Jalan itu
Syifa Aulia
di jalur yang kita kehendaki
tempat kita biasa memanja
kata
menabur canda dan
bertunas candu
melintasi hamparan
ladang anggur
dengan cawan dalam
genggaman
sayang jalur itu semakin
jarang kau lalui
tanpa ku mampu meraba
apalagi duga sangka
sebab jalan yang menuakah?
atau desis angin
telah menjegalmu
di ujung sana?
sungguh umpama
menancapkan belati
di jantung sendiri
saat mengangankan
bergandengan denganmu
dalam irama langkah
yang sama
menuju arah yang sama
menebingkan rasa
yang selama ini ada
berpijar di masing-masing
kita
kelak saat jalanmu
bercabang
dan lewatmu tak lagi
jarang
mungkin aku telah
meranggas
dan pulang ke carang.
14-11-2011
Menunggu Ibu
Akhiriyati Sundari
Di antara bisu meja kursi dan dingin lantai
Putih ruang yang mencungkupi
Ranjang besi, kasur tebal, dan suara rintih sakitmu
Aku bersimpuh
Mendaraskan setangkup doa dan shalawat
Bertabur di ai siu saat malam jatuh
Pekat
Kemericik lirih air dari tabung oksigen bagi kembang kempis napasmu
Julurjulur kabel
Selang infus
Suara detak berjalan pelan di layar
Komputer yang berdenyar
Diamdiam kubaca sebagai puisi yang berjalan sunyi
Mencari alamat tak pasti
Lalu, catatan kenangan itu mencegatku
Begitu gaib
Begitu rahasia
Begitu masa
Inikah gua garba itu, Ibu?
Kabel dan selang infus yang bersambung di tubuh ringkihmu
Adalah asupan nyawa untukku yang
Meringkuk hangat bersebab sambungan tali pusar di rahimmu
Kala ingatan belum menempel di kepalaku
Barangkali, sesekali kita perlu mengaji kepada puisi
Yang sabar menulis kalimat lelah dengan hati-hati
Yang tabah merawat sepi
Hingga derita sebatas lagu sumbang tanpa penari
Tak perlu kita ratap-ratapi
Inikah gua garba itu, Ibu?
Tempat cinta memula
Tempat cinta berdoa
; Aku memilikinya
Yogyakarta, 28 Oktober 2010