Susianna
suarakarya-online.com
Nama Salim tiba-tiba muncul di tengah hinggar bingar blantika seni lukis Indonesia dalam pameran tunggal (2-14 September 2008) di Galeri Nasional Indonesia ketika menapak usia 100 tahun tanggal 3 September 2008 lalu. Pameran bertajuk Salim/Siapa Salim diresmikan Gubernur DKI H Fauzi Bowo diselenggarakan Cemara 6 Galeri atas prakarsa Prof. DR.Toeti Heraty Noerhadi Rooseno.
Selama ini Salim menetap di Paris. Sejak usia kecil pelukis kelahiran di sebuah desa dekat Medan (Sumatera Utara) sudah merantau di beberapa kota di Prancis dan Belanda. Karena kondisi kesehatan di samping gangguan penglihatan sejak 3 tahun lalu, Salim tidak bisa hadir. Kondisi Salim, komentar dan kesan tentang Salim, perbincangan, foto – foto dan karyanya ditayangkan berupa video di ruang pameran.
Dalam catalog pameran, pelukis almarhum Affandi (lahir 1907) memberi kesan tentang Salim melalui rekannya Yazir Marzuki, penerbit Djambatan – Apa yang saya akan tulis ini pada Sdr. ialah pengalaman saya di Paris tahun 1950. Ini adalah pertama kali saya menginjak Paris. Langsung saya kepingin sekali ketemu Sdr.Salim pelukis Indonesia yang ada di Paris dan belum pernah pulang ke Indonesia.Begitu saya ketemu saya kaget luar dugaan dan merasa bahagia. Apa sebab? Saya kira tadinya, Sdr.Salim dalam seninya barat. Betul-betul tidak. Dia tetap timur Indonesia Dalam garis-garisntya, saya lihat inti-inti batik. Yang zoodanis verwerk menjadi khas pribadinya. Liner sekali drawingnya. Inilah pendapat saya . Tertanda Affandi 1983.
Pelukis AD Pirous menulis kesan ketika melihat pameran Salim ketika 34 tahun yang lalu (1974) di Balai Budaya, Jl.Gereja Theresia Jakarta. Pamerannya menampilkan warna-warna cemerlang, bentuk-bentuk yang mudah ditebak, dengan situasi menyenangkan,
Lukisannya seakan-akan telah menggambarkan surga hijau di belahan bumi tropis. Lukisannya masih memancarkan kehangatan, warna dan garis. Salim yang puitis.secara keseluruhan sangat terkesan akan warna-warnanya yang redup, mantap, kecoklatan. Garis-garis liriknya sangat efektif ketika melukis beberapa ruang arsitektur yang vertikal. Ada perasaan damai, suara batin yang senilai dengan nafas religius pada lukisan gereja ataupun masjid yang ditampilkan. Memang agak berbeda dari lukisan-luksan cemerlang di masa pameran di Balai Budaya (1957) yang hangat dan ceria.
Salim Di Mata Pelukis
Ada sekitar 90 lukisan cat minyak yang cendrung bergaya kubistik digelar produksi dari tahun 1956 hingga 2004, terbagi atas tema bunga, pemandangan, arsitektur dan figuratif. Antara lain Pelabuhan Tegal,. Di Belgia Selatan, Kenang-kenangan dari Sete, Pelabuhan di Eropa, Gadis Bali, Katedral, Catalugna, Gereja, 1001 Malam, La Familie Sumatra, Wanita Tionghoa, Bunga Malam dan Taman I-III.
Di samping itu 16 pelukis Indonesia menghadirkan lukisan tentang pelukis Salim. Masing-masing menampilkan sebuah lukisan ataupun sketsa tentang sosok Salim dalam berbagai ekspresi, imajinasi. gaya dan cerita. Antara lain Syahrial Pahlevi menciptakan lukisan bertajuk Soekarmo Melihat Salim Berjalan di Trotoir, dan Eddie Hara menampilkan karya karikatur Monster Paristen (Salam Salim Silam)
Salim mengawalili pameran tunggal tahun 1948 di Sete, Prancis Selatan seterusnya pameran di beberapa negara. Tak ketinggalan pameran tunggal di Indonesia . Pertama kalli 1956 di Jakarta dan di Bandung. Boleh dihitung dengan jari Salim pameran di Indonesia di Jakarta, Bandung dan Bali.
Dalam katalog pameran tunggal di Pusat Kesenian Jakarta Taman Ismail Marzuki (2 – 15 September 1974), Ketua Dewan Kesenian Jakarta (DKJ) Ajip Rosidi menulis pengantar antara lain mungkin orang Indonesia lupa bahwa ada seorang pelukis Indonesia yang sejak puluhan tahun tinggal di Paris. Apabila sekali-sekali tidak ada berita mengenai hadiah-hadiah yang diperolehnya dalam pamaren-pameran internasional. Dalam berita itu, Salim yang sebagian besar dari usianya dihabiskan di kota kebudayaan Eropa itu, tetap juga disebut sebagai pelukis Indonesia. Dan dengan demikian hadiah-hadiah yang diperolehnya itu mengharumkan nama Indonesia juga dalam gelanggang internasional Beberapa buku dan majalahj kebudayaan di Indonesia memperkenalkan karya-karya grafisnya. Beberapa karya sastra terkemuka seperti karya John Steinbeck diterbitkan dengan ilustrasinya terutama karya sastra yang dianggap bersuasana timur.
Dalam, catalog yang sama Hazil Tanzil, sahabat Salim memberi catatan. Apakah Salim seorang pelukis Indonesia ? Ya! Ia orang Indonesia, punya jiwa Indonesia, melihat dengan mata Indonesia.Tekniknya universal, coraknya banyak dipengaruhi oleh aliran – aliran impresionisme. Salim seorang pelukisa yang luas pengetahuannya tentang cabang-cabang seni lainnya seperti musik, sastra, dan seni rupa umumnya.
Pernah mantan Presiden Soekarno bertanya padanya : “Mengapa engkau masih terus di Paris saja? Mau mati di Paris?. Ia menjawab : “Bukan mau mati, saya mau hidup di Paris!”. Barangkali dialog ini juga mengilhami Syahrial Pahlevi menciptakan lukisan Soekarmo melihat Salim Berjalan di Trotoir. Di mana dalam lukisan tersebut tertera kalimat dalam dialog tadi.
***