oase.kompas.com
Call Its From The Blues
Mereka bilang aku minggu siang yang tak pernah lelah
Sementara buku jariku sering berdarah
Memetik senar hingga sayap jiwaku terbang
Mencabik senar hingga paruh jiwaku patah
Nada itu, selalu membawaku pada musim-musim
melewati gurun, lembah, ngarai hingga lorong mimpi
Trompet melengking, genderang tambur bergema
langkah lars serdadu luka tertatih
menahan perih, sehabis perang gerilya
Billy Holiday menyanyi, suaranya galau
Menyalak mengoyak tabir kelam malam
“This call its from the Blues!”
Ada yang sedang berendam dalam aquarium
Di balik podium Imperium itu,
ia masih menyanyi lagu lama yang itu-itu juga
Sementara kita, masih berdesakan di gheto dan
kamp pengungsi, perut diganjal mie instan + nasi basi
Warta di televisi, anak jalanan disodomi plus dimutilasi
Para penyair masih sibuk diskusi soal diksi
wakil rakyat koalisi untuk kepentingan sendiri
dan demonstrasi sudah hampir tak punya gigi
“This call its from the Blues!”
Sambil bersandar di tiang listrik trotoar pinggir jalan
menyaksikan buruh, pedagang kaki-lima, pelacur serta
penganggur bertahan hidup serta mengais mimpi
di jantung negri yang penuh korupsi
“This call its from the Blues!”
Billy Holiday menyanyi, suaranya parau
menyalak mengoyak kelam malam
Ada yang terjarah, terjajah dan terluka
sementara aku disini, terkesima
menantikan lokomotif perubahan yang dijanjikan
tak kunjung muncul di stasiun harapan
Jakarta, 22 Februari 2010
Membaca Tanda Tanda
Dari remah-remah kata,
kutelusuri jejak puncak sajak
Lari mencari hakikat cahaya
di belantara kata dan
menemukan aura Hamzahh
diantara kearifan Amir
kekhusyukan Fansuri
Pernah sekali waktu
aku lelah mendaki dan menapaki
curamnya terjal gunung jiwa,
langit kesunyian para pertapa
Melewati liku-liku luka
jalan setapak kubaca sandi
yang ditinggalkan pioner
saat menerobos pekat malam
pada ceruk goa-goa purba
walau tiada dalam peta,
samar-samar kuikuti jejak tapak
luka mereka yang tersaput
bayang-bayang kelebatan hutan
raksasa atau terseret derak-deras
gelombang hitam sejarah manusia
(Semua itu, kini hanya tersisa dan
tersaji jadi dongeng nina-bobo
si Upik jelang tidurnya)
Saat sendiri di beranda
entah terpantul oleh siapa,
ada gema suara terbawa angin
dari utara;
“Kaca tak hanya memantul pada jiwa,
namun tergambar lewat mata
kaca yang memantulkan pribadi
jadi saksi kemana langkah sejati kita
mengikuti kata hati”
Saat sendiri di beranda,
kupejamkan mata
merenung tuk membaca tanda-tanda
Jakarta, 28 Agustus 2008
Isyarat
Jangan kau cari sumbu dalam tumpukan batu
Juga tak kan kau temukan picu dalam sepatu
Ada tanya tanpa jawaban, tak berkesudahan
Diantara lalu-lalang hati penuh ilalang
Waktu perburuan dimulai!
……………………………….
Sejarah bermula dari hal sederhana
di tanganmu lah semua bermula
Temukanlah isyarat
walau malam selalu hitam pekat.
Copenhagen, Mei 2011
Diorama Masa Silam
Kemarin malam, angin ketelingsut
di saku kumal jaket blue-jeansku
raut wajahnya tembaga
sementara telah lama,
polusi dan ampas teknologi
bersarang di iga
Di musim pancaroba, langit tak selalu biru
sering awan mendung mengurung kota
gagak hitam melintas menukik
dan mematuk ubun-ubun kepala mereka
yang berkarat oleh abu-abu masa-lalu,
sejarah yang digerus waktu
Pernah ia mendengar ada seorang veteran
yang terlempar kembali ke masa silam
masuk kapsul waktu
dengan impiannya yang membeku
Abad itu berlari sendiri
memasuki masa depan yang tak pasti
“Dimanakah Tanah Airku”
Veteran itu merasa asing
kesepian dan tersesat dalam gebalau
bising jingle iklan lagu pop soda
penuh gelombang hampa
silau oleh sorot neon sign
gincu kosmetika produk asing
Kemarin malam, angin ketelingsut
di saku kumal jaket blue jeansku
raut wajahnya tembaga
sementara telah lama polusi dan ampas teknologi
bersarang di iga
Panji merah-putih berkibar
semangat kebangsaan terus didengungkan
pesta kemerdekaan selalu dirayakan
perubahan tak kunjung datang.
Jakarta, 17 Mei 2008
Amien Kamil, lahir di Jakarta 1963. Tahun 1983, sempat belajar di Sinematografi Institut Kesenian Jakarta. Tahun 1986-1996, bergabung dengan Bengkel Teater Rendra, terlibat dalam beberapa pementasan di kota-kota besar di Indonesia. Tahun 1988, ikut serta dalam “The First New York International Festival Of The Arts”, sempat juga mengikuti workshop di “Bread & Puppets Theatre” di Vermont, USA. Tahun 1990, pentas di Tokyo & Hiroshima, Japan. Tahun 1999, Tour Musik Iwan Fals di Seoul, Korea. Lighting Design untuk konser musik Iwan Fals hingga tahun 2002, pentas di seluruh kota-kota besar di Indonesia. Tahun 2003-2005, kolaborasi dengan penyair Jerman Brigitte Oleschinski. Pentas multimedia di Berlin, Koln, Bremen dan Hamburg. Selain itu juga memberikan workshop teater di Universitas Hamburg, Leipzig dan Passau. Mengikuti International Literature Festival “Letras Del Mundo” di Tamaulipas-Tampico, Mexico.
Tahun 2006, Sutradara “Out Of The Sea”, Slavomir Mrozek, Republic of Performing Arts, Teater Utan kayu, Jakarta. Tahun 2007, Antologi puisi “Tamsil Tubuh Terbelah” terbit dan masuk dalam 10 besar buku puisi terbaik Khatulistiwa Literary Award 2007. Tahun 2008, Poetry Performing “Tamsil Tubuh terbelah”, kolaborasi dengan Iwan Fals, Oppie Andaresta, Irawan Karseno, Toto Tewel, Njagong Percusion, Republic of Performing Arts, di Teater Studio, Taman Ismail Marzuki. Tahun 2009, Pameran lukisan & Instalasi “World Without Word” di Newseum Café. Tahun 2010, Sutradara Performing Arts “Elemental”, kolaborasi dengan pelukis mancanegara, Jakarta International School. Tahun 2011, Sutradara “Sie Djin Koei”, Republic of Performing Arts, Mall Ciputra, Jakarta. Di bulan April, Sutradara & Perancang Topeng “Macbeth”, William Shakespeare, Produksi Road Teater, Gedung Kesenian Jakarta. Mei-Juni, Kunjungan Budaya ke Denmark, Germany dan Norway. Juli, Mengikuti “ International Culture Dance Festival 2011” Sidi Bel Abbes, Algier, North Africa.