DI HUTAN METROPOLITAN
mendadak aku begitu kepengin
seketika menjelma seekor binatang liar
yang hampirhampir tanpa akal
menjadi sepenuhnya percaya pada naluri
menandai tiap menemukan mata air
dengan ludah bacin dan kucuran air kencing
mengabarkan lezatnya makanan
dengan tetes liur dan nyanyian perut lapar
memikat lawan jenis kelamin
dengan wangi sperma dan lenguh panjang
mengusir para pesaing
dengan lentur ayun pada cakar dan taring
lalu berikan aku sedikit arah pandang
dengan kemiringan sudut paling tak terduga
agar makin jeli makin waspada
segera setelah menjadi terbiasa
setelah nyaris semua membosankan
setelah kemudian Hanya benarbenar engkau
bukan segenap yang Menempel pada dikau
hai tunggu apalagi
kau boleh Membunuhku sekarang
agar aku mengerti hidup yang kau berikan
sembilan malam sudah lelap bernyanyi
Bangunkan aku kepada sunyi
29.11.2010?
TAK PERNAH JELAS
KAPAN TERTIDUR PULAS
sejak menjelang subuh
di bawah cahaya
yang tak mencipta bayang
matahari menunggu
leleh mata yang lelah
gagal memandang
jatuh pada pusaran waktu
pada ruang penyembuhan
pejam dan hampa
alarm jam yang mati
nyaring dalam kesunyian
jangan dibangunkan
25.11.2010?
BERKEMAS (BERDENDANG) TANPA SUARA
meski akhirnya kau datang
sudah kuputuskan kita hanya akan diam
meminimkan beban atas tanggung jawab
pada katakata yang terutara
paling tidak menjadi semakin kecil
kemungkinan kita jengah bertemu angin
dan tak perlu menjawab pertanyaan
yang mungkin saja timbul atas pernyataan
biarlah jika mata yang lelah ini
sesaat enggan saling memandang
ada baiknya sesekali sendiri tanpa suara
melihat dari masingmasing sisi
siapa tahu wajah kita sudah satu arah
hingga tak perlu lagi pembicaraan
kesepakatan tak harus dituliskan bukan
kerna kita akan kian sibuk berkemaskemas
menanggalkan semua yang masih lekat
sembari tak henti menari berdendang
yang sepertinya lebih kita pilih
ketimbang membawa yang tak kita punya
kau aku sepasang kita
yang tak lagi memiliki apaapa
23.11.2010 ?
PERAHU TAK MAU MENUNGGU
sepenuh hari hidup dan mati
berpilinan pada kesadaran kutubkutub
yang sering muncul bergantian
bukan malam bukan pula siang yang jalang
hanya kesenangan yang dipaksakan hadir
menjauh dari kesederhanaan pikir
lalu persetan dengan cinta bukan
aku telah melewatinya di tikungan terakhir
sebelum lampulampu di pinggir pantai redup
kerna pandang terhisap mata suar
kedip cahaya dalam waktu dan jarak tempuh
saat arah tujuan telah ditetapkan
aku berupaya keras untuk menepati janji
menjadi kepengin lekas mati
menjadi benarbenar tak peduli
meski kemudian segala rupa warna suara
dan bahkan semua yang menempel padamu
mendadak lenyap dalam indera tubuh
yang semakin renta atas usia
hai siapa sudah berdiri di haluan
bongkar sauh sendirian luaskan layar
23.11.2010?
BANJIR DI MUSIM KEMARAU
betapa air mengalir deras
menjauh dari basah dari bersih
yang kembali pengin dijumpainya
setelah pergantian musim begitu sungsang
membuatnya hanya menggenang
pada tanah kerontang
luka kering yang membikin jarak
menyimpan nestapa hingga ke tulang
dari sebalik kerak hitam
darah kuman bersekongkol meluaskan ruang
genang yang merapuh tiang pancang
rumah hampir roboh sayang
meski menjadi bodoh memang tak gampang
tidakkah kau lihat sekarang
pekarangan sudah tanpa penghalang
hanya menyisakan debu coklat
hingga daundaun kepincut
menyatukan warna memilih duluan gugur
sebelum pohonpohon tumbang
diterjang banjir bandang
jangan bilang kau tak tahu musim apa kali ini
katakan dengan lapar dahagamu
tenggorokan makin tercekik bukan
20.11.2010?