Bukan Sastrawan, Jangan Menyingkir

Odi Shalahuddin
http://www.kompasiana.com/odishalahuddin

Kanal Fiksiana terasa semakin hidup. Kritikan-kritikan yang terlahir, dengan beragam caranya, sadar atau tidak sadar, sesungguhnya telah menumbuhkan semangat bagi para penulis di fiksiana untuk meningkatkan kualitas karyanya. Sungguh, saya sangat yakin tentang hal itu, walau pada torehan komentar sering mengelak atau terkesan “menyerang balik” sang pengkritik.

Berbahagialah kita, satu per satu postingan berupa apresiasi dan kritik mulai bermunculan, oleh orang-orang yang memang memiliki kemampuan di wilayah sastra.

Diantaranya yang saya tahu adalah Hilda Hammer City dengan gayanya yang khas tanpa tedeng aling-aling yang mengkritisi secara keras atas pembacaannya mencermati situasi umum karya-karya fiksi kompasianer dengan bersandar pada kerangka pikir sastra dunia. Ini tidak mengherankan mengingat Hilda berlatar belakang pendidikan Sastra Inggris dari Universitas Sam Ratulangi dan merupakan sosok yang sangat aktif dalam dunia sastra di kotanya.

Patutlah dicatat Damar Juniarto, seorang penulis profesional, yang memiliki setidaknya lima nama pena, dengan latar belakang pendidikan sosiologi dan komunikasi lulusan Universitas Indonesia, yang tampaknya banyak bergelut dengan dunia kesenian. Tulisan yang membuat saya terkesan ketika ia memberikan apresiasi tentang Lisal (tulisan asal-asalan) atas status di FB yang dinilainya layak disebut sebagai puisi.

Insan Purnama yang pernah mengecap pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia di Universitas Negeri Jakarta dan Pascasarjana Fisip Universitas Indonesia, yang memiliki kecenderungan untuk menghimpun data dan informasi tentang sesuatu yang akan dituangkan ke dalam karya fiksinya, senantiasa menyimak dan memberikan apresiasi dan kritik sastra bagi karya-karya fiksi kompasiana.

Ajinatha, seorang yang telah lama bergelut dalam dunia film, walaupun kecenderungan saat ini menulis persoalan sosial-politik, namun masih menyempatkan diri sesekali untuk memberikan pandangan-pandangannya yang terkait dengan fiksi di Kompasiana.

Saya kira ada beberapa nama lagi yang mumpuni baik berlatar belakang pendidikan ilmu sastra atau orang-orang yang telah lama bergelut di dunia sastra yang telah memberikan kontribusi melalui postingan-postingannya untuk meningkatkan pemahaman kita.

Apresiasi ataupun kritik, suka atau tidak, sangat dibutuhkan. Kendati tidak selalu dianggap sebagai kebenaran, apresiasi dan kritik ini bisa menjadi cerminan dari masing-masing individu untuk mencermati dan mengkritisi karya-karyanya sendiri.

Sebagai manusia yang hakekatnya selalu melakukan pencarian kepada hal yang lebih baik, aman dan nyaman, proses pembelajaran tentulah menjadi bagian yang tidak terpisahkan. Melalui apresiasi dan kritik yang dihadirkan inilah, bisa menjadi bahan pembelajaran yang penting.

Maraknya postingan terkait apresiasi dan kritik sastra belakangan ini, bukankah menjadi pemenuhan dari kerinduan kita sejak lama sebagai kompasianer, khususnya yang bergelut di wilayah fiksi sebagaimana sering mengemuka dalam berbagai komentar dalam karya-karya fiksi selama ini?

Apresiasi dan kritik yang hadir tentulah jangan dianggap sebagai monster yang akan menakut-nakuti atau akan membunuh daya hidup untuk berkarya, justru harus diyakinkan kepada diri sendiri sebagai kebalikannya. Ialah yang akan mendorong dan menyemangati kita agar terus bisa berkarya secara lebih baik. Adanya berbagai macam gaya penuturan dari masing-masing orang, saya kira bisa diambil substansinya sebagai ilmu baru yang sangat berguna bagi kita.

Nah, mengingat kompasianer berasal dari beragam latar belakang dan kepentingan, maka janganlah perlu khawatir atau memiliki rasa takut yang berlebihan. Bila anda bukan (calon) sastrawan, tak perlu meragu, janganlah menyingkir. Tetap saja bermain dalam dunia imajinasi, menuangkan dalam karya, yang bisa menginsirasi, atau setidaknya memberi arti bagi diri sendiri, dalam proses pembelajaran yang tiada henti.

Salam hangat

Odi Shalahuddin
Yogyakarta, 9 Desember 2011
Dijumput dari: http://media.kompasiana.com/new-media/2011/12/09/bukan-sastrawan-jangan-menyingkir/

Bahasa »