YANG DI TEPIAN

Taufiq Wr. Hidayat *

Sahdan di pinggiran kota besar, terdapat tiang gawang dari puing, sisa dari bangunan yang digusur negara. Di situ, tanah lapang cuma dongeng. Tetapi yang selalu terlihat mata para pembual belaka. Iwan Fals melukisnya begitu haru dan pedih dalam “Mereka Ada di Jalan” (1992).

Bola bukan kebenaran. Tapi kebenaran bisa saja benar-benar sebulat bola. Segala ritus dalam bola bukan agama. Namun ia sanggup lebih suci dari agama, dianut hampir separuh lebih penduduk dunia dengan segala perbedaan iman dan budaya. Sepakbola setidaknya menyuguhkan fanatisme dan kekerasan, meski tak pernah cukup penting memicu perang. Sepakbola menjanjikan dua tujuan: kegembiraan dan kemenangan. Kemenangan tanpa keindahan atau keindahan tanpa kemenangan. Kemungkinan ketiga: meraih kemenangan gemilang dengan keindahan dan kegembiraan yang menakjubkan. Ada upaya-upaya cerdas, tepat, dan kreatif untuk mewujudkan. Dan sialnya: kalah telak. Selesai.

Nasib bola, seolah perjalanan panjang yang tak sepenuhnya diiringi tepuk tangan dan dipuja dengan decak kagum yang tak tergambarkan, atau di antara taburan uang para bandar yang membeli dendam dan mabuk pujian pribadi. Itu barangkali yang terjadi di pinggiran-pinggiran kota Argentina dan Brazil. Bola melayang di antara sampah, para pemabuk dan pemakai narkoba, di antara perempuan berbokong besar, dan gincu para bajingan. Agaknya kegelisahan Iwan terjawab dengan kegelisahan yang sama. Apa dilihatnya, ialah yang di sebalik yang tampak. Sepakbola—barangkali mirip kelucuan, seringkali melompat dari penderitaan, hidup yang tak terurus, keadaan yang tak pernah sempurna, mungkin di antara segala sisa dan keterasingan yang dilupakan, bahkan dikutuk dan ditinggalkan, yang tak dicatat sejarah dengan huruf-huruf kapital. Kita tahu, Pele lahir dari keluarga miskin di Sao Paulo, ia tak mampu beli sepatu. Ia memakai koran sebagai sepatu, menendang buah jeruk. Ia melompat tak terduga sebagai legenda. Maradona besar di antara anak-anak melarat, di tepian kumuh, yang ditinggalkan kemajuan. Tetapi lompatan-lompatan mereka menyejarah, dikenang, dan tak mungkin dilupakan. Pada ketakterdugaan itulah, sejarah bahkan tak sanggup menyediakan huruf-huruf berkilauan untuk sekadar mencatatnya.

Dan di tepian itu, sepakbola bukan sesuatu yang mudah bagi anak-anak orang tak punya. Barangkali juga tak mudah menahan bola-bola lawan yang merobek gawang Timnas kita. Kita pun bermimpi lahirnya kembali Ronny Paslah, sang kiper nasional yang berhasil menahan bola dari kaki Pele pada 1972.

Dan sepakbola, ujar Iwan Fals, seakan-akan memang hanyalah “milik mereka yang punya uang saja”. Kemudian kita yang tak selesai bermimpi ada “bola kaki dari plastik”, yang “ditendang mampir ke langit”. Namun yang tak hendak melemparkan kesalahan pada siapa-siap, walau “pecahlah sudah kaca jendela hati, sebab terkena bola, tentu bukan salah mereka.”

Salah siapa? Pertanyaan yang jawabannya bagai bola yang memantul berkali-kali, atau berpusing liar tak terlacak. Dari tepian yang terasing, alangkah tak terduga segala yang melompat dari kesepian. Dari apa yang seringkali abai untuk diselesaikan, dan dianggap tak perlu untuk dicatat. Sedangkan di dunia ini, “yang nampak mata hanya para pembual saja.”

Terminal Tembokrejo, 2019

*) Taufiq Wr. Hidayat dilahirkan di Dusun Sempi, Desa Rogojampi, Kab. Banyuwangi. Taufiq dibesarkan di Desa Wongsorejo Banyuwangi. Menempuh pendidikan di UNEJ pada fakultas Sastra Indonesia. Karya-karyanya yang telah terbit adalah kumpulan puisi “Suluk Rindu” (YMAB, 2003), “Muncar Senjakala” [PSBB (Pusat Studi Budaya Banyuwangi), 2009], kumpulan cerita “Kisah-kisah dari Timur” (PSBB, 2010), “Catatan” (PSBB, 2013), “Sepotong Senja, Sepotong Malam, Sepotong Roti” (PSBB, 2014), “Dan Badut Pun Pasti Berlalu” (PSBB, 2017), “Serat Kiai Sutara” (PSBB, 2018). “Kitab IBlis” (PSBB, 2018), “Agama Para bajingan” (PSBB, 2019), dan Buku terbarunya “Kitab Kelamin” (PSBB, 2019). Tinggal di Banyuwangi, Sekarang Sebagai Ketua Lesbumi PCNU Banyuwangi.

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *