Nur Ahmad Salman H *
harianhaluan.com 7 Okt 2012
Mendengar kata sejarah, tentu banyak persepsi yang berkembang, bahwa sejarah merupakan peristiwa masa lampau. Persepsi ini tidak dapat disalahkan, namun peristiwa masa lampau bagaimana dapat dikategorikan sejarah. Pertanyaan inilah yang menjadi pedoman, apakah semua peristiwa masa lampau dapat dikategorikan sebagai sejarah. Banyak para ahli berpendapat, namun tetap pada kesimpulan yang sama bahwa sejarah merupakan peristiwa masa lampau yang jelas waktu peristiwanya. Begitupun dengan sejarah sastra, sejarah yang mengkaji tentang asal-usul kesusastraan dan perkembangannya dengan periode waktu yang jelas.
Secara universal, sejarah tidak dapat dilepaskan dari perkembangan ilmu pengetahuan. Walaupun sejarah sebagai pencatat ilmu yang ada, keberadaanya mampu memberikan sumbangan besar dalam mendeteksi perkembangan ilmu pengetahuan. Dalam perkembangan ilmu haruslah berrtolak dari sejarah ilmu, sehingga peneliti dapat mengetahui klasifikasi, asal-usul, dan pemetaan untuk acuan perkembangannya.
Pada ilmu sastra, sejarah sastra memang tidak lebih dari teks dan dokumen-dokumen sastra. Namun sebagai suatu ilmu, perumusan sejarah sastra tidak sesederhana yang diperkirakan. Sastra yang diciptakan harus didokumentasikan berdasarkan pengaruh yang melatarbelakangi, karakteristik isi, gaya dan periodenya. Perumusan ini tentu saja memerlukan kecermatan dan ketelitian, tidak saja melibatkan karya sastra, namun juga penggolongan pencipta karya, aspirasi dan ideologi yang akan diperjuangkan oleh si pencipta karya.
Kecermatan dan ketelitian perumusan sejarah sastra sangat diperlukan, karena sejarah sastra tidak hanya mempelajari dan mendokumentasi sastra. Sebab, sejarah sastra mempunyai keterkaitan dengan teori sastra. Dengan adanya sejarah sastra akan dapat diketahui jenis apakah karya tersebut, serta sebagai perbandingan karya-karya sastra sejak keberadaanya sampai pada perkembangan yang terakhir. Perbandingan karya haruslah mencakup ciri-ciri karya, aliran, gejala yang ditimbulkan oleh karya, pengaruh, gaya, dan bentuk karya.
Perbandingan ini tidak terlepas dari empat faktor perumusan sejarah sastra. Pertama asal-usul karya, darimana karya itu lahir dan kenapa karya itu dimunculkan. Kedua acuan, melihat perkembangan karya dengan mengkaji pertumbuhan karya tersebut baik dari segi waktu perkembangannya ataupun genre karya. Ketiga pengelompokan, penulisan sejarah sastra berdasarkan ciri-ciri karya tersebut, sehingga mendapatkan klasifikasi karya. Dan yang keempat adalah pemetaan, pada pemetaan inilah dijelaskan kemana arah perkembangan dari karya sastra tersebut, sehingga dapat mendeteksi perkembangan karya sastra dimasa mendatang.
Mempelajari teori sastra merupakan sistem yang bersifat universal dan berlaku untuk setiap karya sastra. Dengan adanya teori, maka sastra dapat dianalisis. Walaupun secara rinci pada teori sastra membahas berbagai macam aspek mulai dari struktur, gaya, konvensi bahasa dan pilihan kata, sampai dengan perbedaan pemakaian bahasa pada jenis karya sastra seperti teks drama, puisi dan prosa. Semua hal ini dilatarbelakangi oleh berbagai macam periode waktu karya tersebut. Mengingat karya sastra bersifat sangat kompleks, karna dapat digolongkan berdasarkan faktor historis sosial-budaya, maka teori sastra harus mempergunakan catatan sejarah karya sastra tersebut.
Selain adanya relasi sejarah sastra dan teori sastra, sejarah sastra juga dapat mempengaruhi seorang kritikus dalam mengkritik suatu karya sastra. Berdasasrkan perkembangan historis, tidak semua kritikus melakukan model kritik yang sama. Untuk mengkritik suatu karya, tentu saja tidak hanya berpedoman pada teori sastra, namun juga pada sejarah sastra tersebut (karya). Sejarah sastra berperan sebagai pertimbangan untuk menunjukan kemantapan dan kekurangan dari karya berdasarkan jawaban empat faktor dalam mempelajari sejarah sastra. Dengan cara ini hasil kritikan yang objektif dapat timbul, berguna untuk membangun keabsahan karya berdasarkan teori, sehingga mempengaruhi perkembangannya.
Sejarah sangat mempengaruhi perkembangan ilmu pengetahuan, di antaranya adalah perkembangan ilmu sastra, perkembangan ini terlihat dari segi teori sastra itu sendiri. contoh konkrit adalah puisi, genre sastra ini mengalami perkembangan batasan teori. Dahulu puisi memiliki batasan-batasan seperti jumlah kata dalam satu baris, jumlah baris dalam satu baik, persajakan (rima), banyak suku kata tiap baris dan irama. Hal ini sering dikenal dengan puisi lama, seperti pantun dan gurindam. Namun sekarang, aturan-aturan itu tidak dipergunakan lagi. Penulisan puisi sekarang lebih beracuan pada teori pada kelas puisi lama, sehingga seorang penyair dapat berekspresi sebebas-bebasnya dalam bekarya.
Perkembangan ini tidak terlepas dari sejarah sastra, untuk menciptakan suatu teori peneliti sastra harus melihat sejarah ilmu, sehingga dalam perumusan teori tidak terlepas dari ciri-ciri ilmu pengetahuan tersebut, diantaranya ilmu pengetahuan itu bersifat akumulatif. Dalam mengkritikpun juga begitu, seorang kritikus tidak hanya berpedoman pada teori tapi harus melibatkan sejarah, sehingga hasil kritikan tersebut memberi sumbangan besar dalam perkembangannya. Jadi jelas bahwa sejarah sastra memiliki relasi dengan teori dan kritik sastra.
*) Mahasiswa Jurusan Sastra Indonesia Fakultas Ilmu Budaya Universitas Andalas