http://www.lampungpost.com/
Terampas di Kotamu
setelah pagi yang meremas dingin di kota lamamu
masihkah kau menungguku
di pojok taman kota di bawah pepohon waru?
sedang di sini aku masih berbenah setiap kata mengaliri
dan menjadikannya
Aku
mengapa tak sejenak kauendapkan
semua hujan untuk memulai rindu yang baru?
ah aku telah dirampas angin
tandas di deru kotamu
Tanka 11
Di Beranda Rumah
kaktus-kaktus masih basah
sisa hujan semalam
wangi pagi begitu khas seperti aroma segelas kopi
yang rajin kau pertemukan denganku, duhai kekasih
desik daun daun bambu meningkahi gemericik air kali
yang kini tak jernih lagi
namun apakah aku tak boleh menyimpan kenangan itu
atau dia tak pantas tersimpan di tempat yang kotor
atau kau ingin membingkainya seperti foto pernikahan kita
yang kini nampak sepi di atas meja ukir lusuh dan berdebu
ah, mungkin kita harus segera berharap agar hujan turun lagi
agar wajah wajah kita tersusun kembali dalam cecapnya
dalam jangkauan tangan-Nya.
Terima kasih Gusti.
Tanka11
Di Sepanjang Jalan Enggal
pedagang pedagang
jagung bakar
di sepanjang jalan enggal
menatap malam diantara bara arang
dan berpasang kekasih begitu mekar di trotoar
mereka membegal mimpi kota
susut di wajah pedagang
mungkin kelak
atau esok
kitalah
yang menggantikannya
membakar malam
agar terselami; pun luput dan tak bisa puput
di kabut asap
mengangga.
Tanka11
Malam Kunang-Kunang
mengapa masih saja
kau jual tubuhmu dimabuk kota
di impianmu dulu ketika kau masih tinggal di desa
apakah kau lupa
pesan emak dan abah tentang bianglala
malam malam serupa kunang kunang di tengah pekuburan
ketika rintik gerimis memagut indah bibirmu,
matamu berkedip seolah tak ingin pisah
namun kini resahnya mendesakmu
memimpikanmu
di impianmu
sendiri
Tanka 11
Perempuanku
perempuanku, gerimis baru saja pulang
bergegaslah kau jemput malam yang akan datang
dan mohon jangan kau jamu aku dengan kuncup hatimu
yang redup biarkan ia tumbuh segar dan mekar
serupa mawar yang setia tumbuh di samping kamar
dan perjumpaan sepasang merpati
tadi sore yang hinggap di wuwungan rumah kita
adalah sebuah tanda esok pagi akan turun hujan
dan kemarau pun pergi bersama segala impiannya
aku tahu betapa tahun tahun penuh debu
dan kau pun melunta di sepanjang jalan nuju utara
tubuhmu di penuhi udara
ada pesan di ranting ranting cempaka
namun lali untuk kusampaikan padamu
wahai kau laki laki,
tak pernahkah kau berhenti hanya sekadar mencecapi
semangkuk puisi
dan sejejak langkahmu adalah nyanyi rindu perempuanmu
yang terlentang,
menunggu maut memagutnya: mesra
Tanka11
———-
Nunung S. Sutrisno, lahir di Yogjakarta 23 Agustus 1976. Belajar kesenian di Teater Satu, Lampung. Sarjana Teknik Universitas Malahayati ini saat ini bekerja pada sebuah perusahaan swasta.