Sketsa Orang Gedongan Tasik Tempo Dulu

Judul : Seperti Aku
Jenis buku: Novel
Penulis : Bayu Asmara
Tebal : iv + 267 hlm
Penerbit : Leutikaprio, Yogyakarta
Cetakan ke-1, Juli 2011
Peresensi : Ari Hidayat *
http://www.kabar-priangan.com/

Novel ini menceritakan tokoh anak cewek bernama Cece yang mengejar jawaban tentang bapaknya yang selalu mengharapkan kelahiran anak lelaki setiap ibunya mengandung. Hingga setiap terlahir dari rahim ibunya itu bayi perempuan ayah Cece nyeletuk, “Kawas (seperti) kamu.” Cece yang masih bersekolah SD berusaha mencari jawaban dengan caranya sendiri kenapa ayahnya bisa seperti itu dan siapa anak cowok itu.

Cece pun seperti berdialog dengan dirinya sendirinya dalam menjawab pertanyaannya yang suka muncul dalam benaknya itu. “Seperti kamu”. “Seperti aku, anak cewek.”Begitulah kata-kata Cece. Dengan gaya penuturan yang lumayan lancar dan bernuansa populer penulis novel ini Bayu Asmara (nama samaran dari Mariana Diah Susilawaty) menuliskan “petualangan” Cece untuk beroleh jawaban atas pertanyaan itu. Cece mulai mengamati kebiasaan kakak dan adik cowoknya. Tapi, pertanyaan itu tak terjawab tuntas sampai akhir cerita.

Sehingga, novel ini pun lebih banyak mendeskripsikan sebagian perjalanan keluarga Cece, tentunya dalam kacamata anak seusianya. Cerita ini cukup menarik mengilustrasikan keadaan keluarga orang kaya dengan latar tempat Tasikmalaya tempo dulu. Tasik pada era akhir 1960-an, atau awal thaun 1970-an. Bagi kita yang mengalami masa kanak di era itu seakan dibawa kemabali membuka catatan lalu tentang kota ini.

Seamsal ketika Kolam Renang Gunung Singa masih ada (kini Hotel Santika) lengkap pula dengan kebiasaan-kebiasaan anak-anak ketika itu. Termasuk kebiasaan orangtua terhadap anaknya. Soal ini ada kejadian konyol ayah Cece (maaf) yang mengencingi wajah anak perempuannya itu saat matanya sakit. Bapak Cece melakukan itu dengan alasan agar anaknya itu cepat sembuh. Cukup konyol memang, tapi mungkin pernah dilakukan pula oleh orangtua dahulu.

Karena berlatar Tasik dulu, maka tak heran banyak pula kosa kata bahasa Sunda seperti ririwit, jalingkak masuk dalam cerita ini. Sedang keberadaan orang gedongan Tasik saat itu, diceritakan tentang pembantu rumah tangga, anak-anak yang selalu diberi uang jajan, rumah di pinggir jalan, mobil sebagai kendaraan keluarga (yang kala itu masih barang langka) dll.

Terlepas dari novel ini yang terkesan biografis, namun enak juga untuk dibaca terutama bila ingin mengenang sekilas keadaan Tasik tempo dulu. Tasik yang masih belum seramai sesemarak sekarang. Satu mungkin yang kurang akurat adalah menuliskan judul film laga yang dibintangi Jacky Chan dengan Drinks Master (h.184) seharusnya Drunken Master.***

Ari Hidayat, Pencinta buku warga Kota Tasikmalaya /26 Oct 2011