Dari Hans Bague Jassin sampai Norman Camaru

Orang Gorontalo, Gokil Abis?

Syam Sdp

Sebuah pesan pendek bertandang ke ponsel saya. Pengirimnya adalah salah seorang sesepuh orang Gorontalo yang tinggal di Jakarta. Om Henk Uno namanya. Beliau ikut terkesima, namun juga keheranan dengan fenomena beberapa orang Gorontalo yang belakangan mendadak terkenal karena aksi mereka.

“Bung Syam, sangat mengherankan bahwa yang bikin nama Gorontalo menasional adalah isu yang dimengerti rakyat jelata ialah action briptu polisi dengan youtube lagu India, mantan narapidana dengan lagu Gayus Tambunan..” begitu tulis OH, inisial Om Henk.

Beliau mengaku terhibur dengan fenomena ini. Meski menurutnya , hal ini tidak seperti cara menjadi terkenal, sebagaimana yang diupayakan oleh HB. Jassin, BJ Habibie, Jus Badudu, John Aryo Katili. mereka membawa nama Gorontalo di arena nasional, dengan jalan lain, lewat kecendekiaan dan karya-karya mereka.

Hans Bague Jassin misalnya,siapa tak kenal Paus Sastra Indonesia ini. Bahkan belakangan nama itu kembali disebut-sebut. Nadanya miris, Pusat Dokumentasi Sastra yang dia dirikan itu ringkih dan terancam tutup akibat biaya operasional yang disunat habis-habisan oleh Pemda DKI. Ironis.

Nama lain yang dikenal karena hubungan genetis dengan daerah yang baru sepuluh tahun berdiri sebagai Provinsi otonom ini, adalah ahli Bahasa JS. Badudu, ahli geologi John Aryo Katili, dan BJ Habibie, mantan presiden RI kedua. Nama terakhir ini, meski lahir di Pare-pare (Sulawesi Selatan) dan besar di Bandung (Jawa Barat), ayahnya memang keturunan Gorontalo. Habibie adalah marga “Endemik” Gorontalo.

Tak lama setelah pesan pendek dari OH, seorang kawan dari pulau Jawa mengirimkan pesan pendek pada saya. Dia juga mengaku salut dengan aksi polisi anggota Brimob Gorontalo yang gokil itu, Norman Camaru, si penyanyi lipsync lagu India yang kini jadi “buah mata” (karena ngetop di youtube dan terus menerus ditayangkan televisi).

“Orang Gorontalo pada gokil abis ya,” begitu isi pesan pendeknya.

Dulu, ada Bona Paputungan yang berandai -andai jadi Gayus Tambunan yang bisa pergi ke Bali, juga dari Gorontalo. liriknya melankoli tapi kocak. Mantan narapidana itu mendadak ngetop, dia lalu nongol dari satu stasiun ke stasiun televisi lainnya.

Sebelumnya lagi, ada aksi Faisal, mahasiswa di Universitas Negeri Gorontalo yang juga bikin video klip “Banci Tapi Rendong” plesetan lagu lawas “Benci Tapi Rindu” yang didaur ulang oleh Titi Dj. Aksinya juga tak kalah gila, menyanyi lipsync berlagak banci frustasi sambil mengacung-acungkan parang, sambil berdemontrasi membuka (maaf) beha.

O ya, zaman Fadel Muhammad masih menjabat Gubernur Gorontalo selama dua periode (2001-2006 + 2007-2009), daerah ini dikenal sebagai daerah penghasil jagung. Oleh Fadel, yang kini menjabat Menteri Kelautan dan Perikanan , Gorontalo disulap dari sebuah daerah di pelosok Sulawesi yang tak terkenal, menjadi daerah pengekspor jagung.

Saat masih menjabat Gubernur Gorontalo, Fadel memang piawai memainkan isu komoditi ini, bahkan jika diwawancarai di layar kaca. Pria kelahiran Ternate yang sebelumnya dikenal sebagai pengusaha ini, kerap menampilkan diri dengan pakaian batik bermotif jagung.

Jurnalis kawakan, Farid Gaban, juga sempat terkaget-kaget saat dalam suatu perjalanan laut. di dalam kapal ferry dari Sulawesi Tengah dan Gorontalo itu, ia dan rekannya, Ahmad Yunus yang sedang melakukan ekspedisi “Zamrud Khatulistiwa”, tidur di atas tumpukan karung jagung asal Sulawesi Tengah, untuk diekspor dengan nama Gorontalo!

Belakangan memang baru diketahui, kepiawaiannya meramu jagung sebagai merek (Branding) Gorontalo itu, tak lebih dari trik marketing: jagung didatangkan dari provinsi lainnya, lalu dijual lagi dengan cap “Gorontalo”. Semacam politik identitas, sekaligus meneguhkan identitas politik bagi daerah ini. Entah, ini bisa disebut Gokil atau tidak.

Kembali ke Laptop. Kini Gorontalo lebih dikenal dengan individu-individu seperti Norman, Bona atau Faisal. Gokil, kocak, satir, atau entah apa lagi namanya. tingkah mereka bisa jadi sebuah branding Gorontalo yang baru. Bisa saja ada yang menganggap aksi mereka dianggap sebagai kreativitas yang dangkal.

Zaman memang berubah. adalah Youtube, situs video yang membuat segala sesuatu menjadi mungkin. Juga karena Blow up media massa, khususnya televisi. Rumus berita klasik tentang “Bad news is a Good News” sedikit bergeser dengan adanya fenomena seperti ini. Biarlah sedikit lebay.

Minimal, para kuli media yang dituntut perusahaan media (atau redaktur) dengan selera “Berita bagus adalah berita buruk” sedikit terbantu mengepulkan asap dapurnya. Berita sejenis ini memang masih berkategori provokatif: memicu pemirsa untuk tertawa terbahak-bahak.

Maka, terlupalah sejenak penatnya hidup dan hiruk pikuk informasi yang bikin sakit kepala itu.

***

Bahasa »