Achmad Pramudito
surabaya.tribunnews.com
Aktivitas para seniman Surabaya belakangan terus menggeliat menunjukkan jati diri dan eksistensinya. Kegiatan para seniman ini pun tak lagi terpusat di satu titik, namun merambah ke banyak lokasi yang siap menampung aksi mereka.
Setelah gerakan para penyair di Kedai Kreasi yang berlokasi di kawasan Jl Ketintang Selatan Surabaya, dan kini jadi aktivitas rutin, kelompok seniman lainnya mencoba menunjukkan jati dirinya di Warung Mbah Cokro. Tempat nongkrong di Jl Raya Prapen 22 Surabaya ini beberapa waktu terakhir juga jadi alternatif bertemunya beragam komunitas.
Waktu menjukkan lewat pukul 00.01, Minggu (5/7) ketika Syska La Veggie, Koordinator Sahur Sastra mulai memanggil sejumlah seniman untuk mulai aksi mereka, baca puisi. Satu persatu seniman-seniman muda ini unjuk kemampuannya.
Yang menarik, kegiatan yang diberi tajuk Sahur Sastra ini menghadirkan tiga komunitas sekaligus, yaitu Teater Gapus, Serbuk Kayu dan Kopi Aksara. Perwakilan dari komunitas ini membacakan puisi yang dikumpulkan dalam buku berjudul Sahur Sastra – Antologi Puisi : Zaman Pendengkur.
Pentas budaya yang baru pertama kalinya digelar tengah malam hingga dini hari menjelang sahur ini ternyata menarik minat banyak anak muda untuk hadir. Mereka memenuhi bangku-bangku panjang di warung yang menempati area bekal Lapangan Niac Mitra tersebut.
Sebagian lagi nyaman lesehan di hamparan terpal yang memang disiapkan untuk menampung pengunjung. Mereka menikmati kopi dan ngemil kacang rebus sembari menyaksikan aksi para seniman muda dari beragam komunitas itu. Syska mengaku Sahur Sastra ini untuk menepis anggapan egoisme di kalangan seniman Surabaya.
“Fenomena yang tampak di Surabaya, seringkali kegiatan sastra digelar oleh masing-masing komunitas. Jarang sekali terselenggara sebuah kegiatan sastra yang diadakan secara bekerjasama antarkomunitas,” ucapnya.
Ditambahkan Syska, setiap komunitas seolah disibukkan agenda masing-masing. Bahkan ada pula yang terang-terangan menolak untuk diajak menyelenggarakan kegiatan bersama, karena disibukkan kegiatan di dalam komunitas itu sendiri.
Terpicu oleh kegelisahan tersebut, Syska yang aktif berteater ini lalu mencoba merangkul beragam komunitas di Sahur Sastra yang digelar hingga menjelang saat Sahur. “Kurangnya kepedulian terhadap pergerakan kesastraan antarkomunitas yang lebih baik di Surabaya, dan tentunya dengan kualitas yang baik pula ini tentu sangat memprihatinkan,” urainya.
dijumput dari http://surabaya.tribunnews.com/2015/07/06/orasi-budaya-lewat-tengah-malam-di-warung-mbak-cokro