Dwi Rejeki
Suara Karya, 8 Okt 2011
BENARKAH membuat puisi itu sulit? Jika memang sulit, bagaimana mungkin anak-anak usia sekolah dasar atau bahkan anak-anak yang baru masuk sekolah menengah pertama sudah bisa membuat puisi puisi yang berkualitas?
Kenyatannya memang demikian. Anak-anak sekolah dasar dan mereka yang baru duduk di bangka SMP sudah pandai membuat rangkaian puisi. Kualitasnya pun layak dibanggakan, bisa jauh mengalahkan kualitas puisi-puisi yang diciptakan para seniornya, yakni anak-anak yang sudah menduduki bangku sekolah tingkat atas, bahkan anak-anak mahasiswa.
Berbincang di sela kegiatannya menjadi ketua dewan juri lomba cipta puisi pada ajang lomba cipta seni pelajar tingkat nasional di Istana Kepresidenan Bogor, baru-baru ini, dramawan dan penyair Putu Wijaya menginformasikan bahwa dalam keterlibatannya sejak 6 tahun lalu hingga saat ini memang terlihat anak-anak usia SD di Indonesia sekarang ini banyak yang sudah pandai menciptakan sebuah puisi.
Yang lebih membanggakan lagi, anak-anak Indonesia memahami apa itu puisi. Menurut mereka, puisi itu adalah ungkapan hati yang disampaikan melalui kalimat-kalimat yang pendek, namun sarat dengan makna. Puisi harus mencerminkan kejujuran hati saat merekam sebuah peristiwa ke bait-bait puisi.
“Pemahaman yang demikian itu, berhasil diungkapkan anak-anak usia SD dengan begitu lugu, apa adanya. Dan dari situlah tercermin kekuatan sang anak dalam membuat puisi. Saya sungguh mengagumi karya anak-anak yang begitu dalam saat menafsirkan sebuah kejadian dan mereka tuturkan ke dalam sebuah puisi. Rata-rata puisi yang dihasilkan anak-anak peserta lomba cipta seni pelajar tingkat nasional selalu bagus. Layak diberi jempolan,” ujar Putu Wijaya memuji.
Pengakuan serupa juga diungkapkan dramawan lainnya, Jose Rizal Manua. Dramawan yang sudah sering menuntun teater anak-anak Indonesia menjuarai festival teater dunia di Eropa ini menuturkan kemampuan anak-anak sekolah dasar dan anak-anak yang masih sekolah di SMP, karena pemahaman mereka mengenai sebuah masalah masih sangat bening, belum terganggu oleh hal-hal lain yang menuntut mereka menggunakan bunga-bunga kata, sebagaimana kerap dilakukan oleh anak-anak sekolah lanjutanm atas, atau anak-anak mahasiswa jika membuat sebuah puisi.
Jose Rizal Manua kemudian merekam sebuah puisi karya Gira Dwi Tirta dari SDN 7 Sungailiat, Bangka Belitung yang pada ajang lomba cipta seni pelajar tingkat nasional, tahun lalu, berhasil terpilih sebagai juara harapan II. Puisi yang dihasilkannya adalah puisi yang dibuat Gira Dwi Tirta secara dadakan berdasarkan tema yang diberikan secara dadakan pula oleh panitia dan dalam proses penciptaannya anak-anak diawasi langsung oleh dewan juri.
Puisi itu bertajuk
Sabda Alam
Kala ku gerah dari sapaan sang surya//kukan berlari pada keramahan rindang sang pohon//kala ku dingin dari terpaan sang hujan//ku kan berlari beteduh menghangatkan diri.
Kala ku terbuai oleh belaian sang bayu//ku kan terlelap dalam mimpi merayu.
Tapi ketika aku terjaga dari mimpi// aku tersentak//tak lagi bisa berlari// mentari garang menerjang//pohon telah hilang nelayang//hujan tertumpah marah//karena pohon telah enyah musnah.
Sang bayu tak lagi membelai//hingga terbuai//ia telah menjelma menjadi badai.
Apa yang terjadi//apa yang telah kuperbuat// mengapa alam tak lagi ramah//apakah dikau sedang marah?// karena manausia selalu serakah.
Akh//apakah ini sabda alam?//yang tersirat, tak tersurat//agar manusia selalu mensyukuri nikmat//untuk menjaga alam sebagai amanat.
Menurut penuturan Jose Rizal Manua, puisi yang dihasilkan oleh Gira Dwi Tirta itu adalah bukti kemampuan anak-anak Indonesia yang bisa menghasilkan sebuah puisi dengan kualitas jempolan. Itu baru untuk sebuah puisi dengan klasifikasi juara harapan II. Tentu asaja, puisi yang menjadi juara pertama akan lebih berbobot dan membanggakan. “Namun karya Gira Dwi Tirta itu saja sudah bisa mewakili bahwa kualitas pemahaman anak-anak Indonesia saat ini terhadap seni sastra, khususnya puisi, memang makin membanggakan,” ujar Jose Rizal seraya menambahkan bahwa ketika puisi itu dibacakan Jose Rizal di panggung terbuka dan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono ikut mendengarkannya, Presiden menjadi terharu. Presiden menilai, anak-anak usia SD saja sudah bisa menafsirkan bahwa rusaknya hutan kita kibat keserakahan manusia. Karena itu anak-anak sejakusia dini diminta ikut menjaga negeri mereka. Melalui puisi beragam tema, anak-anak pun mengungkapkan harapan murni mereka terhadap negeri tercinta, Indonesia.
Apa yang menyebabkan anak-anak bisa menciptakan puisi? Putu Wijaya menuturkan, adalah tugas sang pembimbing atau guru, yang lebih dominan berperanan menuntun, mendidik, dan mengarahkan ana anak muridnya menjadi berhasil ketika sang guru, pembimbing melihat potensi anak-anak muridnya. Guru-guru yang dimaksud, tentu saja guru-guru yang punya kepedulian terhadap dunia seni dan sastra. Kalau sebuah sekolah tidak mempunyai guru yang memahami dunia seni dan sastra, maka dampaknya, sekolah tersebut menjadi kering dengan prestasi budaya. Sebuah sekolah bisa memiliki prestasi di bidang seni dan budaya karena guru-gurunya punya kepedulian kepada dunia senbi dan sastra.
Pemerintahan sekarang, dibawah kepemimpinan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono, kata Putu Wijaya, memang sedang memacu pertumbuhan prestasi seni dan budaya di kalangan anak-anak sekolah dasar dan sekolah menengahpertama. Tujuannya? karena pemerintah sedang berusaha mencetak sebanyak mungkin maestro seni dan budaya. Dilihat dari sudut itu, adalah tindakan yang amat bijak, jika usaha pencetakan maestro seni dan budaya harus dirintis sejak dini. Dimulai dengan seleksi ketat sejak anak-anak sekolah dasar.
Hasil itu, kata Putu Wijaya dan Jore Rizal Manua, akan terasa dampaknya pada era mendatang, mungkin juga pada satu dasawarsa mendatang. Anak-anak yang sudah memperlihatkan prestasi gemilangnya di bidang seni sastra saat usia SD, sepertti misalnya Gira Dwi Tirta yang bisa membuat sebuah puisi bagus, pada tingkatan pertambahan usianya perlu terus dipantau dan dipacu agar tetap mampu mencetak prestasi gemilang.
Usaha usaha mencetak anak-anak yang mampou mencetak prestasi gemilang dalam bidang seni dan sastra, jugamenjadi bagian dari tujuan digelarnya Lomba Cipta Seni Pelajar Tingkat Nasional yang tiap tahun akan digelar. Tahun ini merupakan tahun ke-6 acara tersebut, dan akan terus dilanjutkan hingga berakhirnya masda kepemimpinan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono.
Mudah-mudahan pada suatu saat nanti, anak-anak yang berhasil meraih prestasi gemilang itu akan menjadi maestro seni budaya di tanah air. Semoga!
Dijumput dari: http://cabiklunik.blogspot.com/2011/10/mengapa-puisi-anak-anak-lebih-bening.html