara sedih dan lucu, kian gamblang. Lihatlah bagaiamana badut bernama Vito Mr. Egg–karena memang suka memegang telur ayam–, yang berperan sebagai hantu, dan Raja Claudius melontarkan tari-tarian energik. Di tengah cerita serius, ia sendirian menari ala artis-artis Bollywood di film. Dan, lebih seru lagi, ia berjalan mundur alias moon walker dan merasa dirinya mirip Michael Jackson.
Dalam naskah asli, seusai pertikaian Hamlet dan Getrude, ia tak sengaja menusuk Polonius, penasehat raja, yang bersembunyi di balik tirai. Ia mengira itu adalah Claudius. Saat tragis itu dinarasikan berbeda. Hamlet dan Getrude berada di atas panggung drama, keduanya lupa dialog. Dari samping tirai, si badut Nemo berusaha membantu Hamlet dengan membisikkan kalimat, yang makin lama makin cerewet, hingga Hamlet berang dan pun menusuk Nemo, yang berperan sebagai Polonius. Tragedi pun disulap komedi.
Ophelia, yang diperankan badut bernama Fufu, hanya muncul sebentar. Ia menengadah ke atas, lalu tersungkur di lantai pentas. Ophelia mati tenggelam. Leartes, yang mendadak diperankan badut sutradara kelas, pun mengajak duel. Pedang Leartes dan minuman Hamlet telah diracuni Claudius. Ironis, cawan anggur itu justru diminum Getrude tanpa sengaja. Di putaran kedua, pedang mereka tertukar. Leartes kalah, tapi sebelum mati ia mengaku bersekongkol dengan Claudius. Hamlet murka dan menusuk pamannya. Tanpa sadar, Hamlet pun telah tertusuk pedang Leartes saat duel. Getrude dan Hamlet pun tewas dengan racun yang sama.