MELEWATI PAGI MENGEJAR SIANG
selain pekatnya hitam
tak ada lagi yang dapat dilihat
bahkan luka menganga
yang orang bilang pedih dan bising itu
di sini di negeri tanpa pagi
nyaris semua indera tak berfungsi
mungkin masih menyisakan satu mata
tapi sudah terlalu lama lupa tempatnya
dan celakanya
ini bukan bagian paling menyedihkan
kerna duatiga tahun terakhir
kau aku belum sekalipun membunuh
berbagai jenis kegelapan
yang tumbuh subur membelukar
melenyapkan bayangbayang
bukti keberadaan yang makin samar
satu demi satu melayang
kepada waktu mesti bersulang
kita di atas kuda pacuan
13.02.2011
KE PUKUL 00:00
pada tiap pergantian gerbang
kalbu menjelma mantra
menjadi rajah pembuka pintu
huruf purba bergetar di lapang dada
menjanjikan rumah yang nyaman
bagi jiwa yang butuh betah
bermukim dalam tabah
sepanjang bentang berkelokan
tanpa marka pemisah
melintas di jalan satu arah
diam bersimpuh menempuh tujuan
tak ada lagi yang tengadah
sebab tangan menggenggam pisau
memotong sejarak risau
dari yang telah ditentukan
sudah terlalu banyak detik terbuang
biarlah waktu geming sejenak
atau tepat saatnya sekali detak
meski kemudian kedua kaki lelah
arah tak akan berubah
jarum kompas telah patah
10.02.2011
TAK TERASA PUTUS ASA
selagi masih rasa
yang dipercaya
tak pernah sampai
segala yang ingin dicapai
kehendak terperas dari keinginan
yang tiris dari nafsu
tak pernah selaras pada yang satu
kemudian menjadi siasia
meski keringat mengucur deras
dan air mata terkuras
hanya membasahi gambaran
luput pada kenyataan
tubuh begitu betah
seolah tak butuh rebah
begitu nyaman memasuki labirin licin
tak berujung pangkal
penuh godaan di tiap tikungan
inilah nikmat akal yang diulangulang
rasa ingin tahu paling sakau
betapa akut betapa pukau
seperti kepada mainan baru
membuatmu berlamalama
tak ke manamana
hingga lupa waktu
tak menemukan pintu
asyik terkunci
09.02.2011
RIUH PENYAMBUTAN
yang hadir adalah angin
menabur debu di ruang tamu
tanpa warna tak terbaca
hanya terasa
kian pupur pada wajah
udara makin dingin
aku bersitahan tanpa selimut
meyakini tipisnya kulit
tebalnya raut
geming menyambut maut
yang tak pernah mau bilang
kapan akan datang
lantai memucat
kian lapang pada ruang
deru kereta di kejauhan
merambat hingga ke jantung
mengatur iramanya sendiri
pada detak berbagi sunyi
saling mengunci
05.02.2011
TERIMA KASIH
sesiang ini
aku sibuk menghafalkan wajahwajah
yang dulu pernah kutemui
saat gunung yang kulukis masih berwarna biru
belum tercampur warnawarna lain
kenangan demi kenangan terus berkelebatan
sementara aku masih sibuk menghafalkan
memukimkan satu persatu semua yang pernah hadir
meski beberapa sekedar mampir
pada ingatan sebelum semuanya kusatukan
lalu kuucapkan dua buah kata
atas apapun yang pernah datang kepada mata
kepada mulut kepada telinga
kepada semua yang terindera oleh tubuh
dan jiwa yang menua
betapapun mulut ini masih lebih banyak bicara
ketimbang mengunyah garam
duka suka sama saja
03.02.2011