Soni Farid Maulana
pikiran-rakyat.com
ALHAMDULILLAH laman Mata Kata bisa kembali hadir ke hadapan Anda pada Selasa ketiga, April 2011. Dalam kesempatan kali ini, redaksi memilih puisi yang ditulis oleh penyair Ardi Mulyana Haryadi (Garut) dan Moh. Ghufron Cholid (Madura) dengan segala kelebihan dan kekurangannya.
Dalam puisi yang ditulisnya, Ardi menuliskan pengalaman batinnya lewat gaya ungkap haiku dengan pola 5-7-5 suku kata pada setiap lariknya. Menulis puisi haiku sebagaimana dikatakan para pakar, atau setidaknya sebagaimana yang pernah saya dengar dari almarhum Wing Kardjo, adalah penulis sebuah pengalaman puitik dengan kalimat yang ringkas dan padat. Di dalam kalimat yang demikian itu, pikiran dan perasaan (hati) harus menyatu, dan tidak terpecah belah.
Puisi Ardi yang diberi judul Ya setidaknya tengah membicarakan tentang hidup dan kehidupan itu sendiri yang berada dalam dua titik pilihan, ya atau tidak dalam pengertian yang seluas-luasnya. Dalam dua titik pilihan inilah manusia yang mengada di muka bumi hidup dengan segala akibat yang kelak ditanggungnya, atas apa yang dipilihnya itu. Jika ia cerdas menyiasati kegelapan, maka kelak hal-hal yang menyenangkan yang akan diraihnya, namun jika ia tidak bisa menghindar dari perangkap kegelapan, maka jelas hal-hal yang menyakitkanlah yang kelak didapatnya itu.
Posisi aku lirik dalam puisi yang ditulis oleh Ardi ini, setidaknya menggambarkan posisi aku yang tegas, sedangkan posisi kau lirik menggambarkan posisi orang yang selalu ekstra hati-hati dalam memutuskan satu perkara atau hal lainnya, yang ditawarkan kepada dirinya untuk diberi putusan. Pada sisi yang lain boleh juga kita tafsir bahwa posisi kau lirik dalam puisi Ardi itu adalah gambaran orang bimbang, peragu, tidak mempunyai keberanian dalam menanggung segala resiko hidup yang kelak dialaminya.
Apa yang ditulis Ardi setidaknya lebih jernih dibandingkan dengan puisi yang ditulis oleh Moh. Ghufron Cholid yang diberi judul Kamar Kehidupan. Ketidak jernihan dari apa yang ingin diekspresikan dalam puisi yang ditulisnya itu terasa pada bait kedua, yang larik-larik puisinya berbunyi:
Terkenang masa kanak di cermin zaman.
Risalah keakraban sepoi dan badai
Inspirasi yang tak pernah henti
Yakini diri
Akan datang suatu hari
Nada-nada kesombangan
Seruling kerakusan
Yang menggema di kamar kehidupan
Akan berubah tilawah
Hingga rahmah menebar bunga sumringah
Larik demi larik dalam bait puisi di atas tampak saling bertubrukan, dan tidak saling mendukung dalam membentuk makna tertentu, sehingga si pembaca bisa menarik benang merah dengan bait puisi sebelumnya yang ditulis seperti ini:
Yang datang dan yang pergi
Akan abadi dalam puisi.
Yang mendapat restu Illahi
Akan selalu menggema di hati.
Nestapa tak lagi menyanyi dalam sunyi.
Larik kedua dalam puisi tersebut jelas harus ditulis ulang, jika ingin mendapatkan makna yang utuh di hati pembacanya. Bila saya menulis ulang bait kedua, saya akan menulisnya seperti ini:
Terkenang masa kanak di cermin zaman.
Inspirasi yang tak pernah henti
Meruang dalam kamar kehidupanku
Hingga rahmah menebar bunga sumringah
Dalam menulis ulang, sang penyair harus mempunyai keberanian dalam dua hal. Pertama mencoret kalimat yang tidak perlu dalam larik-larik puisi yang ditulisnya, kedua menggantinya dengan kalimat yang tepat. Dalam konteks semacam inilah para pakar puisi pengatakan bahwa menulis puisi tidak bisa sekali jadi, selalu ada proses revisi. Kedua proses itu kadang disebut dengan proses di bawah kesadaran (saat puisi ditulis) dan proses di atas kesadaran (saat puisi ditulis ulang atau direvisi).
Setidaknya, demikianlah catatan ini ditulis. Semoga menulis puisi menjadi makin hati-hati di kemudian hari, dan bukan asal tulis. Penyair Rendra sebelum bukunya naik cetak selalu melakukan revisi, demikian juga dengan penyair Acep Zamzam Noor. Bahkan penyair Chairil Anwar telah menunjukkan hal itu dalam buku puisi Aku Ini Binatang Jalang dengan editor Pamusuk Eneste. Saya yakin, penyair yang lain pun melakukan hal yang sama. Selamat berkarya. (Soni Farid Maulana/”PRLM”)
***
Ardi Mulyana Haryadi
YA
Aku bilang ya
Kau bilang mungkin juga
Hidup, memilih
Garut, 2011
Ardi Mulyana Haryadi, lahir Serang, 13 November 1987. Saat ini tinggal di Kp. Pasar 03/04 Ds. Wanamekar Kec. Wanaraja Kab. Kab. Garut 44183. Alumnus Jurusan Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia Indonesia STKIP Garut. Pekerjaan Guru honorer SD.
***
Moh. Ghufron Cholid
KAMAR KEHIDUPAN
Yang datang dan yang pergi
Akan abadi dalam puisi.
Yang mendapat restu Illahi
Akan selalu menggema di hati.
Nestapa tak lagi menyanyi dalam sunyi.
Terkenang masa kanak di cermin zaman.
Risalah keakraban sepoi dan badai
Inspirasi yang tak pernah henti
Yakini diri
Akan datang suatu hari
Nada-nada kesombangan
Seruling kerakusan
Yang menggema di kamar kehidupan
Akan berubah tilawah
Hingga rahmah menebar bunga sumringah
Kamar Hati, 2011
MOH. Ghufron Cholid, lahir di Bangkalan 07 Januari 1986. Putra KH. Cholid Mawardi dan Nyai Hj. Munawwaroh, seorang Guru Bahasa dan Sastra Indonesia, Pembina Sanggar Sastra Al-Amien (SSA), Ketua Lembaga Pengembangan dan Pemberdayaan Masyarakat (LPPM) Yayasan Al-Amien Prenduan. Antologi Puisi Mengasah Alief (2007, bersama 10 Penyair Angkatan 31), Antologi Puisi Yaasin (Balai Bahasa Jatim, 2007 bersama penyair pesantren se-Jawa Timur) Antologi Puisi Toples (2009, bersama beberapa Mahasiswa Jogjakarta) Antologi Puisi Akar Jejak (2010, bersama 50 Penyair Al-Amien), Antologi Puisi Tiga Biru Segi (Hasfa Publishing, 2010) Kumpulan Puisi Heart Weather (ebook pertama 2010 di scribd.com, ebook kedua 2010 di evolitera.co.id), Kumpulan Puisi Dari Huruf Hingga I’tikaf (ebook di evolitera.co.id, 2010), Antologi Puisi Menuju Pelabuhan (ebook pertama di scribd.com, 2010, ebook kedua di evolitera.co.id, 2010). Antologi Puisi Ketika Penyair Bercinta (ebook pertama di scribd.com, 2010, ebook kedua di evolitera.co.id, 2010). Antologi Cerpen Cinta Reliji Lintas Negara (evolitera.co.id, 2010) KUN FAYAKUN CINTA Antologi Puisi Reliji Lintas Negara (evolitera.co.id, 2010), Antologi Puisi Jadwal Kencan (evolitera.co.id, 2011), Antologi Puisi Indonesia Di Mata Penyair (evolitera.co.id, 2011). Karya lainnya bisa dibaca di situs online: esastera.com, kemudian.com, mediasastra.com, al-amien.ac.id, puitika.net, poemhunter.com, sedangkan pada media cetak di Majalah QA, Majalah QALAM, Majalah IQRA’, Majalah Kuntum (Jogjakarta) Majalah Bongkar (Kalimantan) dll. Alamat domisili Pondok Pesantren Junglorong Komis Kedungdung Sampang/Pondok Pesantren Almunawwir Kauman Blega RT02/RW05 Blega, Bangkalan. Alamat Kantor Pengabdian di Pesantren Al-Amien Prenduan, Sumenep, Madura 69465.