DONGENG AKSARA
Aksara yang terkubur tujuh lapis tirai angin
Yang terpendam di bawa akar bebukitan, gemanya memantul di tebing-tebing, gaunggaung terperangkap lengkung pelangi, kaki langit menginjak amat kokoh.
Aksara dalam pondora didera debu milenial. Dihempas di pojok-pojok halaman sekolah berkawan busuk sampah. Pekiknya diinjak kaki-kaki siswa dan guru bersongkok jungkir. Dicekik birokrat pada sahwat kuasa demi tender bukubuku mapel.
Aksara dalam cerobong asap pabrik mie dan semen, wajah pun dada memar jantungnya membiru tua. larut dalam air kali mengapung dicekram timbal dan coli. Ia membawa benih kanker buat bantar Bengawan.
Aksara bertamu pada ruang mimpi. Berdongeng tentang babat dan serat. Yang terbang di angkasa purba, yang darma wisata di wuku dan rasi bintang. Ingin sekali lagi menubuh bumi dan semesta rasa.
Ia pun tergesa pulang tanpa pamit dan salam. Aku yang teguh belum sempat menjabat cintanya pada gemah Ripah loh jinawi bangsa penjunjung tata Krama.
Dukun, 2019
Pledoi Bapak Pada Anaknya
Nak, asyiklah berkawan televisi
Nikmati fantasi layar fiksi
Ibumu menanak lauk dan nasi dalam HP
Bapakmu berenang dalam buku
Nak, jikalah iklan mampir di kelopaknya
Jikalah HP ibumu tanggal cahaya
Kemari, rebutlah bapakmu dari gelombang kata
Biarlah buku mendengkur di atas meja
Nak,
Marilah menuai girang yang sahaja
Merapal tawa berjamaah!
Dukun 2019