Anakku: Motivasi, Harta, dan Investasiku

Sundari *

Tentu, setiap insan punya cerita dan pengalaman berkesan dalam hidupnya. Dan tidak sedikit dari kita melewati hidup penuh perjuangan, sebab setiap perjuangan hayat kan berbuah hikmah, serta nikmat yang tak disangka sebelumnya, terutama nikmat keimanan yang tertanam di hati.

Aku terinspirasi menulis, karena permintaan anakku, yang biasa kupanggil Mas Chanda. Hampir setiap saat dia bilang “Tulis toh ibu, cerita yang kita alami, siapa tahu bisa menang. Lumayankan, hadiahnya buat bayar SPP. Kesempatan itu jangan dilewatkan, dan aku berdoa semoga cerita ibu menang”. Akhirnya aku mulai menulis sedikit demi sedikit, dia juga membacanya.

Aku dikaruniai 3 anak. Anak pertama perempuan, kuberi nama Sabrin Ayu Megawandani, yang terlahir prematur dan cacat fisik seluruh organ tubuh. Syarafnya belum sempurna sampai umur 14 tahun kini, kondisinya seperti bayi. Hal itu yang menginspirasiku untuk bersabar merawat dan menerima kehendak Allah, karena aku dan anakku dalam kekuasaan-Nya. Banyak orang bilang, Sabrin jaminan dari Allah untuk surgaku, apabila mampu bersabar.

Anak kedua selisih usianya 4,5 tahun. Kala masa kehamilannya, aku mengalami stres berat. Tanpa sengaja bertemu orang yang sudah tua, cacat kakinya satu, yang satunya sampai lutut. Tangannya juga cacat, bahkan yang kanan tak ada jarinya. Dia menasehati dan membesarkan hati ini. Aku disuruh berdzikir sebanyak-banyaknya, Alhamdulillah terlahir sehat, normal dan pintar. Dia kuberi nama Chanda Bhirawa Ayup Dwinovasa, kini kelas 3 di SDIT Qurota’ayun.

Sayang di usianya yang masih 14 bulan, aku sudah hamil untuk yang ketiga. Aku stress, bila membayangkan 3 balita secara bersamaan. Namun waktu demi waktu berjalan, bisa lebih bersabar dan berserah diri menerima dengan keyakinan, bahwa skenario Allah, pasti lebih indah.

Alhamdulillah, justru kehadiran tiga balita itulah, yang membuatku bekerja lebih cepat, tepat dan cekatan. Termasuk dalam mengambil keputusan. Maaf, aku dan anak-anakku merupakan korban ketidaksatrionan suami. Aku sudah bercerai, dikarena suatu sebab. Kadang terasa sangat berat mengurus ketiga anak sekaligus mencari nafkah. Namun kujalani saja, karena itu sudah menjadi tanggung jawabku, walaupun seharusnya bukan tanggung jawabku sepenuhnya.

Sebagai single parent, aku merasa ada yang kurang pada anak-anakku. Yaitu kasih sayang yang utuh. Walau keberadaan ayah atau ibu tak bisa tergantikan, aku berusaha memberi yang terbaik. Aku mengimbanginya dengan memfasilitasi mereka, demi mendapati bekal agama. Olehnya, aku menyekolahkan yang berbasis Islam kental.

Keinginan Chanda bersekolah di SDIT sangat keras, walau dari segi keuangan kami tak mampu. Anakku bilang, “Kalau ada kemauan kuat, Allah pasti memberi rejeki.” Subhanallah, aku tertegun, bagaimana mungkin anak seusia Chanda bisa berkata seperti itu. Aku justru belajar darinya, bila kita yakin pertolongan-Nya, Allah SWT akan membuka jalan keluar yang terindah. Alhamdulillah, persangkaan Allah sesuai dengan persangkaan hamba-Nya. Kami bisa daftar ulang di SDIT, dengan rejeki yang tak disangka-sangka.

Sering, Mas Chanda bilang “Ibu stress, karena mudah lupa, marah, menyesal dan capek.” Ternyata anak-anak mampu mengoreksi, menganalisa, dan membuat kesimpulan atas sesuatu. Hal ini membuatku lebih banyak merenung dan introspeksi.

Suatu hari, kebandelannya membuatku kehilangan kontrol. Aku memukulnya, walau setelah itu sangat menyesali. Anakku berkata”Aku tidak akan membalas ibu, biar ibu sendiri yang dihukum Allah.” Aku menangis dalam hati, Alhamdulillah anakku tak mempunyai sifat dendam, semoga kepada siapa pun.

Aku menyadari, masih banyak kekurangan dalam mendidik anak-anak, namun aku kan tetap berusaha semaksimal mungkin untuk terus belajar. Karena anak ialah cinta abadi kita. Cinta pada suami kan terputus kala bercerai, sehingga muncul istilah mantan suami, mantan istri. Tapi tiada istilah mantan ayah atau mantan ibu, bagi anak-anaknya. Cinta abadi itu semoga mengantarkan menuju surga-Nya, melalui doa anak-anak kita.

*) Sundari, lahir di Ponorogo, 30 Januari 1974, adalah Wali dari Ananda Candha Bhirawa Ayub Dwinovasa. Alamat sekarang di Jl. Suminten Siman Ponorogo.

Bahasa »