Daisy Priyanti
suarakarya-online.com
Ternyata banyak pecinta sastra di negeri ini mengaku sangat kehalangan dengan meningalnya Lan Fang. Hal itu sedkitnya tergambar di wajah dr Ananto Sidohutomo, yang setelah Lan Fang meninggal 25 Desember 2011 lalu ia terus mengaku sangat kehilangan.
Penggagas acara Festival Lan Fang, yang diawali dengan pembacaan cerpen karyanya di gedung baru Suara Surabaya Media, Selasa (3/12), itu menyebut Lan Fang ada di dua dunia berbeda. “Dunia sastra dan dunia aktivitas sosial dan kemanusiaan, adalah rumah Lan Fang” kata dokter sebagai owner, pendiri Bidadariku.
Sekitar lima bulan sebelum meninggal, Lan Fang menggelar parade sastra. Acara itu untuk mencari dana bagi seorang sastrawati yang sedang menderita kanker payudara. “Saat itu, Lan Fang, menghubungi saya dan mengkonsultasikan penyakit sastrawan itu. Kemudian saya beri tahu, pengobatannya dan perkiraan biaya,” jelas dr Ananto.
Dengan semangat Lan Fang mendengarkan dan mengharapkan parade sastra yang digelarnya itu bisa membantu sastrawati itu berobat. Dan saat ini, sastrawati itu sudah operasi dan sedang menjalani kemoterapi untuk proses penyebuhan. “Dan ketika Lan Fang meninggal di Singapura, ternyata penyebabnya adalah kanker hati dan kanker tulang, yang penyebab primernya adalah kanker payudara,” ungkap dr Ananto.
Tapi Lan Fang tidak pernah mengeluh, atau mengungkapkan penyakitnya itu. Padahal sejak kenal dengan Lan Fang, dr Ananto sudah langsung mengajak Lan Fang menjadi aktivis di Bidadariku. Dengan penyebab kematian Lan Fang itu, dr Ananto menduga, Lan Fang sudah terkena kanker payudara itu sejak dua atau tiga tahun lalu.
“Pilihannya untuk menyembunyikan penyakit itu. Tapi ini menunjukkan betapa mulianya hidup Lan Fang, dia berusaha membuat hidupnya bermanfaat, meski sebenarnya dia sedang menderita,” tandas dr Ananto.
Sementara itu, acara pembacaan cerpen dan puisi karya Lan Fang yang digelar kemarin, menampilkan beberapa tokoh yang hadir untuk membacanya. Diantaranya, Wakil Gubenur Jatim, Saifulah Yusuf atau Gus Ipul, anggota DPR RI Indah Kurnia, Direktur SS Media Erol Jonathan, Johan Budhi Sava dari TB Togamas, Jl Diponegoro, Ina Silas dari House of Sampoerna, M Shoim Anwar dari Unesa, penulis Surabaya Suparta Brata, dan lain-lain.
Cerpen karya Lan Fang yang dibacakan dalam acara tersebut berjudul Qiu Shui Yi, Bai She Jing, dan Malam-Malam Nina.
Hadir pula dalam acara itu, Gatot S Santoso, wakil ketua INTI (Indonesia Tionghoa) Jatim. Gatot yang tampil sebagai pembuka acara, menyebut INTI sangat kehilangan Lan Fang. “Pertama, Lan Fang adalah bagian dari pengurus INTI . Dia adalah aset yang luar biasa, dengan sosoknya yang tidak sekedar orang China,” kata Gatot. Lan Fang juga sosok yang ringan tangan dan bisa mengenalkan INTI kepada luar komunitas Tionghoa.
Saat hari terakhir disemayangkan di Yayasan Adi Jasa, Gatot terkejut dengan banyaknya sahabat Lan Fang, yang datang dari berbagai kalangan. “Dia adalah seorang Indonesia. Tidak hanya seorang Tionghoa dan Budhis,” tandas Gatot. Festival Lan Fang sendiri akan berlangsung hingga 11 Maret 2012 mendatang. Kegiatannya meliputi talkshow di stasiun televisi lokal tentang Lan Fang pada 5 Januari, baca puisi karya Lan Fang di Bidadariku, Jl Trunojoyo 63 pada 8 Januari, dan musikalisasi di Matchbox Too, Jl Jawa 33 pada 5 Februari.
Tanggal 16 dan 17 Februari, bedah novel “Perempuan Kembang Jepun” di perpustakaan kota Malang, dan lain sebagainya.
Ya, bukti banyak orang yang merasa kehilangan dengan kepergian sastrawati ini, banyak juga orang memberinya penilaian dan pujian yang beragam tentang Lan Fang. Saifullah Yusuf, Wakil Gubernur Jawa Timur mengatakan sosok dan karya sastrawan Lan Fang adalah inspirasi bagi semua orang. “Tidak ada alasan meragukannya. Lan Fang adalah inspirasi kita semua. Karya-karya maupun kepribadiannya sangat istimewa, meski saya hanya bertemu beberapa kali saja,” ujar Syaifullah Yusuf di sela Parade Tokoh Bacakan Karya Lan Fang di Suara Surabaya Media, Selasa lalu.
Gus Ipul, sapaan akran Wagub Jatim itu juga menilai, sang penulis memang telah wafat, namun karyanya pasti dan akan selalu dikenang sampai kapan pun. Dia menyebut Lan Fang sebagai contoh manusia yang total dalam dunianya, tidak mudah dan tak pernah mengeluh. “Lan Fang mengerti dan menjadikan hidup dalam arti sebenarnya. Tidak peduli apakah ada perbedaan ras maupun agama. Semua tak dijadikan penghalang dan sifat itulah yang keteladanan yang diperlihatkan Lan Fanang,” kata Gus Ipul.
Selama Januari 2012, digelar sejumlah rangkaian kegiatan untuk mengenang Lan Fang, antara lain parade tokoh bacakan karya Lan Fang, diskusi, pembacaan puisi, musikalisasi, bedah novel, dan beberapa kegiatan lain. Puncaknya, pada 11 Maret 2012 atau bertepatan dengan hari kelahiran almarhumah, akan digelar pameran lukisan, seni rupa, foto, penjualan buku karya Lan Fang, penyuluhan dan konsultasi kanker serviks dan payudara, serta pemutaran video Lan Fang.
Sejauh mana Anda mengenai sosok Lan Fang? Novelis perempuan terkemuka asal Surabaya ini meninggal dunia dalam perawatan di Rumah Sakit Mount Elizabeth Singapura, Minggu siang akhir Desember 2011. Sekretaris Dewan Kesenian Surabaya Farid Syamlan mengatakan, Lan Fang yang telah menghasilkan beberapa novel dan cerita pendek itu meninggal karena menderita kanker hati. “Dia sebetulnya sudah lama menderita kanker hati, tapi tidak pernah dirasakan dan terus melakukan aktivitasnya. Sampai akhirnya parah dan tidak bisa disembuhkan,” katanya.
Lan Fang terkenal dengan novelnya “Perempuan Kembang Jepun” dan “Ciuman di Bawah Hujan”. Dia sempat dirawat lama di Rumah Sakit RKZ Surabaya kemudian pindah ke Rumah Sakit Adi Husada. “Dari Adi Husada, Jumat lalu (23/12) ia kemudian diterbangkan ke Singapura, namun nyawanya tidak tertolong. Kami teman-teman seniman di Surabaya merasa sangat kehilangan atas meninggalnya seorang sahabat yang pergi terlalu cepat,” katanya.
Farid mengenang Lan Fang sebagai sastrawan perempuan yang sangat potensial yang dimiliki Surabaya dan Indonesia. Lan Fang dikenal memiliki semangat luar biasa untuk terus berkarya. “Setelah kepergian Lan Fang, para penulis novel perempuan di Indonesia dan khususnya Surabaya tentu akan kehilangan lawan untuk mengadu karya,” kata Farid.
Lan Fang juga dikenal dengan julukan “Gus Durian” atau pengikut Gus Dur sehingga tidak aneh jika dia dekat dengan sejumlah tokoh ulama Nahdlatul Ulama. Pertemuan-pertemuannya dengan kalangan ulama itu seringkali kemudian ditulis oleh Lan Fang di sejumlah koran harian di Surabaya. Tulisan-tulisan ringan perempuan kelahiran Banjarmasin, 5 Maret 1970 tersebut seringkali memberi inspirasi karena menyangkut kehidupan seorang tokoh.
***
7 Januari 2012