Muhammad Iqbal, Cermin yang Tak Pernah Buram

Djauharul Bar *
http://jtopan.blogspot.com/

Muqaddimah

Legenda yang tak akan pernah habis dibicarakan, Muhammad Iqbal sosok fenomenal abad 21 telah meninggalkan banyak sekali catatan pemikirannya. Siapa yang tak mengangkat topi kepadanya, nama besar dari keluarga kecil banyak menorehkan tinta emas dalam perjuangannya menindas ketidakadilan. Melawan kekuatan penjajah, mengahabisi tipu daya kapitalis, menghiasi hari-hari dengan alunan kata puitis semuanya merupakan ciri dari sosok Iqbal.

Dikatakan bahwa Iqbal merupakan sosok yang belum tergantikan saat ini, gelar sebagai Sir serta sederet penghargaan erat dengannya. Bahkan, beliau juga disebut sebagai tokoh yang serba bisa, mulai dari pemikir, sufi, penyair, sampai seorang yang cukup agamis. Ini dikarenakan catatan hari-harinya penuh dengan guncangan peristiwa dan makna.

Sejarah tidak bisa melupakan akan jasa dan pengabdiannya terhadap dunia, membuka cakrawala pemikiran, membentangkan aksara kejahiliaan, membebaskan dari penindasan. Sekalipun, banyak sekali aliran pemikiran belakangan ini, akan tetapi semangat pemikiran Iqbal masih up to date, terlihat betapa seorang pemikir ini begitu menghalangi kekuatan Barat yang berlatar belakang kapitalis yang masih menguasai dunia sampai saat ini. Sistem demokrasi yang dilancarkan oleh barat masih harus banyak sekali koreksian.

Javid Namah kitab sastra puisi yang disusun Iqbal, merupakan magnum opusnya Iqbal, sebagaimana Masnawi pada Rumi.. Lewat bahasanya yang indah ia menyampaikan buah pikirnya melawan segala bentuk kelemahan, menyadarkan kehidupan, melawan segala bentuk penindasan.

Perjalan hidup Iqbal

Dari keluarga yang nenek moyangnya berasal dari Khawsmir, Muhammad Iqbal dilahirkan, tepat pada tanggal 22 Februari 1873 di desa Sailkot, Punjab. “Napasnya mengembangkan kuntum Hasratku menjadi bunga”, potongan puisi itu merupakan perhatian Iqbal untuk orang yang sangat berjasa padanya. Maulana Mir Hasan seorang ulama besar yang mengajarinya ketika kecil semasa sekolah dasar di Sialkot. Kecerdasan Iqbal semasa kecil banyak ditunjukan dari kumpulan-kumpulan sajak-sajaknya. Sajak-sajak itulah yang membuat sang guru berkesan dan selalu memberi dorongan kepada Iqbal.

Lahore, tanah yang menjadi rantauan ke dua bagi Iqbal setelah tamat sekolah dasar, menjadi titik awal ketenarannya. Lahore yang di masa itu merupakan kota yang cukup maju dan juga pusat kegiatan intelektualisme membuat Iqbal jatuh hati dan kerasan di sana. Di seluruh anak benua India banyak didirikan pusat-pusat sastra dan pengembangan bahasa, baik Persia maupun Urdu. Sesekali Iqbal membawakan pusi-puisinya dalam festival kesusastraan Urdu. Akan tetapi, sebagai penyair Iqbal hanya dikenal di kalangan pelajar saja. Dalam sebuah organisasi sastra di Lahore yang beranggotakan para tokoh sastra terkemuka, Iqbal melantunkan sajaknya yang terkenal Himalaya. Sajak yang berisi pikiran baru tentang semanagat patriotisme dibalut dalam kata-kata Persia klasik itu mendapat sambutan yang luar biasa dan mempesonakan para hadirin.

Di tahun 1950 atas saran gurunya Sir Thomas Arnold, Iqbal melanjutkan studinya ke Eropa, dan kemudain berhasil menamatkan gelar sarjananya pada studi Hukum dari Universitas Cambridge, Inggris. The Development of Metafhysics in Persia adalah hasil studi Doktoralnya dalam Filsafat Modern dari Universitas Munich, Jerman. Selama di Eropa inilah Iqbal banyak belajar dan mempelajari watak bangsa-bangsa Barat. Hal ini yang membuat ia berkesimpulan bahwa timbulnya segala macam kesulitan dan pertentangan tidak lain dikarenaka sifat individualisme dan egoisme yang berlebihan serta paham nasionalisme yang sempit bangsa Barat. Tapi juga menurut Iqbal, hal yang dikagumi dari bangsa Barat adalah sifat dinamis dan tak kenal puas dan putus asa.

Selain sering mengunjungi perpustakaan-perpustakaan di Cambridge dan di Berlin, ia juga menjabat sebagai guru besar Bahasa dan sastra Arab di Universitas London selama enam bulan. Sekembalinya ke Tanah air, Iqbal menjadi pengajar falsafah dan sastra Inggris di India.

Agustus 1908 Iqbal kembali ke tanah kelahiranya dan langsung mengisi sebagai pemimpin Government College di Lahore. Tapi kemudian karena mencurahkan perhatianya pada masalah-masalah hukum, ia mengundurkan diri dari jabatan itu.

Karya-Karya Iqbal

Iqbal membuat karya tulisnya dengan dua macam, berbentuk prosa (natsar) dan berbentuk puisi (nazham). Prosa yang dihasilkan olehnya disalin dalam bahasa Inggris, sedangkan puisi hasil karyanya menggunakan bahasa Persia dan bahasa Urdu.

Kebiasaan Iqbal membuat puisi dari kecil menjadi ciri tersendiri bagi karya-karyanya. Himalaya, judul puisi yang ia dendangkan di depan tokoh sastra terkemuka menjadi titik awal dari karnyanya. Begitupun hal penting semasa hidupnya ketika terbit buku pertamanya tahun 1915 tentang ego dan perjuangan hidup berjudul Asrari Khudi, buku ini ternyata menggemparkan dan menyadarkan para sufi yang suka menyendiri dan berdiam diri. Lalu tahun 1918 karyanya yang berjudul Rumuzi Bekhudi yang berisi ajaran dan kehidupan masyarakat Islam. Kemudain disusul oleh Payami Masyriq sebagai jawaban atas sebuah buku yang ditulis oleh Goethe berjudul Ost Westerliche Diwan. Lalu Zaburi Ajam yang berirama mistik dan tak kalah pentingnya Javad Namah yang dianggap sebagai Masterpisce Iqbal.

Secara kronologis karya Iqbal dapat disebutkan sebagai berikut:

Berupa Puisi (Nazham)

Asrari Khudi, Bahasa Persia 1915
Rumuzi Bekhudhi, Bahasa Persia 1918
Payami Masyriq, Bahasa Persia 1923
Zaburi Adam, Bahasa Persia 1929
Javid Namah, Bahasa Persia 1932
Musafir, Bahasa Persia 1934
Bali Jirail, Bahasa Urdu 1935
Passchai Bayad Kard, Bahasa Persia 1936
Darbi Kalim, Bahasa Urdu 1937
Berupa Prosa/Narasi (Natsar)
Ilmu Iqtishad, Bahasa Urdu 1901
The Development of Metaphysic in Persia, Bahasa Inggris 1908
The Recontruction of Religius Thought, Bahasa Inggris 1934
Letters of Iqbal to Jinnah, Bahasa Ingris 1944
Speeches and Statements of Iqbal, Bahasa Inggris 1944

Di samping karya-karyanya yang secara resmi diterbitkan dalam buku, masih banyak lagi karya-karyanya berupa puisi atau artikel ilmiyah yang dimuat dibeberapa media masa pada saat itu. Seperti Complaint and Answer kumpulan sajak yang diterjemahkan oleh Altaf Husain, yang diartikan sebagai pengaduan umat Muslim abad belakangan yang kepada Tuhan pada masa dekandensi. Tetapi, Iqbal menjawab dengan mengatakan bahwa itu merupakan hasil kesalahan mereka sendiri.

Iqbal sebagai Sastrawan

Dalam membincangka Iqbal, kita tak bisa lepas dari sejarah sastra dan latar belakang Iqbal di baliknya. Iqbal yang lahir sebagai penyair dan pemikir dalam perkembangan sastra Urdu memerankan peran yang cukup penting, ini dilihat dari upayanya dalam memasukan kata-kata Punjab dan Persia ke dalam bahasa Urdu, walaupun banyak kalangan pada masanya menentang dan mengecam perbuatan Iqbal. Tapi Iqbal tak menghiraukannya.

I have no need the ear of To-day
I am the voice of the poet of To-morrow

Ia terdepan membina bahasa Urdu yang pada akhirnya mencapai taraf lebih tinggi dalam dunia sastra, di samping bahasa Persia yang sudah punya tradisi lebih tua. Kedua bahasa itu digunakan Iqbal hampir sama kuat.

Sajak dan puisi Iqbal biasanya ditulis dalam betuk matsnawi (dua baris), yang kebanyakan dipakai dalam tradisi Puisi Arab, Persia, dan Urdu, mastnawi merupakan ritme campuran yang tidak mengikat, berbeda halnya dengan gazhal.

Karya Iqbal yang berbentuk mastnawi bisa dilihat jelas dalam Javid Namah.

Sosialisme ala Iqbal

Dalam kisah perjalanannya, Iqbal lahir dan hidup pada masa agresi militer Eropa. Mencapai wilayah yang paling luas dan membentuk opini sengit dalam bentuk komunis dan nasionalis. Iqbal, seorang humanis besar, merasakan kekejaman, kesengsaraan dan kemerosotan sebagai akibat dari kapitalisme yang mengabaikan tuntunan spiritual dan etik, dan imperialisme yang menjadi begitu yakin atas kekuatan materi. Jiwanya memberontak terhadap penaklukan sebagian besar manusia dan perlakuan umat manusia sebagai sebagai komoditi perdagangan.

Begitulah kiranya sebelum Iqbal akhirnya menuliskan itu semua ke dalam sajak dan puisinya guna mengecam eksploitasi dan dominasi politik Eropa.

Hai penduduk Benua Barat
Bumi Tuhan bukanlah kedai
Apa yang kalian anggap berharga
Kelak kan ternyata tak bernilai

Bagi Iqbal syair ialah seni yang bertujuan untuk membuat hidup manusia lebih produktif, indah dan berwarna. Seni harus menghayati manusia pada setiap kehidupannya. Di sini menurut Iqbal, penyair kembali kepada ajaranya tentang Ego. Seni yang baik adalah seni yang dapat memperkuat ego, sebaliknya seni yang kerdil adalah seni yang hanya memperlemah Ego.

Dominasi kehidupan dan lingkungan agama membuat Iqbal sangat prinsipil sekali akan ajaran agama. Sosialisme yang menurutnya sebagai “Topan yang menghalau udara kotor di angkasa,” berbeda dengan sosialisme yang biasanya. Bahwa keterkaitan agama dan sosial bukanlah hal yang terpisah. Akan tetapi, merupakan satu bagian yang saling melengkapi. Apalagi, Islam sejati menurutnya adalah suatu gerakan sosialis, dan membangun kembali kehidupan demokrasi sosial adalah kembali kepada kemurnian agama Islam. Dalam sebuah surat, Iqbal menyatakan dengan tegas mengecam orang-orang sosialis yang anti spiritualitas.

“…Para pengikut sosialisme di mana-mana menentang agama dan spiritualisme, mereka mengangap agama sebagai candu. Yang menggunkan kata-kata ini pertama kali adalah karl Marx. Aku seorang Muslim dan Insyaallah aku akan mati sebagai seorang muslim. Menurutku tafsiran materialistis tentang sejarah sepenuhnya keliru……..”

Sastra Islam Iqbal

Cinta dan ego merupakan tema penting dalam gagasan Iqbal. Ia mengatakan bahwa diri individu dan masyarakat tidak bisa diperkuat tanpa cinta. Sangat penting bagi umat Islam yang ingin mencerdaskan egonya dengan menancapkan api cinta di dalam dada mereka. Pencarian titik temu ini mengarahkanya kepada keyakinan bahwa cinta Nabi Muhammad SAW adalah satu-satunya hasrat yang dapat memotivasi dan menyatukan umat Islam pada kesadaran baru.

Titik yang berkilau yang disebut diri
Selalu memendarkan percikan kehidupan didalam tubuh kita.
Melalui cinta ia semakin bertahan,
Semakin hidup semakin kukuh, dan semakin berkilau.
Melalui cinta esensinya berkobar
Dan perbendaharaan tresembunyinya berkembang
Diri membutuhkan api dari cinta
Dan belajar bagaimana mencahayai cahaya dengan api.
Adalah cinta yang membawa kedamaian dan
begitupun dengan konflik di dunia ini
Cinta adalah air kehidupan dan
juga adalah pedang tajam
Belajar seni menjadi pencinta dan berhasrat mencinta.
Berjuang mencapai mata Nuh dan
Mengidamkan hati Ya’qub.
Menyingkap alkimia di tangan berlumpur
Dan mencium gerbang kemuliaan.

Dia memberi penjelasan mengenai Nabi dan kemuliaan kualitasnya, pada setiap puisi-puisi cinta yang memiliki arus cinta tak berputus bagi Nabi.

Dia beristirahat dalam pelukan Gau Hira
Dan membangun bangsa, konstitusi dan pemerintahann.
Malam demi malam berlalu
Dengan isi ranjang menemukannya dalam keadaan jaga
Denagan demikian rakyatnya dapat beristirahat
Di atas singgasana Khusaw

Perhatian Iqbal tidak hanya berhenti pada pinsip kenabian, tetapi lebih dari itu, Iqbal menggarisbawahi akan permasalahan yang berkembang dalam masyarkat Islam pada hari ini. Gagasan utama Iqbal di antarnya adalah mengenai keagungan misi para pengikut monoteisme. Dia menyakini bahwa benar-benar umat Islam harus menyebar kan misi ini dan meraka tidak seharusnya beristirahat kecuali mereka lelah menyelesaikan tugas ini. Sejarah harus melalui percobaan-percobaan agar dapat mencapai konsep monoteisme, dan agar sampai pada satu level di mana manusia menyadari akan cita-cita keagungan monoteisme. Dan dunia harus menempuh masa yang panjang untuk mencapai monoteisme sejati.

Ribuan citra disusun, dipahat dan dihapus
Agar citramu dapat diukir dalam tablet wujud
Ribuan pengaduan dan air mata
Disemai dan disebarkan di dalam jiwa
Agar seruan shalat dapat mengembang
Sepanjang manusia berada dalam peperangan
Dengan jiwa-jiwa mulia
Dan ia menyenangi para penyembah Tuhan-tuhan
yang salah
Dan kata monotaisme
menemukan ekspresi melalui bibir-bibir
Pusat lingkaran semesta adalah La Ilah
Adalah kekuatan yang menjaga langit agar
Tetap berputar.

Setelah menjelaskan semua tabiat ajaran Islam, Iqbal menggelari umat monotaisme sebagai pembawa Islam, dan Iqbal menyemangati mereka agar melangkah maju dengan tujuan menyampaikan pesan Islam kepada dunia. Lebih lanjut, Iqbal meminta mereka mereka untuk menghancurkan berkeping-keping berhala baru yang dipahat oleh para penipu dari Barat. Apakh berhala baru itu?

Engkau orang yang memegang buku mu
Harus melangkah maju di medan aksi
Pikiran manusia selalu mencari baru
Tidak pernah berhenti sepanjang zaman
Lagi, dia membangun biara Azar
Dan telah mencipta satu Tuhan, lebih baru ketimbang yang lain,
Yang kesenagannya terletak pada
Mengalirkan darah para penyembahnya,
Namanya banyak: warna, Negara, dan ras?

Penutup dan Kesimpulan

Syair dan sajak Iqbal begitu melekat dalam pemikiran dan gagasannya, gagasan Iqbal mempropagandakan maksud dan pesan Islam dan menghancurkan batasan buatan yang diciptaan untuk memecah-mecah bangsa. Gagasan yang paling mulia di antara gagasan-gagasan Iqbal lainnya adalah mengenai kemuliaan Nabi, dan dikemukaan oleh para Rasul Tuhan.

Ajaran agama mulai dari monoteistik, kenabian, filsafat sampai tasawuf masuk dalam ranah pemikiran beliau, mengingat fondasi pemikiran timurnya bercokol pada Al-Quran dan Hadist, Rumi, Al-Ghazali, Ibn Arabi, dan al-Jilli.

Karena karya-karyanya dan pengabdiannya kepada dunia, Iqbal banyak menyabet penghargaan. Gelar Sir pada 1922. Universitas Tokyo menghadiahi gelar Doktor anumerta dalam sastra, dan itu kali pertamanya Universitas Tokyo memberi gelar demikian.

Fajar 21 April 1938 merupakan hari yang sangat menyedihkan bagi dunia, karena sang pujangga besar wafat. Sir Muhammad Iqbal dalam hembusan terakhirnya bertasbih, zikrullah. Ia hidup di tangan tuhan dan mati di tangan Tuhan. Bahkan, setengah jam sebelum wafatnya, masih sempat Iqbal mendendangkan sajak perpisahan.

Melodi Perpisahan boleh menggema atau tidak
Bunyi nafiri boleh menggema atau tidak
Saat si Fakir telah sampai ketempat terakhir
Pujangga lain boleh datang atau tidak

Walau kini sang legenda telah tiada namun sampai kapanpun sanjungan dan punjian selalu bergema dari seluruh dunia untuknya, Sir Muhmmad Iqbal.

Daftar Pustaka:

Andi Haryadi (pentrjemah), Muhammad Iqbal Dalam Pandangan Para Pemikir Syiah, Jakarta: Al-Huda, cet II. 2003.

Johan Efendi dan Abdul Hadi WM (Editor), Iqbal Pemikir Sosial Islam dan Sajak-Sajaknya, Jakarta: PT Panca Simpati, 1986.

Iqbal, Muhammad, Membangun Kembali Pikiran Agama Dalam Islam, Jakarta: Tintamas, 1966

_________________________________
*) Mahasiswa S1 ICAS-Paramadina, Jakarta / Maret 10, 2008
Dijumput dari: http://jtopan.blogspot.com/2011/04/iqbal_05.html

Bahasa »