Rian Harahap *
riaupos.co
Kesenian Riau mengalami jalan terang pada tahun ini. Ini terlihat dari beberapa event dan animo masyarakat Riau khususnya di Kota Pekanbaru dalam mengambil sikap menikmati sajian-sajian dalam helatan yang dibungkus kesenian. Mulai dari tari hingga teater. Mulai dari Pekanbaru hingga sajian yang baru saja dihelat Dewan Kesenian Riau di Rokan Hilir. Semua itu bak gayung bersambut semenjak tahun ini berganti. Penulis menganggap itu sebuah hal yang positif namun di balik itu ada beberapa titik yang perlu ditampung dalam pelestarian dan pendidikannya.
Anak merupakan aset bangsa yang paling besar. Negeri ini akan dibawa kemana juga tergantung dari ‘asupan gizi’ yang diberikan kepadanya. Melihat hal itu, demi mencapai visi misi Riau 2020 menjadi pusat kebudayaan Melayu maka mau tidak mau anak harus diikutsertakan sedini mungkin dalam keterlibatannya menuju poin tersebut. Penulis melihat banyak yang harus dibenahi dalam kondisi kesenian di Riau. Anak yang kini terus dijejali berbagai macam pelajaran di sekolahnya juga harus mempunyai wadah menampung intuisi seni yang sudah ada sejak ia dilahirkan. Apa pula yang menjadi wadah anak? Teater mungkin salah satunya.
Bloom (1981) menyatakan, ada tiga aspek perkembangan anak, yaitu aspek kognitif, aspek afektif dan aspek psikomotorik. Aspek kognitif adalah kemampuan yang berhubungan dengan berpikir, mengetahui dan memecahkan masalah seperti pengetahuan komprehensif, aplikatif, sintesis, analisis dan pengetahuan evaluatif. Aspek afektif adalah kemampuan yang berhubungan dengan sikap, nilai, minat dan apresiasi. Sedangkan aspek psikomotorik adalah kemampuan yang berhubungan dengan keterampilan motorik.
Dalam hal ini jelas sudah bahwa seni merupakan media yang baik untuk menyampaikan pendidikan, karena sifatnya menyenangkan dan dapat memberi muatan-muatan positif. Teater adalah tiruan kehidupan manusia yang diproyeksikan di atas pentas. Teater anak adalah seni teater yang diperankan oleh anak. Seni teater termasuk metode pembelajaran jenis role playing. Seni teater anak memiliki potensi besar dalam memberikan pendidikan kepada anak. Teater anak dapat mengembangkan kepribadian anak dengan merangsang aspek kognitif, afektif dan psikomotor pada anak melalui latihan-latihan teater.
Dengan mengembangkan semua aspek perkembangan kepribadian anak, dalam teater anak diharapkan dapat memberi kontribusi berarti dalam mencetak anak-anak bangsa yang berkepribadian baik. Tentunya ini memerlukan strategi penyampaian yang baik karena kondisi di setiap daerah berbeda ketersediaannya untuk mengadakan teater anak. Penyesuaian ini meliputi adat dan norma yang berlaku di masyarakat, tinjauan sejarah masa lampau dan kebutuhan sasaran.
Anak sejatinya mesti memiliki ruang bermain peran. Dalam bentuk dan proses yang mereka alami di sekolah sangat berbeda dengan apa yang mereka dapat di teater. Teater bukan barang pengganti tetapi adalah bahan pokok untuk menempa anak menuju ke arah permainan yang lebih berarti. Banyak manfaat yang akan didapat jika saja anak-anak tersebut mau membuat gebrakan dengan masuk ke dunia teater. Manfaat-manfaatnya berupa ketenangan, kreatifitas dan mampu menyesuaikan diri untuk berkelompok. Memasuki dunia peran bukanlah hal yang sulit jika mereka benar-benar memiliki niat dan disiplin yang tinggi.
Namun banyak halangan menuju sebuah keberhasilan masuk ke dunia teater bagi seorang anak. Orangtua dalam hal ini sangat antipati terhadap apa yang disebut teater. Sebagian besar dari mereka masih memiliki pandangan dan pakem-pakem yang ketat terhada ‘teater’. Nilai anak yang jelek atau bahkan tinggal kelas akan menjadi alasan untuk mengkambinghitamkan teater. Ranah ini sebenarnya sudah ditinggalkan oleh mereka yang berproses di dunia Barat.
Teater anak bukanlah penghambat tapi pemacu. Bisa dibayangkan jika kegiatan yang dilakukan anak dalam proses penghapalan naskah juga dilakukan dalam mempelajari pelajaran-pelajarannya di sekolah. Belum lagi jika proses menghargai waktu dan ketepatan juga mereka terapkan dalam waktu belajar di rumah. Sangat efektif bukan? Mungkin itu hanyalah ‘bualan’ semata menurut beberapa orang.
Meski begitu teater anak sebenarnya bukanlah hal yang baru. Banyak yang sudah berhasil menjalaninya dan mampu mengangkat marwah bangsa di kancah internasional. Lihat saja, Teater Tanah Air yang menorehkan prestasi dengan menjadi pemenang dalam Pertunjukan teater berjudul ‘’WOW’’ Teater Anak Internasional di Jerman.
Kompetisi yang diikuti 24 negara ini menempatkan Indonesia sebagai peserta dengan penampilan terbaik dan sutradara terbaik. Jose Rizal Manua sebagai pengasuh sekaligus sutradara Teater Tanah Air merintis pergerakan ini di Indonesia. Kesempatan memenangkan itu sangat mungkin menjadi pemacu yang konkret bagi anak-anak dan orangtua memasukkan anaknya ke dalam sanggar teater.
Lain pula dengan cerita Sanggar Keletah Budak. Sanggar teater anak yang bermarkas di Pekanbaru dan latihan setiap Ahad ini membuat sedikit goresan yang membuat bangga masyarakat Riau. Apa pasal? Mereka tercatat sebagai satu-satunya sanggar teater anak di Riau. Dalam helatannya pun mereka sering diundang untuk mengisi acara yang berskala internasional. Sebut saja, Fiesta Bokor Riviera (2011) yang juga menghadirkan para seniman dari luar negeri. Sanggar asuhan Rina NE sebenarnya adalah penggambaran kondisi riil bagaimana kesenian perlu dihadirkan bagi anak-anak.
Anak sebagai manusia juga memerlukan sekeping rehat dari masalah-masalahnya di sekolah. Mudah-mudahan saja Keletah Budak terus menjaga eksistensinya sebagai teater anak. Penuh dengan ruang bermain dan kelompok. Sajian ‘’Batang Tuaka’’ (31/3) di Taman Budaya Riau, merupakan cerita asli dari Indragiri Hulu akan membawa kita hanyut dari sisi lain anak yang mempunyai wadah kesenian. Sajian mereka membuka tahun ini demi Riau 2020. Semoga!
***
*) Rian Harahap, adalah penikmat teater dan cerpen. Mengajar di sekolah dasar dan bermastautin di Kota Bertuah Pekanbaru. /29 April 2012