Prof. Dr. Umar Junus (1934-2010)

In Memoriam Prof. Dr. Umar Junus (1934-2010)
Suryadi *
http://urangminang.wordpress.com/

Ketika sedang menuju ruang kuliah siang di tepian kanal Van Eyckhof, Leiden, Belanda, awal minggu ini, sebuah pesan pendek (sms) masuk ke hp kuno saya: “Dear frens (sic!), Bapak passed away peacefully at. 9.15 pm.” Sms itu dikirim dari Kuala Lumpur oleh Ervan Yunus, anak bungsu Umar Junus, yang memberitakan kepergian ayahnya menemui sang Khalik. Saya tertegun, dan langsung teringat kepada dunia ilmu dan kritik sastra Indonesia dan Malaysia yang kini telah kehilangan lagi salah seorang pakarnya yang terbaik dan sangat prolifik: Prof. Dr. Umar Junus.

Umar Junus meninggal pada hari Senin, 8 Maret 2010 pukul 9.15 malam waktu Kuala Lumpur dalam usia 76 tahun. Beliau meninggal di Pusat Perubatan Universiti Malaya (University Malaya Medical Centre) setelah menderita sesak napas akibat penyakit myasthenia gravis yang sudah dideritanya sejak 1997. Jenazahnya telah dikebumikan di Kota Damansara sekitar jam 3 sore, Selasa, 9 Maret 2010.

Sewaktu terakhir kali penulis bersama Prof. Taufik Abdullah mengunjungi Umar Junus di rumahnya di Petaling Jaya di sela International Convention of Asia Scholars ke-5 (2-5 Agustus 2007), beliau masih bercanda bahwa penyakitnya unik. Myasthenia Gravis adalah salah satu kelainan immun bawaan yang cukup langka. Karakteristik yang khas dari penyakit ini adalah timbulnya kelemahan pada otot rangka yang biasanya juga disertai nyeri ketika otot-otot digerakkan

Walau sakit dan sudah sepuh, Umar Junus tetap bersemangat jika diajak diskusi mengenai dunia sastra dan bahasa Indonesia dan Melayu yang telah digelutinya sejak tahun awal tahun 1960-an dan telah menjadikannya salah seorang yang terdepan di bidangnya. Beliau memang orang yang tak pernah mau diam. Sampai akhir tahun lalu beliau masih sering berkirim email kepada penulis. Karya ilmiahnya (buku, artikel yang terbit dalam berbagai jurnal ilmiah dan surat kabar) ditaksir mencapai lebih dari seratusan.

Umar Junus lahir tanggal 2 Mei 1934 di Silungkang, Sumatra Barat; memasuki sekolah menengah pertama di Silungkang dan sekolah menengah atas di Bukittinggi; meraih ijazah sarjana sastra dari Universitas Indonesia, Jakarta pada tahun 1959; mengajar di IKIP Malang sampai 1967; menjadi pengajar bahasa Indonesia di Yale University, Amerika Serikat; dan mulai 1967 hijarah ke Malaysia dan diterima menjadi dosen (pensyarah) di Universiti Malaya sambil meneruskan studinya. Ijazah Doktor Falsafah diraihnya dari Universiti Malaya pada tahun 1982 dengan disertasi “Sosiologi Sastera: Persoalan Teori dan Metode di sekitar Sastera Melayu dan Indonesia” yang kemudian diterbitkan (1986). Beberapa tahun kemudian ia dianugerahi gelar professor Madya oleh Universiti Malaya.

Walau merantau cina ke Malaysia, Umar Junus tidak melupakan ranah bundanya. Salah satu karyanya, Kaba dan Sistem Sosial Minangkabau: Sebuah Problema Sosiologi Sastra (1984) adalah bukti kecintaannya kepada kebudayaan Minangkabau. Buku itu merupakan salah satu hasil penelitian yang terbaik mengenai sastra lisan Minang kaba. Umar Junus juga menjadi dosen tamu di UNAND pada tahun 1985. Kemudian pada tahun 1993 ia juga menjadi dosen tamu di University of Kyoto, Jepang.

Umar Junus adalah seorang akademikus yang kritis, suatu sifat yang membuatnya enak menjadi mitra diskusi. Tapi karena sifat kritisnya itu pula kadang-kadang ada orang yang merasa tersinggung. Tapi baginya itu bukan jadi soal karena ia yakin dunia ilmu memang harus terbuka dan kritis.

Kalangan akademisi, kritikus, dan praktisi sastra Indonesia dan Malaysia amat mengenal kepakaran Umar Junus. Telaah dan ulasannya mengenai sastra Indonesia dan Malaysia wujud dalam bentuk buku, artikel ilmiah dan esai sastra. Bersama HB Jassin, ia diakui sebagai seorang kritikus sastra Indonesia dan Malaysia yang sangat produktif.

Sulit pula mengingkari bahwa Umar Junus telah banyak berjasa memperkenalkan teori-teori dan pendekatan-pendekatan sastra modern yang berkembang di Eropa kepada masyarakat akademis Indonesia dan Malaysia. Dalam memperkenalkan teori-teori dan pendekatan itu, ia sering mengaktualisasikannya dengan contoh-contoh karya sastra Indonesia dan Malaysia sendiri.

Tak kurang dari 60 judul buku (terbit di Indonesia dan Malaysia) sudah ditulis oleh Umar Junus, yang meliputi teori strukturalisme, sosiologi sastra, resepsi sastra, stilistika, dan semiotik. Ini dapat dikesan dari judul-judul karyanya, seperti Resepsi Sastra: Sebuah Pengantar (1985), Sosiologi Sastera: Persoalan Teori dan Metode (1986), Karya sebagai Sumber Makna: Pengantar Strukturalisme (1988), dan Stilistik: Pendekatan dan Penerapan (1990), untuk sekedar menyebut contoh. Pikirannya mengalir deras bagai air sarasah, dan hampir tak henti-hentinya. Bahkan di masa pensiun ia tetap produktif menulis artikel. Buku-bukunya menjadi bacaan mahasiswa yang dapat membimbing mereka untuk memperoleh pengetahuan dasar mengenai ilmu sastra.

Umar Junus beristrikan gadis sekampung, Farina Talaha (sekarang berumur 69 thn), yang dinikahinya tahun 1960. Tahun ini adalah ulang tahun pernikahan mereka yang ke-50. Pasangan langgeng ini memiliki tiga anak (2 lelaki, 1 perempuan): Novian Ekaputra Junus (49), Revina Ekaputri Junus (47), dan Ervan Dwiputra Junus (34). Dari anak-anaknya almarhum memperoleh 7 orang cucu.

Dalam suatu kesempatan berbincang-bincang dengan Ervan Junus, yang bekerja di sektor perminyakan, di flat Saya di Leiden bulan Oktober 2007, anak bungsu Umar Junus itu berkata: aneh bahwa ayahnya memilih jalur akademik, tidak seperti kebanyakan orang Silungkang yang menjadi pedagang kaya di Jakarta dan di banyak kota lainnya di Indonesia.

Namun, justru karena pilihan yang “menyimpang” itulah Umar Junus jauh lebih dikenal dari pedagang kaya manapun dari Silungkang. Pilihannya ternyata tidak sia-sia. Selama sastra Indonesia dan Malaysia masih eksis dan diapresiasi pembacanya, karya-karya Umar Junus pasti akan terus dibaca orang. Dan, seolah diingatkan oleh judul buku Jack Goody, the power of written tradition, karya-karya Umar Junus yang banyak itu akan membuat namanya tetap eksis dan selalu dikenang.
____________________
*) Suryadi, Leiden Institute for Area Studies / School of Asian Studies, Leiden University, sumber disadur dari (Niadilova@blokdetik), “Belanda”
Dijumput dari: http://urangminang.wordpress.com/2010/04/24/prof-dr-umar-junus-1934-2010/

Bahasa »