PERNYATAAN SIKAP FORUM PEDULI BUDAYA ALAM MINANGKABAU (F-PBAM)

Setelah membaca dan mencermati laporan pertunjukan Teater Sakata di Harian Jogja, Senin, 4 Mei 2009, halaman 12 berjudul “Pentas 3 Perempuan: Angkat Konflik Perempuan di Rumah Gadang” ide dan sutradara Tya Setiawaty, Sabtu, 2 Mei 2009, bertempat di Studio Teater Garasi Yogyakarta, kami menemukan kejanggalan yang sangat fatal dalam paragraf pertama laporan tersebut, yakni pada kalimat: Apalagi, adat Minangkabau yang memperbolehkan perkawinan poliandri, satu perempuan menikah dengan banyak laki-laki. (dokumentasi terlampir)

Hal ini akan menjadi lebih bias lagi jika mencermati keterangan foto laporan dimaksud, berbunyi: SEMANGAT: Sang Ibu dan Sang anak dalam pentas 3 Perempuan mampu menyemangati perempuan untuk mempertahankan prinsip hidupnya. Jika tidak hati-hati, keterangan ini dapat menggiring asosiasi pembaca menghubungkan prinsip hidup itu dengan pernyataan keliru di dalam teks laporan. Terlebih yang ditonjolkan dari pentas dan laporan pementasan tersebut bukanlah perjuangan seorang perempuan Minangkabau mempertahankan eksistensi diri dan seni-budayanya (dalam hal ini saluang dan dendang), tetapi justru menonjolkan hal-hal yang dianggap sensasional, seperti seksualitas dan affair keluarga, yang sangat personal sifatnya dan tindakan semacam itu tidak memiliki hubungan apa pun dengan sistem adat alam Minangkabau yang hendak dipresentasikan.

Bertolak dari hal di atas, maka kami Forum Peduli Budaya Alam Minangkabau (F-PBAM) menyatakan sikap sebagai berikut:

1. Merujuk pada Tambo (hukum adat yang menjadi pegangan masyarakat alam Minangkabau hingga saat ini), baik dari Laras Koto Piliang (Datuak Katamanggungan), Laras Bodi Caniago (Datuak Parpatih Nan Sabatang), maupun Laras Nan Panjang (Datuak Simaharjo Nan Banego-nego), tidak ada memuat perihal tentang adat Minangkabau yang memperbolehkan perkawinan poliandri.

2. Adat Alam Minangkabau disusun dari hasil kesepakatan bersama masyarakat Minangkabau, sebagaimana pepatah bulek aia dek pambuluah bulek kato dek mupakek (bulat air karena pembuluh bulat kata karena mufakat) dan tuah dek sakato cilako dek basilang (tuah karena sekata celaka karena berkonflik) dan kato daulu kato ditapati kato kudian kato dicari (kata pertama kata ditepati kata kemudian kata dicari). Baik itu yang berlaku di dalam: manitiak dari ateh (menitik dari atas) Laras Koto Piliang, mambusek dari bumi (membuncah dari bumi) Laras Bodi Caniago, maupun gabungan dari kedua laras tersebut (Laras Nan Panjang). Maka:

3. Adat Minangkabau yang memperbolehkan perkawinan poliandri, satu perempuan menikah dengan banyak laki-laki adalah tafsir dan pernyataan individu yang ke bawah tidak berakar, ke atas tidak berpucuk, di tengah digirik (digerogoti) kumbang dan tidak bisa dijadikan atau disebut sebagai adat Minangkabau yang menyangkut tatanan kehidupan masyarakat alam Minangkabau. Untuk itu:

4. Kepada Peneliti, Ilmuwan, Jurnalis, Budayawan, Seniman, dan siapa pun yang tertarik untuk mengangkat Adat Minangkabau, supaya lebih teliti dan mendalam melakukan sebuah studi kasus sebelum menampilkan di gelanggang mata orang banyak. Supaya tidak menghancurkan adat itu sendiri demi kepentingan sesaat individu atau kelompok yang terjebak dalam euforia banal, demi memenuhi misi liberalisme global yang ingin melenyapkan manusia dari identitas dan budayanya, salah satunya melalui “pesan sponsor” fanding asing.

5. Pernyataan ini kami buat bukan bermaksud untuk menghambat proses kreatifitas siapa pun, akan tetapi sebagai sebuah bentuk rasa memiliki dan mempertahankan budaya Minangkabau sebagai salah satu budaya Nusantara dari penghancuran gerakan liberalisme global yang telah membuat kita seperti ayam mati kelaparan di lumbung padi! Dengan niat semacam ini, kami ingin menekankan agar tidak ada pihak yang merasa “dizalimi” lalu mengeksploitasinya untuk keuntungan lebih lanjut sebagaimana banyak menjadi motif atau modus operandi dalam gerakan liberalisme global!

Yogyakarta, 12 Mei 2009

Kami Forum Peduli Budaya Alam Minangkabau (F-PBAM):

1. Syuhendri Dt. Siri Marajo (Ketua)
2. Raudal Tanjung Banua (Sekretaris)
3. Ivan Adilla
4. Y. Thendra BP
5. Indrian Koto.

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *